Diary Alenna - Kita Jadian (Episode - 4)
Tak terasa tiba waktuku untuk meninggalkan Pulau Bali ini, tinggal dua hari lagi aku bisa menikmati senja di Pulau nan indah ini. Aku harus segera melanjutkan petualangan hidupku, begitu juga pendidikanku.
Hari ini, Alga berjanji akan mengajakku makan malam, katanya sih makan malam biasa. Semenjak terakhir aku jala-jalan dengannya, seperti biasa aku hanya bisa melihatnya di pantai sedang berseluncur karena dia atlet seluncur. Selain itu Alga memiliki banyak penggemar yang menyulitkan dirinya untuk bertemu denganku.
Tapi bukan Al namanya jika tidak melakukan tindakkan nekat, contohnya dua hari lalu, saat sedang pengambilan foto majalah, ia sempat-sempatnya mencuri waktu hanya untuk bertemu denganku. Seorang Alenna, warga biasa, bisa membuat Alga yang terkenal melakukan hal seperti itu jadi kebanggaan tersendiri.
Aku bersyukur, sebelum aku pergi, aku bisa bertemu dengan Alga. Entah jika nanti aku pergi, Alga akan tetap sama atau tidak, yang pasti aku masih sangat suka situasi seperti ini.
Kembali pada kegiatan hari ini, hari ini aku akan pergi ke panti asuhan, seperti rencana awalku, aku ingin kekakyaan yang Tuhan kasih ke keluargaku tidak terbuang dengan sia-sia. Aku pergi sendiri dengan membawa ratusan bingkisan dan amplop berisi uang, tidak lupa aku beli sumbangan sembako untuk kebutuhan panti asuhan dan tunjangan untuk para penjaga disana.
Hatiku sudah bertekad bulat untuk berangkat, dan tinggal menunggu supir memanaskan kendaraannya.
"Mba Ale, sudah panas mba, mau mba bawa sendiri atau gimana?" Tanya supirku.
"Antarkan aku ya pak, sesampainya disana bapa boleh pulang." Ucapku.
"Baiklah mba kalau begitu, silahkan masuk mba. " Ucap supirku.
Dan kami pun berangkat.
Setibanya disana, supirku segera kembali kerumah, dan aku terus melanjutkan ke dalam panti, disana barang-barang yang aku pesan sudah tiba, mereka tinggal menungguku. Ini adalah kegiatan yang biasa ku lakukan-sehingga tidak terlalu sulit mengatakannya di depan publik. Tapi saat aku mau masuk, ada hal janggal disini, ada banyak wartawan dan sebentar rasanya aku tidak asing melihat dia dari belakang. Rere!
"Rere?" Tanyaku dari belakang.
"Ya? Mau minta tanda tangan?" Jawabnya sambil membalikan badannya.
"Ngapain disini?" Tanyaku.
"Eh, kamu yang kemarin itu kan? Ya aku lagi adain kegiatan sosial lah disini, kamu ngga lihat itu barang disana? itu semua dariku loh, hei kalian wartawan catat dan rekam baik-baik ya." Ucap rere sambil menunjuk ke barang-barang yang sebenarnya itu adalah milikku.
"Kegiatan sosial? Disini? Aku miris deh sama kamu!" Ucapku sambil memandang sinis padanya dan segera menjauhinya.
"Kurang Ajar! Ngomong apa kamu tadi hey orang biasa!" Teriak Rere di depan wartawan.
"Kamu bilang ke aku?" Ucapku sambil membalikkan badanku dan segera melanjutkan langkahku menuju aula utama.
Aku pun masuk ke dalam aula, ku lihat dari pantulan jendela, sepertinya Rere hendak menarikku. Dan benar saja, sebelum aku masuk ke dalam aula, tepat di depan pintu, aku di tarik olehnya dari belakang. Dan, tanpa persiapan, akupun tertarik dan terjatuh. Jika tidak ingat Alga, mungkin detik ini juga akan aku balas dia.
"Hey orang biasa, kamu itu bilang apa tadi? Wah jangan-jangan kamu tinggal disini ya? Apa kamu penjaga disini?" Ucapnya sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arah wajahku.
Aku langsung berdiri dan bilang di depan wajahnya.
"Aku, tadi bilang, miris!" Ucapku sambil melanjutkan langkahku masuk ke dalam aula, karena anak panti menungguku.
"Hey, enak aja bilang kaya gitu!" Ucap Rere sambil menarik lenganku.
"Ada apalagi?" Tanyaku.
"Kamu, ngga usah so' so' an, kamu ngga usah masuk kesitu, karena aku gak akan kasih semua barang itu ke kamu!" Ucap Rere dengan nada tinggi.
Aku sudah mulai tak sabar, kamera semua merekam kejadian tersebut, rasanya jika dia bukan teman Alga mungkin aku sudah kehilangan kesabaran.
Hmmmm.
"Saya, sangat terimakasih kepada kamu, kalau sudah memberikan barang-barang itu kepada mereka." Ucapku sambil menunjuk ke arah barang-barang yang sebenarnya adalah milikku.
