Rain - Janji untuk Menjaga (Episode ke - 2)
Sudah beberapa tahun ini Rain membantu Azzam untuk menyelesaikan pekerjaan kantor nya. Mereka berdua bekerja sama untuk membuat perusahaan investor milik nenek agar lebih maju lagi.
Setiap bulan nenek selalu mengadakan kunjungan untuk melihat hasil kerja Rain dan Azzam, ternyata pendapatan perusahaan semakin meningkat ketika Azzam dan Rain bekerja sama di perusahaan tersebut. Azzam pun nampak bersemangat ketika melihat Rain bersemangat.
"Nay, nanti siang nenek menunggu kita di ruang rapat besar, bersama semua pemegang saham." Ucap Azzam mengintip ke ruangan Rain.Azzampun kembali ke ruangannya, tiba-tiba Rain mengikuti dia dari belakang dan meminta sesuatu pada Azzam.
"Okey, nanti aku kabarin sekretaris aku untuk menyiapkan ruangan dan hidangannya." Ucap Rain sambil mencari data di lemari ruangan miliknya.
"Sip deh. Thank's yaa " Ucap Azzam.
"Panggil aku Rain saja, cukup nenek yang panggil aku Anaya." Ucap Rain.
"Oke Rainy Anaya Mentari." Ucap Azzam tersenyum.
Mereka berduapun melanjutkan pekerjaan masing-masing. Pekerjaan saat itu terlihat sangat banyak dan membuat Rain lelah, sesekali Rain memperbaiki jilbabnya yang mungkin di rasa mulai tidak rapi karena terlalu banyak gerak mengurus pekerjaan. Sesekali Azzam melihat Rain secara diam-diam, rasanya ingin membantu tapi diapun masih banyak pekerjaan. Tanpa Azzam tahu, Rain pun sama ingin membantu lelaki tampan tersebut, tapi karena pekerjaannya sekarang sedang menganggunya maka tak bisa di pungkiri Rain pun harus segera menyelesaikannya.
Tiba-tiba Rony sekretaris Azzam datang ke ruangan.
Perlahan Rain berjalan keluar, ia menunggu Azzam di depan pintu ruangannya, Azzam pun keluar dengan setelan Jas, nampak gagah dan tampan, dua direktur muda tersebut turun ke bawah untuk menemui sang nenek yang takl lain adalah komisaris utama perusahaan mereka.
Selesai menelepon Rain sedikit jongkok memegang perutnya lagi. Melihat hal demikian Azzam reflek memegang tangan Rain.
Dimas sekolah di luar negeri, ia tampan. Semua karyawan tergila-gila dengan tiga direktur pria, yakni Azzam dan Dimas, yang satu lagi direktur Umum seorang lelaki yang usianya sama seperti Azzam dan Dimas 27 tahun, namanya Hanif namun ia sedang keluar negeri karena tugas kantor, Dimas dan Hanif selalu berseteru untuk memperebutkan hati wakil direktur, Rain. Tapi bukan Rain namanya jika dia menanggapi hal-hal seperti itu.
Hanif dan Dimas terkadang selalu berlomba untuk mengirimi sarapan dan makan siang untuk Rain, Rain menerimanya, karena mau bagaimanapun niat mereka baik.
Tapi lama-lama Azzam mulai tidak nyaman melihat kelakuan rekan direksi nya tersebut. Dan Azzam mulai merasa takut Rain menyukai di antara kedua lelaki tersebut.
Karena Azzam kenal betul keras kepalanya Rain, Azzam pun tidak akan memaksa, dengan artian Azzam mungkin akan memperhatikan Rain dari jarak jauh saja.
Rain yang selalu terbiasa hidup sendiri dari kecil merasa tidak suka ketika ada seseorang yang terlalu kasihan padanya, sehingga Rain lebih cuek menerima perhatian dari orang lain.
Azzampun masuk ke ruangannya, melewati ruangan Rain, ia melihat Rain sudah baik-baik saja sibuk menyiapkan berkas untuk rapat.
