Dania - Mawar untuk Dania 🌹 (Cerbung ke - 17)
Sesuatu yang tidak terlihat, belum tentu tidak ada.
Sesuatu yang tidak ada, belum tentu menghilang.
Sesuatu yang menghilang, belum tentu tidak kembali.
Dan, sesuatu yang kembali, belum tentu selalu ada.
Pagi kemarin secerah hari ini, entah bagaimana hari esok, yang jelas esok adalah hari dimana Dania wisuda, tanda Dania lulus sebagai Sarjana Kedokteran.
Sesuatu yang tidak ada, belum tentu menghilang.
Sesuatu yang menghilang, belum tentu tidak kembali.
Dan, sesuatu yang kembali, belum tentu selalu ada.
Pagi kemarin secerah hari ini, entah bagaimana hari esok, yang jelas esok adalah hari dimana Dania wisuda, tanda Dania lulus sebagai Sarjana Kedokteran.
Tak dirasa kelulusan menghampiri. Sekilas teringat masa-masa kuliahnya, masa koas dan pengambilan profesi, dengan jerih payah dan kehebatan Dania, Dania bisa menyelesaikan kuliahnya dengan beasiswanya, bukan Dania namanya jika tidak meraih predikat tertinggi di fakultasnya.
Kedua orang tua Dania bangga akan kemampuan Dania, begitupun Mas Ridwan yang memiliki adik secerdas Dania. Hari-hari Dania tidak seheboh dan serumit teman-teman yang lain, ketika teman-teman yang lain sibuk dengan memilih pakaian untuk wisuda, Dania malah asyik bermain dengan Tony, anak tetangga samping rumahnya.
Sudah 18 bulan tak bertemu dengan Dhika, menjadi sesuatu yang kurang dalam hidup Dania, selain itu, tepat hari ini juga adalah 100 hari kepergian ibu Dhika, ya ibu Dhika meninggal karena sebuah kecelakaan besar. Dania mendapatkan kabar tersebut dari teman Dania yang rumahnya berdekatan dengan Dhika. Meski ada kejadian tersebut, Dhika juga tidak pernah menemui Dania, telepon dan pesan singkat yang Dania kirim untuk Dhika tak juga di tanggapi.
Sebagai orang terdekatnya, Dania ingin membuat Dhika terhibur, Dania ingin mengajak Dhika ke suatu tempat yang Dhika belum kunjungi. Dhika juga belum mengetahui bahwa Dania besok wisuda, rasanya tidak sabar ingin memberitahu Dhika, bahwa dirinya akan segera lulus.
Tapi, sampai hari ini, Dhika juga belum mengabari Dania, Dania ingin sekali berpergian hari ini namun karena tidak ada seorangpun yang bisa di ajak pergi, maka Dania pergi seorang diri. Dengan setelan celana jeans, kaos lengan panjang, dan topi selalu jadi setelan andalannya, tas ransel dan sepatu kets siap di pakai.
"Bu, Dania pamit ya bu, Dania ingin jalan-jalan ke Kota." Pamit Dania."Loh, kemana De? ini masih pagi.." Tanya ibu."Tidak akan sampai keluar kota kok bu.. hhehe" Jawab Dania."Iya, tapi dengan siapa? sudah bawa payung? biar pagi cerah, tetap saja harus bawa payung ya de.." Saran ibu."Dania pergi sendiri bu, oh iya Dania belum bawa payung, nanti biar Dania ambil payung nya bu. Dania pergi ya bu?" Pamit Dania sekali lagi."Ya sudah hati-hati, pakaian untuk wisuda besok sudah ibu siapkan, jangan terlalu capek ya de.." Jawab Ibu."Wahh makasih banyak ya bu, iya siap bu, Dania pergi dulu bu..." Jawab Dania.
Dania pun membawa payung dan bergegas keluar rumah, pagi ini memang cerah, sepertinya hujan tidak mungkin datang, Dania pun berjalan kaki menuju shelter bus. Udara masih segar, dengan Headset di telinganya, Dania asyik mendengarkan musik, tak terasa perjalanan 1 KM selesai, Dania pun tinggal menunggu bus datang.
Langit cerah berwarna biru, tidak sedikit orang yang menunggu bus, sepertinya merekapun akan pergi bertamasya di lihat dari tas yang mereka bawa. Bus pun datang, penumpang yang di dalam di utamakan untuk keluar terlebih dahulu, setelah penumpang semua turun, giliran penumpang yang akan naik masuk ke dalam, semua masuk tanpa antri, hampir saja Dania terjatuh karena terdorong pria bertubuh tinggi besar di belakangnya. Namun karena Dania berpegang pada sisi pintu bus, Dania pun berhasil naik ke dalam bus, Dania mendapatkan kursi kedua dari belakang.
Setelah nyaman duduk, Dania segera membuka catatannya, di catatannya tersebut sudah ada beberapa list tempat yang akan Dania kunjungi. Yang pertama adalah Danau Pelangi, ada cerita di balik Danau tersebut, sepanjang jalan Dania mengingat beberapa kenangan tentang Danau Pelangi. Ya, Danau Pelangi, adalah tempat pertama yang Dania kunjungi bersama bapa, ibu, dan Mas Ridwan, jarak menuju Danau cukup jauh. Sepanjang jalan Dania mendengarkan musik sambil memperhatikan Maps di ponselnya. Beberapa biskuit ia makan, karena Dania tak sempat untuk sarapan. Sambil menikmati pemandangan sepanjang jalan, Dania memperhatikan ponselnya, berharap akan ada balasan pesan dari seseorang yang sudah lama ia tunggu.
Bus yang Dania tumpangi sudah mulai penuh, tak ada satu kursipun tersisa, perjalanan sempat tersendat karena terjadi kecelakaan kecil tapi kembali lancar, sambil menunggu tiba ke tempat pemberhentian bus terakhir, Dania terus mendengarkan musik.
Tiba lah Dania di sebuah terminal bus, dia berjalan perlahan mencari kendaraan umum untuk menuju ke Danau Pelangi, tidak lama datanglah seseorang dengan sepeda motornya yang menawarkan Dania untuk menuju ke Danau Pelangi dengan harga yang tidak begitu mahal, Dania pun pergi menuju Danau, 10 menit di perjalanan, kini Dania telah sampai di Danau tersebut, sangat banyak sekali orang yang berkunjung kesana, Dania pun segera membeli tiket dan segera masuk ke tempat wisata tersebut.
Danau ini dinamai pelangi karena setiap hujan berhenti akan memantulkan cahaya pelangi di langit, karena saking jernihnya warna air. Dania sempat mengambil foto pemandangan disana, nampak indah karena tidak ada sampah dimana-mana, pohon yang rimbun mengelilingi Danau tersebut membuat pengunjung semakin betah menggelar tikar disana dan menikmati perbekalan yang mereka bawa.
Lagi, ketika ia memandangi Danau Pelangi sambil duduk di atas batu besar, Dania teringat Dhika, sosok yang selalu ada ketika Dania kesulitan, sosok yang selalu muncul ketika Dania dalam bahaya, sosok yang selalu tahu ketika Dania sakit dan terluka, hal yang membuatnya sedih adalah, karena Dhika tak memberikan kabar secara langsung ketika ibunya meninggal, Dhika tidak menghubunginya hingga 100 hari berlalu, ingin rasanya Dania menemani Dhika, karena Dania sangat mengetahui bahwa Dhika sangat sayang kepada ibunya, sehingga Dania ingin berada di sisi Dhika saat ini. Tapi apa di kata, Dania hanya mampu mengirimkan doa, agar Dhika selalu dalam keadaan baik.