"Oh iya sama-sama". Ucap Rere sambil melotot ke arahku.
"Tapi, aku sangat miris saat kamu bilang mau kasih seperti itu." Ucapku ke arahnya.
Rere terlihat marah, dan hal memalukan itu terjadi, Rere menamparku.
Praaaak!! di depan kamera Rere tampar aku, astaga, rasanya aku butuh Alga disini.
Saat itu hanya bisa memegang pipi kananku sambil menangis.
"Kenapa kamu nangis? Mau ngadu ibu panti?" Tanya Rere dengan melotot ke arahku.
"Aku sudah hilang kesabaran!" Ucapku dalam hati.
"Kenapa lihat aku seperti itu? Tanya Rere sambil melotot.
"Kamera itu sangat mengangguku." Ucapku dalam hati.
Tidak lama, Ibu panti asuhan datang, bersama dua orang yang tak asing. Siapa lagi kalau bukan Diaz, dan Alga. Akhirnya orang yang aku tunggu datang juga.
"Mbak Rere ada apa?" Tanya Ibu Panti.
"Tolong usir dia dari sini Bu! Aku akan bayar berapapun asal dia keluar dari sini!." Ucap Rere sambil nada tinggi.
"Kenapa sih Re, itu kan Alenna?!" tanya Diaz sambil memegang pundak Rere.
"Iya, siapa sangka kalau dia anak panti sini yang tidak tahu sopan santun!" Ucap Rere dengan senyum sinis.
"Al, kamu ngga kenapa-kenapa? Kenapa kamu nangis?" Tanya Alga padaku.
"Alga, kamu ngapain malah nanyain dia, jelas-jelas dia yang buat aku marah-marah seperti ini!" Ucap Rere dengan nada manja pada Alga.
Saat itu aku hanya bisa mengepalkan tangan, rasanya tanganku sudah tidak sabar ingin menutup mulut Rere.
"Mbak Rere, saya disini hanya ingin menjelaskan, saya tidak bisa mengusir non Alenna dari sini." Ucap ibu panti.
"Kenapa bu? Aku juga tidak mau kasih semua barang itu untuk dia! Terus kenapa ibu panggil dia Non?! Dia sudah tidak sopan disini, dia bilang saya miris ngasih barang-barang yang begitu banyaknya untuk anak-anak disini, padahal saya sudah ikhlas memberi barang ini untuk panti ini bu, bukan kah sangat miris, artis seperti saya ini di berikan sikap tidak baik seperti itu? Tolong wartawan catat dan rekam wajahnya" Ucap Rere dengan nada tinggi ke arah wartawan.
"Iya mbak tenang dulu, saya tidak bisa mengusirnya karena......" Jawab ibu panti yang belum selesai, di potong oleh Diaz.
"Sebentar, ngomong apaan sih Re? Barang-barang apa? Barang kita itu belum pada datang, kamu ngawur deh, itu gatau deh punya siapa?!" Ucap Diaz sambil menunjuk ke arah barang-barang tersebut.
"Itu yang mau saya jelaskan Mbak Rere, bahwa Non Alenna ini sudah rutin menjadi donatur disini, dan itu barang-barang yang akan di sumbangkan oleh Non Alenna untuk panti disini." Penjelasan ibu panti itu menampar keras ke wajah Rere.
Rere hanya bisa terdiam, kamera semua tertuju pada Rere. Saat itu aku hanya masih terdiam dan menangis, tapi untung saja ada Alga yang memegang pundakku.
"Puas kamu? begitu banyak wajah palsu kamu yang kamu bongkar sendiri disini." Ucapku sambil melanjutkan jalan ke dalam aula.
"Sialan! Heh, Alenna!" Teriak rere dari belakangku.
Tapi aku tetap melanjutkan langkahku ke dalam aula sendirian, karena anak-anak panti sudah menunggu terlalu lama. Di dalam sana aku membagikan semua barang yang sudah aku siapkan, sedangkan di luar aula, aku lihat Alga dan Diaz sedang mencoba klarifikasi pada wartawan, dan aku lihat Rere hanya bisa terdiam disana.
Tidak terasa dua jam aku bersama anak-anak panti di dalam aula, tertawa menari, bernyanyi dan bercerita bersama. Tiba waktuku berpamitan, dan anak-anak kembali ke dalam kamarnya. Ketika aku keluar aula, ku lihat, Alga, Rere, Diaz, dan bersama wartawan sudah tidak ada di luar, akupun berpamitan dengan ibu panti dan bersiap untuk pulang.
Sebelum aku menuju gerbang, ku lihat ada mobil yang terparkir di depan Panti, tidak tahu mobil siapa, tapi sepertinya mobil itu sedang menunggu seseorang, akupun asik memainkan Hp, sambil menunggu mobil yang menjemputku. Tanpa sadar pintu mobil yang terparkir itu terbuka, dan ternyata itu Alga.
"Al..." Panggil Alga.
"Alga... Sedang apa? " Ucapku dengan nada lemah.
"Yuk masuk, aku mau menepati janji aku." Ucapnya dengan lembut.