Tiba lah waktu rapat besar dengan komisaris. Rain yang tidak biasanya pergi sendiri sekarang tidak mengajak Azzam pergi bersama.
Semua komisaris sudah berkumpul, direksi pun sudah berkumpul, kurang lebih ada 25 orang di ruang rapat besar, termasuk Dimas dan Rain.
Komisaris utama memanggil Rain dan menanyakan soal Azzam, tapi Rain tidak tahu kemana Azzam pergi.
Rainpun menelepon Azzam, sekretaris Azzam, Rony pun ikut meneleponnya, tapi tidak di angkat. Tidak lama, Azzam masuk dengan napas terengah-engah.
Azzam menemani Rain di ambulan, nenek pergi menggunakan mobil pribadinya di antar supir.
Dalam hati, Azzam bertanya-tanya apa penyakit yang sebenarnya di derita oleh Rain ini.
Setibanya di rumah sakit, Rain langsung di bawa ke ruang UGD, Azzam pun hanya menunggu di luar ruangan, tidak lama nenekpun menghampiri Azzam.
Tampak pakaian Azzam sudah tidak rapi karena tadi membopong Rain seorang diri. Yang kini sedang dia tunggu adalah kabar dari dokter tentang keadaan Rain.
Tidak lama yang keluar dari ruang UGD adalah dokter Rasty.
Waktu terus berjalan, hingga menunjukkan pukul 8 malam, dan Rain sudah mulai sadar.
Sekitar jam 5 pagi, Azzam terbangun lebih dulu, di susul oleh nenek, mereka sholat subuh berjamaah, setelah sholat, nenek menghampiri Rain yang belum tersadar, nenek perbaiki jilbab Rain yang sedikit berantakan. Namun saat nenek merapikannya, tangan Rain terlihat bergerak.
Azzam paham betul, bahwa dirinya harus bertanggung jawab atas Rain, semenjak Rain di pertemukan kembali 2 tahun lalu, Azzam sudah berjanji akan selalu menjaga Rain. Mengingat berpuluh-puluh tahun di pisahkan membuat Azzam takut untuk kehilangan Rain kedua kalinya.
Rain sangat menghargai khawatir nya Azzam, dia sudah menganggap Azzam sebagai kakaknya sendiri karena berbeda 2 tahun di atasnya.
Meskipun dari dua keluarga berbeda, tapi ada nenek yang membuat mereka menyatu. (baca kisahnya di episode 1), sehingga mereka bisa tumbuh dan menjadi pembisnis sukses di usia muda.
"Hmm, oh iya hampir lupa." Ucap Rain mengambil ponselnya dan segera menelepon sekretarisnya.Sintapun segera pergi untuk mempersiapkan ruang meeting .
"Pagi mba Rain." Sinta sekretarisnya datang ke ruangan Rain.
"Pas banget, ini aku baru aja mau telepon mba Sinta. Mba Sinta tolong siapin ruangan meeting besar sama hidangan makan siang ya mba, soalnya mau ada rapat komisaris." Ucap Rain kepada sekretaris yang usianya di atas Rain 5 tahun.
"Oh iya siap mba Rain, ada lagi?." Ucap Sinta.
"Jangan ada hidangan seafood ya." Ucap Azzam dari ruangan sebelah dan menengok ke ruangan Rain.
"Loh kenapa mas?" Tanya Sinta.
"Rain alergi seafood. Komisaris utama juga sama, jadi tolong ya mba Sinta." Ucap Azzam.
"Oh iya siap kalau begitu mas." Ucap sinta.
Tiba-tiba Rony sekretaris Azzam datang ke ruangan.
"Mas Azzam, komisaris utama sudah datang, sepertinya akan berkunjung ke semua ruangan." Ucap Rony.Tidak lama Rony pergi, Azzam pun menuju ruangan Rain di sebelahnya.