Beberapa batu kecil Dania ambil sambil melemparkannya ke dalam Danau, Danau pelangi ini sangat Dania kagumi, terakhir kali ia kesini selagi masih kecil bersama keluarganya, Dania dan kakaknya, Mas Ridwan, selalu bermain batu lempar, mereka berlomba-lomba untuk membuat pantulan terbanyak ketika melemparkan batu ke permukaan danau.
Karena disana hanya terdapat satu danau, maka semua orang yang berkunjung terpusat berkumpul di tepi danau. Tidak lama dari itu ada seseorang yang menepuk pundak Dania.
Kaki Dania terus melangkah, seperti biasa dia lebih asyik mendengarkan musik ketika sendirian. Besok adalah hari wisudanya, namun orang yang selalu ada belum mengetahuinya. Dania terus berjalan menuju shelter, panas terik ia hiraukan, dia terus melaju menuju shelter. Tibalah Dania di shelter dan tinggal menunggu bus datang menuju Tebing Merah. Tidak lama bus tiba, dan Dania segera menaiki bus tersebut.
Entah mengapa Dania ingin sekali ke Tebing Merah, yang pasti Dania hari ini ingin sekali menghabiskan waktu seharian agar tidak terlalu mengingat Dhika. Daniapun meminum minuman yang ia sudah bawa, dan sedikit memakan cemilan yang ia bawa.
Di kepalanya hanya ada Dhika, angan-angan berharap Dhika duduk disampingnya sepertinya tidak mungkin terjadi. Hari ini Dania bermaksud mengunjungi empat tempat, dan Tebing Merah ini tempat tujuannya yang kedua. 30 menit berlalu, bus pun tiba di tempat tujuan. Dari pemberhentian bus ke Tebing Merah sangat dekat, sehingga Dania tidak kesulitan harus berjalan jauh.
Ternyata tempat ini pun ramai di kunjungi pengunjung, namun kebanyak yang datang adalah pria dan wanita remaja, tak ada anak-anak, maupun orang tua, karena Tebing Merah ini terlalu sulit untuk di jangkau oleh anak-anak dan orang tua.
Setelah membeli tiket masuk, Dania memasuki tempat wisata tersebut. Pepohonan rindang dan udara yang sejuk sangat nyaman di hirup, sesekali ia memejamkan mata, tapi hanya ada wajah Dhika dalam lamunannya. Dania pun langsung membukakan matanya, dan segera bergegas menuju puncak tebing.
Sebelumnya Dania tak pernah ke tempat ini, ia sangat kagum ketika melihat begitu banyak ukiran-ukiran kayu sebagai pembatas jalur, sebelah kirinya terdapat jurang dalam, sehingga perlu di beri pagar pembatas. Dan petugas sana membuat pagar pembatas tersebut dengan ukiran-ukiran yang indah di pandang, sehingga bagi siapapun yang berkunjung tidak begitu khawatir akan dalamnya jurang.
Langkah Dania semakin jauh, tak terasa sebentar lagi dia akan mencapai puncak Tebing Merah, entah kenapa hatinya merasa sangat kesepian, dan sendiri. Rasanya ingin menjerit memanggil nama seseorang yang selama ini selalu ada, tapi apa daya semuanya akan sia-sia. Perlahan Dania sampai ke Puncak, tiba-tiba orang di di sebelah puncak berteriak, semua berteriak meminta tolong, Dania langsung lari ke arah tempat orang berteriak, sebagian pengunjung ada yang langsung kembali karena melihat banyak orang meminta tolong, insting sebagai dokter sudah ada dalam benak Dania, sehingga Dania ingin segera mengetahui ada kejadian apa.
Saat tiba ke tempat yang di tuju, di atas puncak, ternyata ada dua orang yang sedang sesak kehabisan napasnya, seseorang lagi terlihat berdarah di kepalanya tak sadarkan diri. Dania segera meminta semua orang untuk tidak bergerumun agar sirkulasi udara di sekitar korban normal.
Dania, masih sedikit gugup untuk menolong orang tersebut karena merasa dirinya belum sepenuhnya menjadi dokter, namun sepertinya tidak ada orang lagi yang paham harus berbuat apa, setelah mengetahui dua orang wanita yang sesak napas tersebut terlalu lelah karena menanjak ke puncak, Dania langsung mengecek denyut nadi dari dua orang tersebut, bukan Dania jika tidak membawa peralatan P3K di dalam tasnya, Dania segera memposisikan korban dalam keadaan terlentang, dan segera mengeluarkan tabung oksigen inhaler agar pernapasan kembali normal. Sedangkan korban yang tak sadarkan diri dengan kepalanya berdarah, ternyata dia terjatuh karena memanjat batu di puncak.
Dua orang yang hampir kehabisan napas tersebut sudah bisa tenang kembali normal, dan yang terluka kini bisa sedikit sadar sambil meringis kesakitan. Tidak lama ambulan datang petugas rumah sakit segera membawa tiga korban tersebut agar bisa di indentifikasi lebih lanjut, syukurlah Dania saat itu berada disana, entah apa jadinya tiga orang tersebut jika tidak ada Dania, mungkin bisa kehabisan napas dan nyawanya bahkan. Pihak keluarga pun mendampingi korban tersebut dan mengucapkan terimakasih pada Dania.
Setelah kejadian tersebut, sebagian pengunjung langsung bergegas pulang namun ada pula yang tetap menikmati suasana disana, tapi tidak untuk Dania, nampaknya memilih untuk keluar dan menuju ke tempat yang ia akan kunjungi selanjutnya.
Setelah Dania keluar dari wisata Tebing Merah, Dania beristirahat terlebih dahulu, dia merasa letih karena sudah membantu korban tadi. "Jika Kak Dhika ada disini, pasti Kak Dhika akan meminta Dania untuk menyelamatkan korban tadi." Ucap Dania dalam hati sambil meminum air yang ia bawa di tasnya. Terlihat air matanya akan jatuh membasahi pipi nya, tapi bukan Dania namanya jika mudah menyerah.
Saat itu sudah pukul 3 sore, Dania pun segera mengeluarkan Catatannya dan melihat list tempat ketiga yang akan di kunjungi selanjutnya. Tempat tujuan selanjutnya adalah Desa Satu Wajah, desa yang jauh dari ke modern-an dan masih bersifat tradisional, tempat yang memanjakan mata dengan keindahan alamnya, khas dari Desa Satu Wajah adalah Sungai Agung, sungai yang di anggap suci oleh warga disana, setelah mengetahui harus kemana Dania langsung bergegas pergi dan mencari bus menuju Desa Satu Wajah. membutuhkan 1 jam untuk menuju kesana.
Tepat pukul 4 sore, tibalah Dania di sebuah desa terpencil bernama Desa Satu Wajah, dia langsung memakai topi dan menguatkan tali ransel ke pundaknya. Kaki kiri Dania keluar lebih dulu dari pintu bus, udara sejuk membuat hatinya tenang, sekali-kali ia bersedih karena mengingat Dhika, Namun dia terus melanjutkan perjalanan, Dania memerlukan sedikit berjalan setelah turun dari bus, sudah terlihat pintu gapura sebagai tanda pintu masuk Desa Satu Wajah tersebut. Dania pun memasuki Desa Satu Wajah, disana Dania menjadi pusat perhatian warga, karena dirinya kini berada di desa yang hanya memiliki satu jalur akses, satu pintu sebagai pintu masuk dan pintu keluar, sehingga jika ada orang luar yang datang dan melewati setiap rumah, makan akan terlihat asing dan menjadi pusat perhatian.