Akupun mengangguk, dan segera masuk ke dalam mobil mewah tersebut. Dan mobilpun segera melaju. Disepanjang jalan, aku dan Alga hampir saja saling diam. Dan Alga yang lebih dulu membuka percakapan.
"Maafkan aku Al, tadi aku gak bisa melakukan apapun." Ucap Alga sambil menyetir.
"Oh, ngga kok, itu bukan masalah besar." Jawabku.
"Itu besar untuk kami." Ucap Alga.
"Kami?" Tanyaku.
"Iya, karena ada kamera disana, sikap asli Rere terekspos, aku gak tahu kalau kamu suka ke panti asuhan itu Al. Aku yang kasih rekomendasi sama Rere dan Diaz untuk buat kegiatan sosial disana." Ucap Alga.
"Aku juga salah, tidak bercerita soal ini, itu bukan salahmu, aku hanya tidak suka dengan Rere." Ucapku.
"Al, Aku, Diaz, dan Rere itu bersahabat, kami kemana-mana selalu bersama, jika kamu tidak suka dengan Rere, itu adalah posisi sulit untukku." Ucap Alga.
"Posisi sulit? Al, aku tadi di tampar dia!" Ucapku dengan nada marah.
"Tapi kan, karena kamu yang menamparnya duluan." Ucap Alga.
"Nampar dia? untuk apa? terus kamu percaya? Alga, aku itu mencoba bersikap halus pada Rere, karena aku pikir itu bakal merusak nama kamu, kalau kamu percaya sama Rere, lebih baik tadi aku tampar dia aja sekalian, orang tua mana yang suka lihat anaknya di tampar Al?!" Tanyaku dengan nada marah.
"Jadi, cerita sebenarnya gimana? harusnya kamu ngga usah nutupi hal itu, kalau kamu marah, kamu balas saja Rere, jangan pedulikan aku Al, jangan jaga nama baikku, tapi kamu sendiri terluka." Ucap Alga.
"Terserah kamu percaya atau ngga sama aku, yang jelas, aku sama sekali ngga nampar dia, kamu bisa lihat aja rekaman yang ada di wartawan sebagai bukti, ini sudah permainan fisik, harusnya aku yang menuntut Rere." Ucapku dengan nada tinggi.
"Maaf Al, aku tadi sempat ngga percaya sama kamu, maaf kamu malah jadi terluka hanya gara-gara aku." Ucap Alga dengan nada bersalah.
"Turunin aku disini aja Al." Ucapku dengan nada lemah.
"Kenapa disini? Kita belum sampai." Ucap Alga.
"Dua hari lagi aku tinggal disini, dan hari ini kamu membuat hari yang buruk Alga. Mungkin ini jawaban yang terbaik dari doa ku, bahwa aku ngga bisa dekat dengan kamu." Ucapku.
Mobilpun berhenti. Saat itu Alga terdiam. Dan aku keluar dari mobil. Aku segera pulang ke rumahku, dan aku lihat mobil Alga masih diam di tempat yang sama.
Entah Alga sudah pulang atau belum, setelah aku sampai di rumah, Alga sama sekali tidak memberi kabar padaku. Rencana makan malam saja gagal. Ini gara-gara kejadian tadi siang. Hari terus menuju malam, aku pun mulai menarik selimut dan siap untuk tidur.
Esok harinya, aku di buat terkejut oleh pembantu di rumah yang berteriak dari luar pintu.
"Non Alenna, Non!!!" Ucap pembantu dari luar pintu kamar.
"Duh,,, ada apa sih." Ucapku sambil menutup wajah dengan bantal.
"Non..!! Lihat siaran di TV non, ada non Alenna!" Ucap pembantuku.
Mendengar hal tersebut, mataku langsung terbuka lebar, dan aku langsung menyalakan TV di rumah.
Ku lihat ada tayangan Alga disana sedang konferensi pers. Rekaman kejadian kemarin di putar secara utuh oleh Alga.
Ketika itu aku melihat Alga sedang menjelaskan detail kejadian kemarin, ada sesuatu ungkapan yang membuatku terkejut, sangat terkejut!
"Saya, Diaz dan Rere memohon maaf terkait tindakan memalukan yang terjadi kemarin, kepada pihak wartawan saya harap bisa belajar dari pengalaman yang terjadi kemarin, sekali lagi Manajemen RAD meminta maaf kepada seluruh warga terutama penggemar dari RAD sendiri untuk tidak mencontoh sifat dan sikap tercela kemarin. Dan yang terakhir, saya ingin memberikan pengumuman, bahwa sosok Alenna yang sudah kalian lihat tadi di video yang diputar, tidak memberi perlawanan karena dia adalah Pacar saya, dia ingin menjaga nama baik saya. Sekian Terimakasih. Saya mohon pamit." Ucap Alga saat wawancara di TV.
Saat itu aku hanya bisa melamun, dan menatap ke arah TV, tidak sadar HP ku di atas kasur berdering, panggilan masuk dari 'My Al' .
Comments
Post a Comment