"Serius mas Rony? astaga, katanya kesini jam makan siang, ini kan masih jam 10, ya sudah semua karyawan kasih tahu untuk menyiapkan berkas, siapa tahu sewaktu-waktu komisaris utama minta data kita sudah siap." Ucap Azzam.
"Ya sudah kalau begitu, saya pergi dulu, saya mau beritahu mba Rain." Ucap Rony.
"Tidak usah mas, biar saya saja yang memberitahu Rain, ruangan kita juga sebelahan." Ucap Azzam.
"Baik jika seperti itu mas. Saya izin pamit dan menyiapkan semua karyawan." Ucap Rony.
"Rain, nenek sudah datang, nenek ada di bawah mau kunjungan ruangan karyawan." Ucap Azzam sambil masuk ke ruangan Rain yang pintunya terbuka, tapi Azzam sedikit kaget karena sedang melihat Rain kesakitan di bagian perutnya.Mereka berduapun bersiap-siap, sambil menyiapkan bahan-bahan rapat. Nenek yang baik hati jika di rumah, sangat berbeda ketika di kantor, semua karyawan hormat padanya, terkenal sebagai komisaris yang sangat tegas dan ketat terhadap aturan. Untuk Rain yang belum lama bekerja, agak sulit untuk menyesuaikan, tapi ketika tahu kisah hidup sebelumnya (episode 1) Rain sangat bertanggung jawab melanjutkan hidupnya untuk bekerja di perusahaan besar milik neneknya ini.
"Ok Zam.." Jawab Rain yang kaget Azzam datang tiba-tiba.
"Kamu kenapa Rain? apa yang sakit?" Tanya Azzam khawatir.
"Entahlah, rasanya seperti tertusuk pisau. Tapi aku udah coba minum obat lambung kok." Ucap Rain.
"Nanti kita ke klinik kantor ya?" Tanya Azzam.
"Ngga usha, cuma sakit gini aja ke klinik." Ucap Rain tersenyum menahan sakit.
"Ya udah aku ke ruangan dulu, mau ambil jas aku, nanti kita ke bawah temui nenek bersama-sama." Ucap Azzam.
"Oke Zam.." Ucap Rain sambil mengacungkan jari jempolnya.
Perlahan Rain berjalan keluar, ia menunggu Azzam di depan pintu ruangannya, Azzam pun keluar dengan setelan Jas, nampak gagah dan tampan, dua direktur muda tersebut turun ke bawah untuk menemui sang nenek yang takl lain adalah komisaris utama perusahaan mereka.
"Pagi Bu komisaris. Kok tidak bilang dulu kalau mau kesini." Ucap Azzam sambil menyalami tangan nenek.Nenekpun hanya tersenyum melihat mereka berdua, usia mereka tergolong muda untuk menjadi seorang direktur, tapi karena kecerdasan keduanya yang membuat mereka berbeda dengan teman seusianya.
"Iya nek, kenapa tidak bilang dulu." Ucap Rain.
"Jangan panggil nenek, kita kan lagi kerja Rain!" Ucap Azzam memarahi Rain.
"Tidak apa-apa kok Nay (Nama lengkap Rainy Anaya Mentari), panggil saja nenek. Iya nenek bosan di rumah jadi nenek ingin berkunjung ke kantor." Ucap sang Nenek.
"Kok gitu sih, kalau Azzam yang panggil, nenek gak mau." Ucap Azzam cemberut.
"Wleeee." Tingkah Rain seperti anak kecil di depan neneknya meledek Azzam.
"Nenek mau minum apa? Mau ke ruangan aku sekarang?" Tanya Rain.Nenek pun langsung menuju lift ke ruang rapat kecil yang berada 2 lantai di atas ruangan karyawan di temani sekretarisnya Pak Frans, Rain pun segera menghubungi Sinta untuk menyiapkan ruang rapat kecil via telepon.
"Nenek mau ke ruang rapat saja langsung, ada pertemuan terlebih dahulu dengan anggota komisaris sebelum rapat dengan direksi, Naya tolong bantu siapakan ruang rapat kecil ya." Ucap nenek.