Langkah Dania terus menuju ke tengah-tengah Desa, semua mata tertuju setiap kali Dania melewat, tiba-tiba ada beberapa pemuda yang berlari dari arah belakang Dania dan dengan sengaja menabrak Dania, kemudian mereka melarikan diri dan berpencar, sehingga Dania tidak dapat mengejar, karena terjatuh ke depan dengan sobek dicelana jeansnya pada bagian lutut, dan luka di telapak tangannya.
"Aaaw!!" Jerit Dania ketika terjatuh.
Dania pun melepas topi di kepalanya, menatap tajam orang-orang yang dengan sengaja menubruknya, Dania segera duduk melihat sakit di bagian lututnya, ternyata lutut dan telapak tangan Dania berdarah, untung Dania mempersiapkan kotak P3K di tasnya, ia langsung mencari tempat untuk duduk dan membersihkan lukanya, warga disana tidak ada yang membantu Dania, hanya bisa menonton memperhatikan Dania, karena warga disana beranggapan tidak ingin memeiliki urusan lebih dengan warga asing lainnya.
Saat Dania menahan sakit lukanya, sesaat dia memikirkan Dhika, "Jika ada Dhika, mungkin dia bisa mengejar salah satu dari pemuda itu." Ucap Dania dalam hati.
Saat Dania fokus membersihkan lukanya, tiba-tiba datang dua orang laki-laki di hadapan Dania, saat itu Dania hanya melihat sepatu orang yang di hadapannya tersebut, ketika Dania melihat wajah kedua pemuda tersebut, Dania di buat terkejut. Satu pemuda di antara mereka adalah pemuda yang berlari dan menabrak Dania dengan sengaja tadi, sedangkan pemuda yang satu lagi, adalah pemuda yang Dania harapkan dapat menangkap satu di antara pemuda yang membuatnya terluka, Ya.. Dhika.. Dhika menangkap salah satu pemuda yang membuatnya terluka, sangat sesuai dengan harapan Dania.
Bus yang Dania tumpangi sudah mulai penuh, tak ada satu kursipun tersisa, perjalanan sempat tersendat karena terjadi kecelakaan kecil tapi kembali lancar, sambil menunggu tiba ke tempat pemberhentian bus terakhir, Dania terus mendengarkan musik.
Tiba lah Dania di sebuah terminal bus, dia berjalan perlahan mencari kendaraan umum untuk menuju ke Danau Pelangi, tidak lama datanglah seseorang dengan sepeda motornya yang menawarkan Dania untuk menuju ke Danau Pelangi dengan harga yang tidak begitu mahal, Dania pun pergi menuju Danau, 10 menit di perjalanan, kini Dania telah sampai di Danau tersebut, sangat banyak sekali orang yang berkunjung kesana, Dania pun segera membeli tiket dan segera masuk ke tempat wisata tersebut.
Danau ini dinamai pelangi karena setiap hujan berhenti akan memantulkan cahaya pelangi di langit, karena saking jernihnya warna air. Dania sempat mengambil foto pemandangan disana, nampak indah karena tidak ada sampah dimana-mana, pohon yang rimbun mengelilingi Danau tersebut membuat pengunjung semakin betah menggelar tikar disana dan menikmati perbekalan yang mereka bawa.
Lagi, ketika ia memandangi Danau Pelangi sambil duduk di atas batu besar, Dania teringat Dhika, sosok yang selalu ada ketika Dania kesulitan, sosok yang selalu muncul ketika Dania dalam bahaya, sosok yang selalu tahu ketika Dania sakit dan terluka, hal yang membuatnya sedih adalah, karena Dhika tak memberikan kabar secara langsung ketika ibunya meninggal, Dhika tidak menghubunginya hingga 100 hari berlalu, ingin rasanya Dania menemani Dhika, karena Dania sangat mengetahui bahwa Dhika sangat sayang kepada ibunya, sehingga Dania ingin berada di sisi Dhika saat ini. Tapi apa di kata, Dania hanya mampu mengirimkan doa, agar Dhika selalu dalam keadaan baik.
Beberapa batu kecil Dania ambil sambil melemparkannya ke dalam Danau, Danau pelangi ini sangat Dania kagumi, terakhir kali ia kesini selagi masih kecil bersama keluarganya, Dania dan kakaknya, Mas Ridwan, selalu bermain batu lempar, mereka berlomba-lomba untuk membuat pantulan terbanyak ketika melemparkan batu ke permukaan danau.
Karena disana hanya terdapat satu danau, maka semua orang yang berkunjung terpusat berkumpul di tepi danau. Tidak lama dari itu ada seseorang yang menepuk pundak Dania.
"Dania?" Suara seorang lelaki seusianya memanggil nama dan menepuk pundak Dania. Dania pun kaget dan langsung menoleh. Namun Dania melihat sosok di belakangnya tersebut dengan rasa heran.Sepertinya, Dania yang mulanya merenung, kini sudah sedikit merasa tenang setelah Rivan orang yang ia baru kenal tersebut mengajaknya mengobrol. Daniapun segera mengeluarkan catatannya dan melihat tempat yang harus dia kunjungi hari ini, dan tempat kedua yang ia kunjungi adalah Tebing Merah. Tebing tersebut di namai tebing merah karena sebagian besar tanahnya merupakan tanah merah. Hari semakin siang sudah menunjukkan pukul 1, memerlukan waktu 30 menit untuk menuju ke Tebing Merah. Dania pun meninggalkan Danau Pelangi dan segera bergegas pergi menggunakan bus, meskipun sbelumnya harus berjalan setengah kilometer menuju shelter.
"Maaf siapa ya, ada perlu apa? Anda mengenal saya??" Tanya Dania.
"Aku Rivan, Aku juga tidak mengenal kamu, hanya saja, sepertinya kamu menjatuhkan sesuatu. Ini..." Ucap Rivan sambil memberikan Kartu Identitas milik Dania.
"Loh, ini punya Dania, mengapa ada di kamu?" Tanya Dania sambil mengambil kartu identitas miliknya.
"Tadi saat membeli tiket kamu kan di minta untuk menunjukkan kartu identitas, dan kamu menjatuhkannya tadi." Ucap Rivan.
"Oh begitu, dari pakaian yang kamu pakai sepertinya kamu petugas disini, terimakasih. " Ucap Dania.
"Iya sama-sama, bolehkah saya duduk disini? Tanya Rivan sambil menunjuk batu di sebelah Dania.
"Iya silahkan, lagi pula yang membuat peraturan disini kan kamu, karena kamu petugasnya, hhehe" Ucap Dania, sebagai tanda setuju Rivan menemaninya.
"Kamu kesini sendiri Dania?" Tanya Rivan.
"Iya, sendiri, sepertinya kamu kelelahan mencari saya, kamu nampak lelah.." Jawab Dania.
"Ini kan hari libur, untuk mencari satu orang dari ribuan lainnya pasti sulit." Jawab Rivan.
"Hmmm, tapi setidaknya kamu bisa menyimpannya atau mengumumkannya, sehingga tinggal Dania yang menghampiri, tanpa kamu mencari, Rivan sudah lama bekerja disini?" Tanya Dania.
"Oh iya, bodoh ya aku ini.. Tidak, aku baru seminggu disini.. Ya sudah, kamu jangan terlalu lama diam sendiri disini, baru tujuh hari yang lalu ada pengunjung yang datang seorang diri dan dia tidak bisa keluar dari sini Dania...." Wajah Rivan berubah serius.
"Loh kenapa? Dia terbunuh? atau menghilang? Tapi mengapa tidak di tutup saja tempat ini jika ada kejadian seperti itu?!" Tanya Dania penasaran.
"Dia tidak bisa keluar, karena terlalu cinta pada tempat ini!" Jawab Rivan dengan serius.
"Huuu, mungkin dia merasa sendiri, sehingga hanya tempat ini yang bisa membuatnya tenang jadi dia tidak mau kembali! Apa orang tersebut masih tinggal disini?" Tanya Dania penasaran.
"Ya dia masih disini, ada di samping kamu sekarang!" Jawab Rivan sambil berdiri.
"Hmmmm, jadi kamu orangnya?! Huh.... tau begitu Dania tidak usah mendengarkan!" Ucap Dania menyesal.
"Hehe, yasudah aku lanjut bekerja lagi, terimakasih sudah mempersilahkan aku untuk duduk disini." Ucap Rivan sambil beranjak pergi.
"Oke, terimakasih juga untuk kartu dan cerita yang sangat membosankan tadi!!!" Ucap Dania sambil teriak dan tersenyum.
"Yaaa.." Jawab Rivan sambil berlari tanpa melihat wajah Dania.
Kaki Dania terus melangkah, seperti biasa dia lebih asyik mendengarkan musik ketika sendirian. Besok adalah hari wisudanya, namun orang yang selalu ada belum mengetahuinya. Dania terus berjalan menuju shelter, panas terik ia hiraukan, dia terus melaju menuju shelter. Tibalah Dania di shelter dan tinggal menunggu bus datang menuju Tebing Merah. Tidak lama bus tiba, dan Dania segera menaiki bus tersebut.
Entah mengapa Dania ingin sekali ke Tebing Merah, yang pasti Dania hari ini ingin sekali menghabiskan waktu seharian agar tidak terlalu mengingat Dhika. Daniapun meminum minuman yang ia sudah bawa, dan sedikit memakan cemilan yang ia bawa.
Di kepalanya hanya ada Dhika, angan-angan berharap Dhika duduk disampingnya sepertinya tidak mungkin terjadi. Hari ini Dania bermaksud mengunjungi empat tempat, dan Tebing Merah ini tempat tujuannya yang kedua. 30 menit berlalu, bus pun tiba di tempat tujuan. Dari pemberhentian bus ke Tebing Merah sangat dekat, sehingga Dania tidak kesulitan harus berjalan jauh.
Ternyata tempat ini pun ramai di kunjungi pengunjung, namun kebanyak yang datang adalah pria dan wanita remaja, tak ada anak-anak, maupun orang tua, karena Tebing Merah ini terlalu sulit untuk di jangkau oleh anak-anak dan orang tua.
Setelah membeli tiket masuk, Dania memasuki tempat wisata tersebut. Pepohonan rindang dan udara yang sejuk sangat nyaman di hirup, sesekali ia memejamkan mata, tapi hanya ada wajah Dhika dalam lamunannya. Dania pun langsung membukakan matanya, dan segera bergegas menuju puncak tebing.
Sebelumnya Dania tak pernah ke tempat ini, ia sangat kagum ketika melihat begitu banyak ukiran-ukiran kayu sebagai pembatas jalur, sebelah kirinya terdapat jurang dalam, sehingga perlu di beri pagar pembatas. Dan petugas sana membuat pagar pembatas tersebut dengan ukiran-ukiran yang indah di pandang, sehingga bagi siapapun yang berkunjung tidak begitu khawatir akan dalamnya jurang.
Langkah Dania semakin jauh, tak terasa sebentar lagi dia akan mencapai puncak Tebing Merah, entah kenapa hatinya merasa sangat kesepian, dan sendiri. Rasanya ingin menjerit memanggil nama seseorang yang selama ini selalu ada, tapi apa daya semuanya akan sia-sia. Perlahan Dania sampai ke Puncak, tiba-tiba orang di di sebelah puncak berteriak, semua berteriak meminta tolong, Dania langsung lari ke arah tempat orang berteriak, sebagian pengunjung ada yang langsung kembali karena melihat banyak orang meminta tolong, insting sebagai dokter sudah ada dalam benak Dania, sehingga Dania ingin segera mengetahui ada kejadian apa.
Saat tiba ke tempat yang di tuju, di atas puncak, ternyata ada dua orang yang sedang sesak kehabisan napasnya, seseorang lagi terlihat berdarah di kepalanya tak sadarkan diri. Dania segera meminta semua orang untuk tidak bergerumun agar sirkulasi udara di sekitar korban normal.
Dania, masih sedikit gugup untuk menolong orang tersebut karena merasa dirinya belum sepenuhnya menjadi dokter, namun sepertinya tidak ada orang lagi yang paham harus berbuat apa, setelah mengetahui dua orang wanita yang sesak napas tersebut terlalu lelah karena menanjak ke puncak, Dania langsung mengecek denyut nadi dari dua orang tersebut, bukan Dania jika tidak membawa peralatan P3K di dalam tasnya, Dania segera memposisikan korban dalam keadaan terlentang, dan segera mengeluarkan tabung oksigen inhaler agar pernapasan kembali normal. Sedangkan korban yang tak sadarkan diri dengan kepalanya berdarah, ternyata dia terjatuh karena memanjat batu di puncak.
"Tolong, hubungi 119, panggil ambulan kesini!" Teriak Dania sambil membersihkan luka di kepala pria yang tak sadarkan diri tersebut.Seseorangpun langsung menghubungi ambulan agar segera datang, Dania terlihat seperti yang tidak gugup, dia sudah seperti dokter yang sedang memberikan pertolongan keselamatan, Dania pun segera memompa dada korban yang tak sadarkan diri tersebut, terlihat korban patah tulang di bagian tangan sebelah kanan sehingga dania segera mencari ranting pohon dan membalutkan syal miliknya untuk mencegah pergerakan tulang yag patah agar tidak terasa sakit.
Dua orang yang hampir kehabisan napas tersebut sudah bisa tenang kembali normal, dan yang terluka kini bisa sedikit sadar sambil meringis kesakitan. Tidak lama ambulan datang petugas rumah sakit segera membawa tiga korban tersebut agar bisa di indentifikasi lebih lanjut, syukurlah Dania saat itu berada disana, entah apa jadinya tiga orang tersebut jika tidak ada Dania, mungkin bisa kehabisan napas dan nyawanya bahkan. Pihak keluarga pun mendampingi korban tersebut dan mengucapkan terimakasih pada Dania.
Setelah kejadian tersebut, sebagian pengunjung langsung bergegas pulang namun ada pula yang tetap menikmati suasana disana, tapi tidak untuk Dania, nampaknya memilih untuk keluar dan menuju ke tempat yang ia akan kunjungi selanjutnya.
Setelah Dania keluar dari wisata Tebing Merah, Dania beristirahat terlebih dahulu, dia merasa letih karena sudah membantu korban tadi. "Jika Kak Dhika ada disini, pasti Kak Dhika akan meminta Dania untuk menyelamatkan korban tadi." Ucap Dania dalam hati sambil meminum air yang ia bawa di tasnya. Terlihat air matanya akan jatuh membasahi pipi nya, tapi bukan Dania namanya jika mudah menyerah.
Saat itu sudah pukul 3 sore, Dania pun segera mengeluarkan Catatannya dan melihat list tempat ketiga yang akan di kunjungi selanjutnya. Tempat tujuan selanjutnya adalah Desa Satu Wajah, desa yang jauh dari ke modern-an dan masih bersifat tradisional, tempat yang memanjakan mata dengan keindahan alamnya, khas dari Desa Satu Wajah adalah Sungai Agung, sungai yang di anggap suci oleh warga disana, setelah mengetahui harus kemana Dania langsung bergegas pergi dan mencari bus menuju Desa Satu Wajah. membutuhkan 1 jam untuk menuju kesana.