"Naya sudah siapkan rapat besar nek." Ucap Azzam.
"Rapat besar itu dengan kalian, ini hanya untuk dewan komisaris kok." Ucap nenek.
"Oke nek, nanti aku sampein ke sekretaris aku ya nek." Ucap Rain.
"Sekarang bukan nanti." Ucap nenek.
"Iya sekarang nek." Ucap Rain sambil tersenyum.
Selesai menelepon Rain sedikit jongkok memegang perutnya lagi. Melihat hal demikian Azzam reflek memegang tangan Rain.
"Kenapa kamu Rain?" Tanya Azzam sangat khawatir.Dimas adalah cucu dari kerabat nenek yang di pekerjakan sebagai direktur operasional, Azzam yang saat itu menjadi Direktur Utama dan Rain menjadi Wakil Direktur pun kaget melihat Dimas ada di belakangnya.
"Sakit lagi seperti tadi di ruangan." Keluh Rain.
"Sudah dari kepan merasa seperti ini?" tanya Azzam.
"Ada lah kira-kira seminggu." Ucap Rain sambil memegang perutnya.
"Selama ini kamu tahan di rumah?" Tanya Azzam.
"Sssst. Selama ini kan tidak ada yang tahu kalau kita tinggal satu rumah dengan nenek." Ucap Rain.
"Nanti juga pasti pada tahu kok. Ke klinik yuk? tanya Azzam.
"Ngga, kamu kan banyak kerjaan, biasanya kamu meledek kalau aku sakit." Ucap Rain.
"Hmmm..." Azzam menghela nafas.
"Biar Rain aku yang antar." Ucap Dimas yang muncul tiba-tiba di belakangnya.
Dimas sekolah di luar negeri, ia tampan. Semua karyawan tergila-gila dengan tiga direktur pria, yakni Azzam dan Dimas, yang satu lagi direktur Umum seorang lelaki yang usianya sama seperti Azzam dan Dimas 27 tahun, namanya Hanif namun ia sedang keluar negeri karena tugas kantor, Dimas dan Hanif selalu berseteru untuk memperebutkan hati wakil direktur, Rain. Tapi bukan Rain namanya jika dia menanggapi hal-hal seperti itu.
Hanif dan Dimas terkadang selalu berlomba untuk mengirimi sarapan dan makan siang untuk Rain, Rain menerimanya, karena mau bagaimanapun niat mereka baik.
Tapi lama-lama Azzam mulai tidak nyaman melihat kelakuan rekan direksi nya tersebut. Dan Azzam mulai merasa takut Rain menyukai di antara kedua lelaki tersebut.
"Gimana Rain, mau aku antar?" tanya Dimas.Setelah Dimas pergi, Rain pun mulai berjalan perlahan.
"Hmm.." Rain mencari cara untuk menolak.
"Mas Dimas, aku baru aja mau cari mas Dimas, komisaris minta data program kerja untuk satu tahun ke depan, jadi harus di jelaskan saat rapat komisaris nanti." Ucap Azzam membantu Rain menjawab.
"Oh gitu Zam, okedeh nanti mas minta karyawan mas yang kerjakan. Rain gimana?" Tanya Dimas memaksa.
"Hmm.." Ucap Rain bingung menjawab.
"Rain aku yang antar, tolong mas, bantu aku kerjakan apa yang harus mas kerjakan." Ucap Azzam mulai tegas.
"Baiklah kalau seperti itu." Ucap Dimas, dan dia langsung pergi.
"Jadi kamu gak mau aku antar?" Tanya Azzam.Dan Rain tidak menengok sama sekali ke belakang terus pergi menuju ruangan untuk menyiapkan rapat nanti siang.
Tapi Rain terus jalan.
"Kalau kamu sakit, memang siap ayang khawatir?" Tanya Azzam.
Karena Azzam kenal betul keras kepalanya Rain, Azzam pun tidak akan memaksa, dengan artian Azzam mungkin akan memperhatikan Rain dari jarak jauh saja.
Rain yang selalu terbiasa hidup sendiri dari kecil merasa tidak suka ketika ada seseorang yang terlalu kasihan padanya, sehingga Rain lebih cuek menerima perhatian dari orang lain.
Azzampun masuk ke ruangannya, melewati ruangan Rain, ia melihat Rain sudah baik-baik saja sibuk menyiapkan berkas untuk rapat.
Tiba lah waktu rapat besar dengan komisaris. Rain yang tidak biasanya pergi sendiri sekarang tidak mengajak Azzam pergi bersama.
Semua komisaris sudah berkumpul, direksi pun sudah berkumpul, kurang lebih ada 25 orang di ruang rapat besar, termasuk Dimas dan Rain.
Komisaris utama memanggil Rain dan menanyakan soal Azzam, tapi Rain tidak tahu kemana Azzam pergi.
Rainpun menelepon Azzam, sekretaris Azzam, Rony pun ikut meneleponnya, tapi tidak di angkat. Tidak lama, Azzam masuk dengan napas terengah-engah.
"Kemana saja pak Direktur, apakah begitu pentingnya sampai membuat rapat besar ini terlambat 10 menit?" Tanya Komisaris Utama.Presentasi setiap direksi pun satu persatu di mulai, diawali oleh direktur operasional. Dimas memaparkan apa saja target yang sudah tercapai oleh divisi di bawahnya, dan program apa yang akan di laksanakan untuk awal tahun ke depan. Di akhir sesi presentasi sang komisaris utama mengacungkan tangannya.
"Mohon maaf semuanya, tadi saya ada kepentingan yang tidak bisa saya tinggalkan, mohon maklum, mari kita mulai rapat kali ini." Ucap Azzam sambil memberi kode pada sekretarisnya.
"Pak Dimas, saya atas nama komisaris ingin minta tolong adakan acara family gathering ke luar negeri di bulan ke empat sebelum masuk bulan Ramadhan." Ucap Komisaris Utama.Setelah presentasi, Dimas pun kembali ke kursinya, dan Rain maju ke depan. Namun Rain sudah terlihat pucat, Azzam sudah sangat khawatir akan keadaannya. Rain yang perlahan jalan ke depan, menguatkan diri untuk memulai presentasi, presentasi pun di mulai. Setelah 20 menit berdiri di depan tiba-tiba saja Rain berteriak dan pingsan di depan.
"Baik bu." Ucap Dimas.
"Rain." Teriak Azzam sambil berlari ke dekat Rain.Azzam pun langsung membopong Rain keluar di ikuti oleh komisaris utama tak lain adalah nenek angkat mereka berdua, tampak kekhawatiran muncul di wajah Azzam dan sang nenek, khawatir terjadi apa-apa pada Rain. Semua karyawan melihat Azzam membopong Rain, karyawanpun khawatir tentang apa yang terjadi. Sebelum memasuki lift nampak petugas rumah sakit sudah membawa tandu untuk membawa Rain. Petugas pun segera membawa Rain menggunakan ambulan.
"Naya." Panggil komisaris utama yang tak lain nenek angkat Rain sambil berjalan perlahan ke arah Rain.
"Ron, tolong panggil petugas ambulan di bawah." Ucap Azzam.
"Loh, memang sudah ada mas?" Tanya Rony, sekretaris Azzam.
"Sudah, tadi sebelum rapat saya yang siapkan."Ucap Azzam sambil merangkul Rain.
"Jadi kamu terlambat karena bersiap-siap untuk Anaya, Zam?" Tanya nenek.
"Iya nek, aku sudah perhatikan kalau Rain lagi memendam sakit." Ucap Azzam.
"Rain ngga bisa nunggu lama lagi, biar aku saja yang bawa." Ucap Dimas.
"Gak usah Dim, terimakasih banyak, Rain tanggung jawab aku, tolong bantu lanjutkan rapat besar ini ya Sin, Dim." Ucap Azzam pada sekretaris Rain dan Dimas.
Azzam menemani Rain di ambulan, nenek pergi menggunakan mobil pribadinya di antar supir.