Tepat pukul 4 sore, tibalah Dania di sebuah desa terpencil bernama Desa Satu Wajah, dia langsung memakai topi dan menguatkan tali ransel ke pundaknya. Kaki kiri Dania keluar lebih dulu dari pintu bus, udara sejuk membuat hatinya tenang, sekali-kali ia bersedih karena mengingat Dhika, Namun dia terus melanjutkan perjalanan, Dania memerlukan sedikit berjalan setelah turun dari bus, sudah terlihat pintu gapura sebagai tanda pintu masuk Desa Satu Wajah tersebut. Dania pun memasuki Desa Satu Wajah, disana Dania menjadi pusat perhatian warga, karena dirinya kini berada di desa yang hanya memiliki satu jalur akses, satu pintu sebagai pintu masuk dan pintu keluar, sehingga jika ada orang luar yang datang dan melewati setiap rumah, makan akan terlihat asing dan menjadi pusat perhatian.
Langkah Dania terus menuju ke tengah-tengah Desa, semua mata tertuju setiap kali Dania melewat, tiba-tiba ada beberapa pemuda yang berlari dari arah belakang Dania dan dengan sengaja menabrak Dania, kemudian mereka melarikan diri dan berpencar, sehingga Dania tidak dapat mengejar, karena terjatuh ke depan dengan sobek dicelana jeansnya pada bagian lutut, dan luka di telapak tangannya.
"Aaaw!!" Jerit Dania ketika terjatuh.
Dania pun melepas topi di kepalanya, menatap tajam orang-orang yang dengan sengaja menubruknya, Dania segera duduk melihat sakit di bagian lututnya, ternyata lutut dan telapak tangan Dania berdarah, untung Dania mempersiapkan kotak P3K di tasnya, ia langsung mencari tempat untuk duduk dan membersihkan lukanya, warga disana tidak ada yang membantu Dania, hanya bisa menonton memperhatikan Dania, karena warga disana beranggapan tidak ingin memeiliki urusan lebih dengan warga asing lainnya.
Saat Dania menahan sakit lukanya, sesaat dia memikirkan Dhika, "Jika ada Dhika, mungkin dia bisa mengejar salah satu dari pemuda itu." Ucap Dania dalam hati.
Saat Dania fokus membersihkan lukanya, tiba-tiba datang dua orang laki-laki di hadapan Dania, saat itu Dania hanya melihat sepatu orang yang di hadapannya tersebut, ketika Dania melihat wajah kedua pemuda tersebut, Dania di buat terkejut. Satu pemuda di antara mereka adalah pemuda yang berlari dan menabrak Dania dengan sengaja tadi, sedangkan pemuda yang satu lagi, adalah pemuda yang Dania harapkan dapat menangkap satu di antara pemuda yang membuatnya terluka, Ya.. Dhika.. Dhika menangkap salah satu pemuda yang membuatnya terluka, sangat sesuai dengan harapan Dania.
"Ayo cepat minta maaf!" Ucap Dhika sambil memegang baju bagian kerah belakang pemuda tersebut.Setelah pemuda tersebut meminta maaf, Dhika membiarkan pemuda tersebut pergi. Dania pun segera berdiri da melanjutkan perjalanannya, meninggalkan Dhika.
"Maafkan saya dan teman-teman, saya dan teman-teman hanya tidak suka jika ada wanita berjalan seorang diri disini, karena itu bisa membuat kami bertengkar untuk memperebutkan satu wanita." Ucap pemuda tak di kenal tersebut.
"Ya.." Dania hanya menjawab singkat lalu kembali menunduk dengan gemetar di kedua kaki nya, rasanya Dania ingin pingsan, bukan pingsan karena pemuda yang meminta maaf tersebut, tapi pemuda satunya yang muncul tiba-tiba di hadapannya.
"De... tunggu De..!" teriak Dhika sambil mengejar Dania yang berjalan cepat meninggalkan dirinya.Sedangkan Dania menutup telinganya dan terus berlari pelan sambil menahan perih di kedua lututnya. Dhika pun mengejar Dania, tapi tidak dengan berlari, karena dirinyapun masih merasa bersalah karena sudah 18 bulan tak memberi kabar pada Dania. Karena jalan tersebut hanya satu jalur dan hanya lurus saja, sejauh apapun Dania berlari masih bisa terlihat oleh Dhika yang ada jauh di belakangnya.
Dania pun sampai di tempat yang di tuju, Sungai Agung. Saat Dania melihat ke arah belakang, Dhika ternyata tidak mengikuti Dania, kemudian Dania segera melepas sepatu dan kaus kakinya, ia langsung merendamkan kakinya ke sungai dan duduk di bebatuan besar tengah-tengah sungai. Dania menangis, Dania menangis yang amat sangat, hatinya terasa luka, luka yang amat dalam. Entah berapa banyak rindu yang ia coba simpan di sebuah kotak yang sudah ia kunci dan tak akan ia buka, tapi setelah melihat sosok yang di dambakannya rasanya kotak itu memaksa untuk di buka.
Dania menghapus air mata yang terjatuh di pipi nya, tangan kanannya memegang dada nya, sesak rasanya. Tanpa Dania sadari ternyata Dhika sedang memperhatikan Dania yang sedang menangis dari balik pohon.
Dania mencoba membuat dirinya tenang, dia langsung membuka topi nya, dan membasuhkan air sungai kewajahnya, air sungai tersebut sangat jernih sehingga Dania tidak khawatir ketika ia membasuh wajahnya. Sesekali ia menarik napas dalam-dalam untuk menahan tangisnya, tapi tidak bisa, dia coba ulangi menarik napas, dan perlahan-lahan mampu membuatnya tenang.
Semakin sore, arus sungai semakin deras, tanpa Dania sadari topi yang ia simpan terbawa arus sungai yang sudah mulai naik ke permukaan batu, Daniapun dengan reflek mencoba untuk meraih topinya, namun ketika Dania mencoba berdiri dan mengambil topinya, kaki Dania terpeleset bebatuan berlumut sehingga sangat licin.
Byuurr...!!! Dania terjatuh ke dalam sungai, sungai tersebut sedalam 1 meter, sehingga membuatnya basah kuyup. Untung saja tangan Dania langsung meraih bebatuan besar di dekatnya, jika tidak mungkin Dania akan terbawa arus. Tapi, sepertinya ada sedikit masalah di kaki Dania, Dania kesulitan untuk berdiri, Dania mencoba duduk di batu yang ada paling dekat dengannya. Dhika yang melihat kejadian tersebut segera berlari menuju Dania, namun sebelumnya Dhika harus turun ke dataran bawah terlebih dahulu.
Setelah turun ke bawah, Dhika segera kembali naik dan segera mendekat pada Dania, betapa khawatirnya Dhika ketika kembali ke atas tidak melihat Dania di sungai, Dhika langsung mencari di setiap sudut, setelah beberapa menit kemudian, Dhika berhasil menemui Dania, dia sedang duduk di atas rerumputan dan menahan sakit di kakinya.
"De? Bagian apa yang kerasa sakit?" Tanya Dhika dengan nada khawatir.Dania tidak menjawab, hanya mengangguk sebagai tanda setuju, Dhika pun langsung duduk di samping Dania.
"Hmmm.." Dania hanya terdiam sambil memegang kakinya.
"Baju De Nia basah semua, kakak bawakan ini, baju salin." Ucap Dhika sambil memberikan satu kantung tas berisi pakaian ganti milik Dhika.
"Tidak usah, tidak apa-apa kak." Ucap Dania dengan nada lemah.
"Boleh kakak duduk disini?" Tanya Dhika.
"Gimana kabar kamu de? Sehat kan?" Tanya Dhika.Diantara mereka berdua terlihat canggung saat berbicara, sepertinya karena sudah lama tak bertemu. Sesaat suasana hening, tak ada satu pun yang berbicara.
"Iya kak, alhamdulillah Dania sehat." Jawab Dania.
"Syukur kalau begitu. Gimana kabar ibu dan bapak?" Tanya Dhika.
"Ibu dan bapak sehat kak." Jawab Dania.
"Bagaimana kuliahnya de?" Tanya Dhika.
"Lancar kak, Dania sudah selesai koas, dan sudah lulus." Jawab Dania.
"Wah, selamat De, memang kapan wisudanya de?" Tanya Dhika.
"Besok kak, besok Dania wisuda." Jawab Dania.
"Wah tidak terasa ya, De Nia sudah mau lulus lagi." Ucap Dhika.
"Iya kak." Jawab Dania.
"Kita pulang yuk De? sudah hampir maghrib." Ajak Dhika.Dania dan Dhika pun segera pergi meninggalkan sungai, dan segera mencari kamar mandi umum untuk mengganti baju Dania yang basah, setelah Dania berhasil mengganti bajunya, mereka berdua segera menuju ke pintu keluar. Waktu sudah menunjukkan pukul 6, sudah sedikit gelap, setengah kilometer sudah di tempuh, namun sepertinya ada masalah serius di kaki Dania, sehingga membuatnya tak mampu berjalan dan terjatuh tak bisa berdiri. Buuuk!! Suara Dania terduduk di tengah jalan.
"Hmmm, oh iya.. Iya kak.." Jawab Dania sambil mencoba berdiri perlahan, namun Dania sepertinya kesulitan untuk berdiri.
"Kenapa De? kaki De Nia kenapa?" Tanya Dhika khawatir.
"Hmm, ngga kenapa-kenapa kak, sepertinya tadi terkilir. Dania masih bisa berdiri kok." Jawab Dania sambil perlahan berdiri dan menahan sakit di kakinya.
"Ya sudah, kalau sakit bilang sama kakak, tas De Nia biar kakak yang bawa, jalan dari sini ke pintu keluar masih jauh, jadi kalau ada apa-apa De Nia bilang sama kakak, sekarang kita ke kamar mandi umum dulu, De Nia harus ganti baju, supaya tidak sakit." Saran Dhika.
"Iya kak, di dekat sini ada kamar mandi umum kok. Tapi bagaimana dengan pakaian kakak? pakaian kakak juga basah?!." Tanya Dania.
"Sudah jangan pikirkan kakak dulu." Ucap Dhika.
"De??" Tanya Dhika.Dania perlahan berjalan menahan perih kakinya, sedangkan Dhika mencoba mengalihka rasa sakit yang di rasakan oleh Dania dengan cara mengajak Dania untuk mengobrol.
"Ngga kok kak, ngga kenapa-kenapa." Dania mencoba berdiri namun tidak bisa, karena rasa sakit yang amat sangat.
"Jangan bohong! kakak ga suka De Nia bohong!" Nada bicara Dhika sedikit tinggi.
"Kenapa kakak marah-marah seperti itu? Dania dari tadi mencoba menahan untuk tidak marah pada kakak!" Dania berteriak sambil menahan tangisnya.
"Sudah, kakak gendong ya De?" Tanya Dhika mencoba menenangkan Dania.
"Tidak mau.. Dania tidak mau merepotkan kakak!" Jawab Dania sambil menangis.
"Merepotkan apa de? kakak sangat khawatir, ayo cepat naik ke punggung kakak!" Dhika mulai khawatir.
"Tidak mau kak.. Dania masih mampu berjalan.." Ucap Dania.
"Iya sudah, kakak bantu De Nia berjalan.." Ucap Dhika sambil menarik tangan Dania.
"Iya kak.." Daniapun langsung menyimpan tangannya di pundak Dhika dan mencoba berdiri.
"Tadi De Nia sudah pergi kemana saja?" Tanya Dhika.Sejenak mereka berdua terdiam, kemudian Dania berhenti melangkah.
"Hmmm, Dania bermaksud untuk mengunjungi 4 tempat wisata yang Dania inginkan. Dania baru pergi ke Danau Pelangi, Tebing Merah, Sungai Agung, yang terakhir sepertinya tidak akan bisa Dania datangi dengan keadaan seperti ini." Ucap Dania.
"Memang tempat De Nia yang ingin kunjungi selanjutnya apa? dimana?" Tanya Dhika.
"Hmmm, yang terakhir Dania ingin ke Taman Tua kak, apalagi pemandangan malam ini pasti akan terlihat indah karena tidak hujan." Ucap Dania.
"Oh begitu, terus gimana aja tadi seru jalan-jalannya?" Tanya Dhika penasaran.
"Tadi ada kejadian kak di Tebing merah, ada dua orang kehabisan napas mungkin karena lelah, yang satu lagi kepalanya berdarah karena terjatuh dari batuan tebing. Saat itu Dania sangat bingung, Dania ingin menyelamatkan tapi Dania takut salah langkah, hanya saja, tadi Dania mencoba memberanikan diri, syukurnya mereka bisa sadar dan cepat di tolong karena ada ambulan." Cerita Dania.
"Iya kaka lihat tadi." Dhika bicara tak sadar.
"Kakak lihat? Kakak lihat Dania? Kakak datang ke Tebing merah?" Tanya Dania dengan penuh penasaran.
"Hmmm.." Dhika tidak menjawab pertanyaan Dania.
"Tinggal beberapa meter lagi kita sampai De." Ucap Dhika.Sesampainya di gerbang, langit sudah gelap karena malam, mereka langsung memasuki mobil karena khawatir pemuda-pemuda yang mengganggu tadi sore datang kembali. Mobil pun melaju dengan kencang. Selama di perjalanan mereka saling diam tak ada yang mulai bicara, Dania masih belum berani untuk menanyakan kemana Dhika selama ini yang sudah hampir satu tahun tidak mengabari Dania. Sedangkan Dhika masih belum berani memberi tahu Dania bahwa dirinya sejak pagi udah mengikuti Dania.
"Iya kak, kakak bawa mobil?" Tanya Dania.
"Iya De.." Jawab Dhika.
"De.." Panggil Dhika.Kemudian mobil di berhentikan ke tepi jalan.
"Iya kak?" Jawab Dania.
"Bagaimana keadaan De Nia.. maafkan kakak yang baru muncul hari ini.." Ucap Dhika.
"Iya, kakak baru muncul sore ini..." Jawab Dania dengan nada lemas.
"Tidak kok.." Jawab Dhika.
"Tidak? iya, kakak tadi datang ketika Dania menuju sungai kan kak..? Dan itu posisinya sudah sore kak.." Jawab Dania.
"Kakak sebenarnya mengikuti De Nia dari tadi pagi. Saat De Nia keluar gerbang rumah, kakak mengikuti De Nia kemana berjalan. Di tempat yang pertama, kakak yang melihat kartu identitas De Nia yang terjatuh, kemudian kakak minta petugas untuk menemani De Nia, selanjutnya di tempat kedua setelah ada kejadian seperti itu, yang menelepon ambulan itu kakak, setidaknya kakak bisa membantu De Nia tadi, entah kenapa kakak malu untuk menemui De Nia, kakak hanya bisa menjaga De Nia dari kejauhan, namun saat ada kejadian tadi sore di tempat ketiga, kakak tidak bisa menahan diri ketika De Nia di buat terluka oleh orang lain, kakak tidak mau membuat De Nia merasa sendiri. Maka dari itu kakak berusaha untuk menangkap pemuda yang tadi membuat De Nia terjatuh, dan satu lagi, saat kakak memberikan baju ganti untuk De Nia, sebelumnya kakak mendapatkan topi De Nia yang terhanyut." Cerita Dhika sambil mengembalikan topi Dania.Dania hanya terdiam, melihat sedikit perubahan pada Dhika, badan Dhika terlihat lebih kurus dan pucat.