Dalam hati, Azzam bertanya-tanya apa penyakit yang sebenarnya di derita oleh Rain ini.
Setibanya di rumah sakit, Rain langsung di bawa ke ruang UGD, Azzam pun hanya menunggu di luar ruangan, tidak lama nenekpun menghampiri Azzam.
Tampak pakaian Azzam sudah tidak rapi karena tadi membopong Rain seorang diri. Yang kini sedang dia tunggu adalah kabar dari dokter tentang keadaan Rain.
Tidak lama yang keluar dari ruang UGD adalah dokter Rasty.
"Keluarga Rainy?" Tanya Rasty sang dokter.Rasty adalah teman dekat Azzam saat kuliah di luar negeri dulu, dia pernah memenda perasaan suka pada Azzam. Dulu Azzam pernah ambil sekolah kedokteran dan menjadi mahasiswa yang sangat cerdas, sehingga semua teman wanitanya menyukai dirinya, namun karena nenek ingin mewarisi bisnisnya, Azzam pun sekolah lagi untuk belajar bisnis dengan akselerasi, sehingga bisa lulus lebih cepat dengan dua jurusan berbeda di banding kawannya.
"Rasty? Ya aku keluarga Rain, gimana kabar Rain?" Tanya Azzam.Selama 3 jam operasi pun berlangsung, waktu menunjukkan pukul 7 malam.
"Azzam? Hmm, oh iya Rain sakit usus buntu, dia harus segera di operasi karena jika tidak dia akan merasakan sakit yg lebih drai ini terus menerus." Ucap sang dokter cantik.
"Usus buntu?" Ucap Azzam.
"Ya sudah, segera operasi Rain kalau begitu dok." Ucap nenek.
"Baik, kami akan melakukan operasi, keluarga tolong urus administrasinya." Ucap Rasty.
"Ya, urusan administrasi pasti kami urus dok, ayo lakukan dengan cepat!" Ucap nenek.
"Sabar nek. Kami minta tolong ya Ras." Ucap Azzam.
"Okey Zam, ya sudah aku siap-siap dulu." Ucap Rasty, dan ia langsung menuju ruang operasi.
"Zam, Rasty itu siapa?" Tanya nenek.Tidak lama Rasty keluar ruangan operasi, Rain juga menuju kamar VIP di antar oleh perawat, dia masih dalam pengaruh obat bius sehingga belum sadar.
"Dia teman aku saat sekolah kedokteran dulu di Amerika Nek." Jawab Azzam.
"Oh begitu, sepertinya dia anak yang baik." Ucap nenek.
"Iya, dia sangat baik, tapi kalau sekalinya sedang stres, minum alkohol nya sangat kuat nek." Jawab Azzam sambil tersenyum.
"Kamu tidak suka?" Tanya nenek.
"Tidak nek. Saat ini aku mau fokus dengan pekerjaan aku dulu." Jawab Azzam.
"Iya Zam, tapi kan usiamu sudah cukup, sudah mapan, apa lagi coba, memang tidak ada yang suka pada kamu?" Tanya nenek.
"Nek, yakin aja jodoh tidak akan kemana, sekarang ita doakan dulu Anaya ya nek." Ucap Azzam.
"Iya zam.." Jawab nenek sambil wajah cemas kembali.
"Gimana Ras?" Tanya Azzam berdiri melihat Rasty keluar ruang operasi.Rasty pun pergi, nenek dan Azzam segera ke kamar VIP untuk melihat keadaan Rain. Rain masih tertidur belum sadarkan diri, Azzam dan nenek duduk di sofa tanpa sadar tertidur.
"Operasi berjalan lancar, Rainy harus istirahat dulu, jadi belum bisa di ganggu, mungkin setelah siuman dia baru bisa berinteraksi dan panggil aku jika dia sudah sadar.
"Alhamdulillah, terimakasih banyak Ras." Ucap Azzam.
"Iya terimakasih banyak ya dok" Ucap nenek.