"Hmmm.." Dania menghela napas dan mengambil topi yang Dhika berikan.
"Maafkan Kakak yang selama ini tidak memberi kabar pada De Nia." Ucap Dhika.
"Kakak sakit?" Tanya Dania.Mendengar seperti itu, Dania sedikit ikut bersedih, rupanya seseorang di hadapannya ini sedang merasakan sakit di dalam hatinya, karena merasa sepi setelah di tinggalkan sang ibu. Namun Dania mencoba memberi Dhika semangat dengan caranya sendiri.
"Kenapa de, kenapa malah mengalihkan pembicaraan?" Tanya Dhika.
"Dania hanya ingin tau saja, apa kakak sakit? apa kakak selama ini sakit? Dania pernah di tinggal lama oleh kakak, dan mendapat kabar kakak di operasi dari orang lain, kemarin Dania tahu ibu kakak meninggal dari orang lain juga. Sekarang Dania lihat kakak lebih kurus dan pucat, yang Dania pikirkan hanya kesehatan kakak. Karena kakak jarang memberitahu Dania lebih dulu, maka dari itu Dania bertanya lebih dulu pada kakak, apa kakak sakit?" Tanya Dania dengan nada sedikit tinggi.
"Kenapa De Nia tidak coba jawab pertanyaan kakak terlebih dahulu?" Tanya Dhia dengan wajah serius.
"Kak... Saat ini yang terpenting, Dania tahu keadaan kakak, karena Dania sudah terbiasa kakak tinggal tanpa kabar berbulan-bulan, jadi kakak tidak perlu meminta maaf seperti itu." Jawab Dania.
"Yaa.. Kakak selalu meninggalkan De Nia.. maafkan kakak." Jawab Dhika tertunduk.
"Dania harap, meskipun kakak telah lama menghilang, kakak gak pernah berubah, melihat kakak pucat seperti ini Dani amalah khawatir, rasa marah sebelumnya karena kakak tidak memberi kabar pada Dania tekalahkan dengan rasa khawatir Dania kak, kakak perlu tahu itu kak!" Ucap Dania.
"Hmmm, kakak tidak sakit De.. hanya saja, setelah mamah kakak meninggal, hidup kakak serasa hampa, tidak ada lagi sosok yang bisa buat kakak bahagia." Ucap Dhika sambil meneteska air mata.
"Kenapa? kenapa sosok Kak Dhika selama ini berubah? Mana Kak Dhika yang selalu memberi senyum pada Dania?" Tanya Dania.Mendengar ucapan Dania tadi, Dhika sedikit berpikir, bahwa yang di katakan oleh Dania semuanya benar, masih ada ayah dan nenek yang harus dia buat bahagia, Dhika tidak sendiri, perlahan wajah Dhika berubah menjadi bersemangat, Dhika mencoba menatap ke depan ke arah kaca mobil, Dhika memandang langit yang sudah tak bercahaya, namun ia yakin esok pasti akan cerah. Sama seperti dengan kehidupan, saat ini bersedih, dan esok harus bisa bangkit dari keterpurukkan.
"De Nia tidak pernah akan tahu bagaimana rasanya di tinggalkan, karena ibu dan bapa De Nia masih ada De." Jawab Dhika.
"Ya Dania tahu, Dania bersyukur bapa dan ibu masih menemani Dania sampai saat ini, tapi ketika Dania melihat kak Dhika sakit seperti ini, Dania juga bisa merasakan kak, merasakan bagaimana sakitnya kakak karena ditinggalkan oleh mamah kakak, tapi kak, kakak harus ingat bahwa Allah, ngga akan ngasih beban pada hamba-Nya melebihi kemampuannya, setiap makhluk yang hidup pasti akan mati, dengan meninggalnya mamah kakak, bukan berarti tidak ada lagi yang bisa kakak buat bahagia. Contohnya ayah kakak, meski ayah kakak kerja di luar negeri, tapi ayah kakak tetap jadi tanggung jawab kakak, kakak masih harus buat ayah kakak bahagia, apalagi semenjak di tinggalkan mamah kakak, nenek kakak juga harus di buat bahagia, karyawan Dhicoffee, dan masih banyak lagi yang harus kakak buat bahagia, kini mamah kakak sudah meninggal, dan kakak harus bisa terima, kakak tinggal mendoakan, agar mamah kakak bisa masuk surga kak.!" Ucap Dania mencoba menguatkan Dhika.
"Terimakasih De..." Ucapan yang terlontar dari bibir Dhika.Mereka berduapun melanjutkan perjalanan, dan sesampainya di rumah, Dhika tidak masuk ke dalam rumah, karena Dhika harus segera kembali ke rumahnya, dan Dania segera di beri obat agar bisa langsung beristirahat karena esoknya Dania harus pergi ke acara wisuda, namun ada yang mengganjal dalam benaknya Dania, sesaat sebelum tidur Dania teringat rasanya dirinya belum memberi tahu Dhika bahwa esok adalah hari bahagia dalam diri Dania.
"Hmmm.. Untuk apa kak?" Tanya Dania sambil memegang lututnya.
"Terimakasih telah membuka pikiran kakak." Ucap Dhika.
"Hmmm, sama-sama kak.. sudah, Dania tidak ingin melihat kakak seperti ini, Dania ingin kakak yang dulu, yang bersemangat untuk mencapai cita-cita kakak. Dhicoffee masih memerlukan bos yang ganteng biar bisa buka cabang banyak kak!" Ucap Dania sambil tersenyum.
"Hmmm.. Iya mereka butuh kakak De.." Jawab Dhika tersenyum.
"Hmm, loh? Kok kakak?" Tanya Dania meledek.
"Yaa, memang bos Dhicoffee siapa lagi kalo bukan kakak?" Tanya Dhika.
"Yang 'ganteng' loh kak, bukan yang kurus seperti ini.. hhehe" Ucap Dania mencoba mencairkan suasana.
"Memang kakak kurus ya? tunggu aja seminggu lagi juga kakak kembali seperti dulu. hehe." Jawab Dhika sambil tersenyum
"Ya! Harus! Dania siap nunggu berapa lama pun, asal kakak kembali seperti yang dulu!" Jawab Dania.
"Hmm, walaupun nunggu 18 bulan?" Tanya Dhika bercanda.
"Hmmm.. nggaa 18 bulan juga kali kak.." Jawab Dania sambil menekuk wajahnya tanda tidak setuju.
"Iya iya.. hhehe kakak janji tidak akan hilang lagi.." Jawab Dhika.
"Hmm, dulu juga berjanji, kalo sekarang berjanji tandanya kakak bakal hilang lagi." Ucap Dania sambil melihat ke arah lututnya.
"Tenang aja De... yaudah kita pulang ya.. De Nia harus segera di beri obat." Ajak Dhika.
"Iya ayo kak." Jawab Dania.
Dania mencoba menghubungi nomor Dhika namun tidak aktif. Dania semakin penasaran apakah Dhika akan menghilang lagi? Apakah yang tadi mengantarkan Dania bukanlah Dhika? Hmm.. Tidak mungkin. Dania ingat betul bahwa yang menemani dia di perjalanan pulang itu Dhika. Tanpa sadar Dania pun tertidur.