"Iya nek. Ya sudah saya pamit dulu, karena harus memeriksa pasien lain." Pamit Rasty si dokter cantik.
"Iya dok.." Ucap nenek.
"Iya Ras, thanks ya.." Ucap Azzam.
Waktu terus berjalan, hingga menunjukkan pukul 8 malam, dan Rain sudah mulai sadar.
"Zamm..." Panggil Rain secara pelan.Mendengar suara tersebut, Azzam masih belum menyadari, tapi karena Rain memanggil lagi, Azzam baru mendekat..
"Azzam.."Panggil Rain sekali lagi.Tidak lama Rain tertidur lagi, dan dokter Rasty pun datang.
"Rain..Ini aku Azzam, jangan khawatir aku disini." Ucap Azzam sambil menekan tombol untuk memanggil dokter Rasty.
"Rain, nenek juga disini.. Kamu baik-baik saja ko ya sayang ya." Ucap nenek sedikit menangis.
Rain pun masih sangat lemas untuk berbicara, tapi dia meneteskan air mata.
"Rain, apa yang sakit?" Tanya Azzam khawatir.
"Maaf..." Ucap Rain dengan nada sangat lemah.
"Ras, tadi dia udah sadar, tapi kok tidur lagi ya?" tanya Azzam.Rasty pun keluar. Dan Azzam menyusul Rasty.
"Dok, cucu saya kenapa dok?" Tanya nenek dengan perasaan sangat sedih.
"Sabar ya, biar aku cek dulu, mungkin Rainy masih di bawah pengaruh obat bius, jadi dia belum cukup sadar, mungkin besok pagi kita baru bisa berinteraksi dengan normal." Ucap Rasty sambil mengecek keadaan Rain.
Azzam pun merangkul sang nenek yang mulai lemah, Rasty pun meninggalkan kamar setelah mengecek keadaan Rain.
"Aku keluar dulu ya, Rain baik-baik saja, cuma dia memang perlu istirahat dulu." Ucap Rasty.
"Terimakasih dok" Ucap Nenek.
"Ras, thanks ya. Sorry kalau selama ini aku ada salah." Ucap Azzam.Azzam pun kembali ke kamar, melihat nenek sudha ketiduran di sofa, rasanya enggan membangunkan nenek. Azzampun memberikan nenek selimut yang tersedia. Karena fasilitas kamar VIP memberikan pelayanan selimut untuk yang menunggu pasien. Azzam duduk di kursi di samping Rain. Dan Azzampun tanpa sdar tertidur.
"Berarti kamu mau coba menerima aku?" Tanya Rasty dengan sinis.
"Bukan..Bukan gitu, aku cuma ngga enak kamu dingin seperti ini, padahal dulu kita sahabatan, sampai sekarang juga seharusnya seperti itu." Ucap Azzam.
"Itu hanya membuang waktuku Zam. Aku pamit." Ucap Rasty dan lalu pergi.
Sekitar jam 5 pagi, Azzam terbangun lebih dulu, di susul oleh nenek, mereka sholat subuh berjamaah, setelah sholat, nenek menghampiri Rain yang belum tersadar, nenek perbaiki jilbab Rain yang sedikit berantakan. Namun saat nenek merapikannya, tangan Rain terlihat bergerak.
"Zam, Rain sadar." Ucap nenek terkejut.Azzam pun segera berdiri di samping Rain. Mata Rain pun mulai terbuka.
"Nek...." Ucap Rain memanggil nama nenek.Mendengar hal demikian, Rain terdiam dan merasa malu. Wajahnya memerah hanya menggerakan mata ke penjuru langit-langit kamar.
"Iya sayang, nenek disini. Kamu jangan banyak berbicara dulu." Ucap nenek mengelus kepalanya.
"Gimana Nay, apa yang kamu rasakan sekarang?" Tanya Azzam pelan ke Rain.
"Panggil aku Rain, bukan Nay.. aku sedikit lemas, tapi hilang sakit di perutnya." Ucap Rain pelan sambil tersenyum.
"Anak tomboy ini, memang harus istirahat dan berlibur dulu sepertinya. Nenek akan membiarkan semua karyawan berlibur." Ucap nenek tersenyum ke arah Rain.
"Wah, sering-sering aja sakit, berarti libur terus ya nek?" Ucap Azzam tersenyum lebar.
"Kamu itu ya!" Ucap nenek sambil mencubit hidung Azzam.
"Sudah, kalian sudah bisa pulang sekarang. Aku bisa sendiri, kamu juga Zam, aku ngga perlu kamu, aku tidak merepotkan bukan? Pasti nenek yang bawa aku kesini." Ucap Rain yang masih sedikit kesal pada Azzam.
"Kenapa sih kalian ini, Azzam yang membopong kamu loh Nay." Ucap nenek.
"Iya, kamu ngga tahu apa, pinggang dan tanganku seakan mau lepas, sepertinya kamu harus sedikit diet!" Ucap Azzam.
"Ya sudah, nenek mau pulang ke rumah ya, istirahat disini tidak enak. Mungkin nanti nenek kesini lagi saat sore, karena harus ada yang nenek kerjakan dulu." Ucap nenek.Setelah nenek keluar.
"Aku kan sudah bilang, nenek pulang saja." Ucap Rain tersenyum meledek.
"Iya, nenek pulang, yuk Zam." Ajak nenek kepada Azzam.
"Iya nenek, nenek jalan dulu saja keluar, aku akan bicara sebentar dengan Rain." Ucap Azzam.
"Oke kalau begitu, nenek tunggu di bawah ya."Ucap nenek mencium kening Rain dan pergi meninggalkan Rain dan Azzam.
"Ada yang mau kamu sampaikan?" Tanya Rain.Saat di dekat pintu, Rain memanggil Azzam.
"Sepertinya kamu yang mau menyampaikan sesuatu." Ucap Azzam sambil tersenyum sinis.
"Jangan harap aku minta maaf ke kamu, aku ga ada salah sama kamu." Ucap Rain cemberut.
"Siapa juga yang menunggu itu, ya sudah ini ponsel kamu aku simpan di atas meja, aku sudah charge jadi kamu bisa mengabari aku kalau perlu sesuatu." Ucap Azzam sambil menyimpan hp dan minum di atas meja.
"Iya cerewet" Jawab Rain kesal.
"Kamu tinggal bilang kalau tidak mau sendiri disini." Ucap Azzam.
"Untuk apa. Dari dulu aku terbiasa sendiri." Ucap Rain.
"Ya sudah aku pergi, nanti ada Sinta dan Rony kesini, jadi kamu tidak perlu khawatir." Ucap Azzam sambil melangkah keluar.
"Zam..." Panggil Rain kepada Azzam.Azzam pun pulang ke rumah, untuk membawa perlengkapan Rain menginap di rumah sakit, nenek saat itu beristirahat dulu karena merasa lelah.
"Ya? Ada apa Nay, eh Rain?" Jawab Azzam.
"Terimakasih." Ucap Rain sambil menengok ke arah yang berlainan karena malu.
"Ya... Sama-sama.." Ucap Azzam sambil tersenyum dan pergi meninggalkan Rain.
Azzam paham betul, bahwa dirinya harus bertanggung jawab atas Rain, semenjak Rain di pertemukan kembali 2 tahun lalu, Azzam sudah berjanji akan selalu menjaga Rain. Mengingat berpuluh-puluh tahun di pisahkan membuat Azzam takut untuk kehilangan Rain kedua kalinya.
Rain sangat menghargai khawatir nya Azzam, dia sudah menganggap Azzam sebagai kakaknya sendiri karena berbeda 2 tahun di atasnya.
Meskipun dari dua keluarga berbeda, tapi ada nenek yang membuat mereka menyatu. (baca kisahnya di episode 1), sehingga mereka bisa tumbuh dan menjadi pembisnis sukses di usia muda.
Comments
Post a Comment