Keesokannya, Dania sudah terbangun, sakit di bagian kakinya sedikit berkurang meskipun jalannya tidak bisa seperti biasa, namun setidaknya dia masih bisa untuk berdiri lama. Dania terlihat cantik dengan pakaian wisudanya dengan rambut di sanggul dan hiasan make-up di wajahnya.
Ibu, Bapak dan Mas Ridwan sudah siap untuk pergi juga, betapa bahagaianya mereka untuk hadir karena Dania adalah mahasiswi dengan nilai predikat terbaik di fakultas kedokteran dan nilai tertinggi di tingkat universitas. Meskipun merasa khawatir akan keadaan kaki Dania, namun ibu dan bapa selalu menjaga dan mengingatkan Dania untuk berhati-hati dalam berjalan.
Pagi itu Dania terlihat sangat berbeda, make-up yang natural dengan sanggulan dan gaun panjang di tutup dengan pakaian toga nya membuat anggun dirinya, di tambah sepatu wedges yang ia gunakan menambah kecantikan dari Dania.
Namun Dania terlihat tidak begitu senang, dia masih merasa sedih karena Dhika tidak bisa di hubungi lagi. Sampai Dania dan keluarga pergi pun Dhika tetap tidak bisa di hubungi, sesampainya disana, Dania langsung menyimpan ponselnya di dalam tas karena sudah tidak di perbolehkan lagi membuka ponsel di ruangan, ibu, bapa dan Mas Ridwan pun memasuki ruangan khusus tamu undangan, karena Dania mendapat predikat terbaik maka keluarga Dania duduk paling depan di kursi tamu undangan.
Acara wisudapun di mulai. Setelah acara pembuakaan, doa dan sambutan rektor universitas, kini tibalah sambutan perwakilan mahasiswa yang di wakilkan oleh mahasiswa berprestasi ya, Dania.
Dania membacakan sambutan sekaligus ucapan terimakasih untuk orang tua, teman dan dosen yang sudah berpengaruh banyak untuk kesuksesan mahasiswa sekaligus ucapan perpisahan kepada teman-teman, kalimat sambutan yang Dania bacakan sangat indah sekali, tanpa Dania sadari, wisudawan/wisudawati serta keluarga yang mendengarkan sambutan Dania ikut menangis karena terharu bahagia, kini Dania dan teman-teman sudah berhasil menempuh sarjana dan siap untuk bergabung dalam dunia pekerjaan. Selesai membacakan sambutan, semua yang hadir memberikan tepuk tangan yang meriah kepada Dania. Dania pun kembali duduk.
Kini tibalah pengumuman mahasiswa beprestasi, khusus mahasiswa berprestasi dengan predikat terpuji diberi tempat duduk berbeda, salah satu drai mereka adalah Dania, Dania duduk paling ujung dan paling depan karena dia merupakan mahasiswa dengan predikat tertinggi. Pembawa acara segera memanggil salah satu nama mahasiswa dengan nilai tertinggi mewakili teman-teman yang lain untuk pemindahan tali toga dalam pelantikan sarjana dan profesi.
"Dania Kirana Mentari lulus dengan Predikat Terpuji Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, di persilahkan maju ke depan sebagai wakil mahasiswa untuk pemindahan tali toga."
Dania yang mendengar namanya segera maju perlahan ke depan dengan menahan sakit di kakinya, Dania berdiri di hadapan rektor dan tali toga yang semula di kiri di pindahkan ke kanan, dan seluruh mahasiswa/mahasiswi yang hadir mengikuti memindakan tali toga, dan bertepuk tangan sorak gembira, kemudian Dania di berikan ijazah dan cindera mata sebagai kenang-kenangan dari universitas, setelah bersalaman dengan rektor Dania kembali ke tempat duduknya. Tidak lama dari itu seluruh teman-teman Dania di panggil untuk pemberian ijazah dan cindera mata oleh ketua fakultas masing-masing.
Acara pelantikan pun selesai semua mahasiswa di persilahkan meninggalkan ruangan setelah rektor beserta jajarannya keluar ruangan.
Di luar gedung Dania mencari ibu, bapak dan mas Ridwan, sangat sulit mencarinya karena sangat di penuhi oleh banyak orang, akhirnya Dania dapat menemukan keluarganya, merekapun berfoto bersama. Satu persatu bergantian, selanjutnya teman-teman Dania yang belum lulus pun memberikan beberapa bunga dan berfoto bersama, tidak lama Mba Puspa teman Mas Ridwan datang dengan membawa boneka beruang yang cukup besar.
"Hey Dania." Panggil Puspa.Wajah Dania tampak cemas, karena Dhika tidak ada. Mau bagaimanapun Dania harus berfoto bersama teman-temannya sebagai kenang-kenangan perpisahan, sesekali Dania berfoto dengan keluarganya dan mba Puspa. Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundak Dania dari belakang. Dania yang kaget langsung membalikan badannya, Dania terheran melihat sosok di belakangnya tersebut.
"Loh, mba Puspa dateng kesini?" tanya Dania dengan nada kaget.
"Iya dong, adik mba kan wisuda, masa tidak datang, ini untuk kamu Dania, selamat datang di dunia kedokteran!" Ucap Puspa.
"Waahh,, bagus sekali bonekanya mba, Dania suka, terimakasih ya mba!" Jawab Dania.
"Sama-sama De..." Jawab Puspa.
"Untuk Dania?" Tanya Dania kepada anak laki-laki berusia 10 atau 11 tahun yang sedang memegang satu Bouquet bunga mawar.Daniapun mencium harum bunga mawarnya. Anak laki-laki itu hilang entah kemana.
"Iya, ini untuk kakak." Ucap anak laki-laki tersebut.
"Terimakasih ya.." Ucap Dania.
"Hmmmmm, sangat harum.." Ucap Dania.Amplop tersebut berisi foto polaroid Dania menggunakan pakaian Toga, dan satu lembar surat. Setelah membaca surat tersebut Dania langsung memeriksa di sekitar Dania, Dania tengok kanan dan kiri seperti mencari seseorang.
"Siapa yang kasih de? cieee.." Tanya Puspa.
"Ngga tahu mba, tadi anak kecil itu yang kasih." Jawab Dania.
"Iya mba Puspa tau, itu kan ada amplop dan suratnya kenapa ngga di baca aja?" Tanya Puspa.
"Oh iya.." Jawab Dania sambil membuka amplopnya.
"De,, dari siapa de? De Nia mau kemana?" Tanya Puspa penasaran.
"Dania mau cari seseorang dulu mba, sebentar ya mba." Ucap Dania sambil bergegas pergi. Ternyata Dania kemarin sudah memberi tahu Dhika bahwa dirinya wisuda hari ini.
Dear Dania.
Assalamualaikum.
Dania Kirana Mentari
Sosok cantik, lembut dan bersemangat.
Wanita cerdas, dan pemberani.
Dania Kirana Mentari.
Nama indah penyejuk hati.
Nama indah penguat diri.
Terimakasih untuk semangat yang diberikan.
Terimakasih telah membuka lebar jendela dunia.
Selamat atas prestasi yang di raih.
Selalu semangat untuk cita-cita selanjutnya.
Tetap jadi Dania Kirana Mentari yang selalu tersenyum
Tetap jadi Dania Kirana Mentari yang setia menunggu.
Tetap jadi De Nia yang selalu ingin tahu.
Tetap indah seperti bunga mawar ini.
From : Dhika.
(Bersambung...)
Comments
Post a Comment