Rain - Your Day (Episode ke - 16)

Pagi ini Rain terbangun, dan saat tersadar ia sudah berada di kamarnya. Yang ia pikirkan pertama adalah Azzam.
"Azzam kemana?" Tanya Rain dalam hati.
Rain pun segera bersiap-siap. Namun salah satu pelayan di rumahnya masuk ke kamar.
"Mba Rain sudah bangun? Syukurlah." Jawab Pelayan tersebut.
"Loh memang kenapa mba?" Tanya Rain.
"Mba Rain sudah tidur dua hari." Ucapnya.
"Serius mba? yasudah saya mau langsung siap-siap ya mba." Ucap Rain.
"Tidak mba, mba harus tetap istirahat, nanti nenek mau menjenguk kesini, nenek masih dilantai bawah." Ucap pelayan tersebut.
Tidak lama nenek datang dan masuk ke kamar Rain.
"Gimana keadaanmu Nay?" Tanya nenek sambil mengusap kepala Rain.
"Alhamdulillah nek, sudah membaik." Jawab Rain.
"Azzam sangat khawatir dengan keadaanmu, lain kali jangan bermain hujan lagi." Ucap nenek.
"Iya nek, maaf ya nek." Ucap Rain.
"Ya sudah, bi tolong siapkan sarapan untuk Rain. Rain, nenek mau melihat keadaan kantor sekarang, nenek pikir nenek sudah cukup sehat sekarang." Ucap Nenek.
"Nenek tidak di rumah saja menemani Anaya?" Tanya Rain.
"Tidak, nenek tidak enak pada karyawan lain, karena sudah cukup lama tidak ke kantor, lagi pula nenek sudah memberi kabar pada Azzam mau ke kantor sekarang." Ucap nenek.
"Ya sudah, nenek hati-hati nek." Ucap rain.
"Iya nenek berangkat dulu ya Nay" Ucap nenek sambil mengecup kening Anay.
Tidak lama, nenek keluar kamar, dan Rain kembali berbaring di kasur. Pelayan pun keluar kamar untuk menyiapkan sarapan Rain.
Rain masih bertanya-tanya mengapa dia bisa sampai tertidur dua hari lamanya. Dia masih tidak ingat dan masih cukup lemas untuk mencari informasi, mungkin dia akan bertanya pada Azzam saja nanti, jika Azzam sudah pulang kantor.
Rain kebosanan, dan dia lebih memilih untuk berjalan ke halaman rumahnya yang bak istana itu. Dia berjalan-jalan di ikuti oleh dua orang pelayannya. Karena rumah Rain terdapat tiga lapis gerbang rumah, maka ia berjalan cukup di halaman pertama saja tidak melewati gerbang kedua dan ketiga rumahnya.
Pemandangan rumah yang bak istana tersebut, baru ia nikmati saat ini ketika ia sakit, karena tiap hari harus bekerja di kantor. Pemandangan yang indah, bunga yang bermekaran, dan hewan-hewan peliharaan beragam ada di halaman rumahnya.
Rain terus berkeliling, disana terdapat banyak sekali payung, sehingga jika sewaktu-waktu turun hujan, Rain bisa langsung terlindungi tanpa kambuh alerginya.
Rain terus berkeliling dan duduk di taman. Dia memandangi rumah yang beberapa tahunke belakang ini menjadi tempat tinggalnya. Rumah besar seperti istana.
Setelah puas berkeliling, rain memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Dan ketika ia hendak masuk ke rumah, mobil Cooper milik Azzam sudah terparkir di depan pintu rumah, melihat mobil Azzam ada, Rain langsung berlari dan memastikan apakah Azzambenar pulang atau tidak. Setelah Rain masuk, benar saja Azzam baru turun keluar dari lift rumahnya.
"Azzam!" Teriak Rain.
"Dari mana kamu? Aku cari ke kamar tidak ada." Ucap Azzam.
"Aku berkeliling tadi, mumpung sedang libur. Hhehe " Jawab Rain sambil tersenyum.
"Gimana keadaan kamu sudah pulih?" Tanya Azzam.
"Sudah lebih baik, ada apa Zam? Tanya Rain.
"Ini aku mau minta tanda tangan, karena ada urusan perusahaan yang perlu tanda tangan kamu juga. oh iya malam ini aku harus keluar kota naik kereta, karena pesawat perusahaan sedang diperbaiki, kamu dengan nenek di rumah baik-baik, jangan terlalu capek. Aku seminggu disana sepertinya. Nanti kalau ada apa-apa...." Azzam terus berbicara namun terhenti ketika Rain berbicara.
"Stop! Aku ikut!" Ucap Rain.
"Tidak Rain kamu baru saja pulih!" Ucap Azzam.
"Tidak, aku ke atas sekarang, aku siap-siap, nanti aku telepon Sinta untuk menyiapkan tiket ku dan kamu." Ucap Rain.
"Jangan Rain. Aku tidak mau kamu kelelahan. Sekarang sudah mulai musim hujan." Ucap Azzam.
"Zam aku ingin ikut. Jangan karena aku punya penyakit seperti ini, kamu jadi tidak mengizinkanku ikut." Ucap Rain dengan wajah memelas.
"Hmmm, baiklah, tapi kamu harus mendengarkan aku kalau disana." Ucap Azzam.
"Assyyiik! Okay aku siap-siap dulu." Ucap Rain.
"Bawa barang seperlunya, karena aku ga akan bantu kamu bawa itu." Ucap Azzam.
"Ih, dasar Azzam jahat! Huh.. Lihat saja aku tidak akan merepotkan ko." Ucap Rain.
"Ya sudah sana, aku mau kembali ke kantor dan urus semuanya, tiket biar aku saja yang urus. Anggap saja ini liburan untukmu." Ucap Azzam.
"Okay Zam!!! tapi nenek gimana?" Tanya Rain.
"Nanti aku yang bilang ke nenek. ya sudah kamu bersiap-siap kita berangkat sehabis maghrib ya." Ucap Azzam.
"Sip!" Ucap Rain sambil berlari menuju lift untuk ke kamarnya. 
Azzampun kembali kekantor, dan Rain segera bersiap-siap. Setelah semua sudah siap, Rain langsung menghubungi Azzam.
"Zam, aku sudah siap, aku harus kemana?" Tanya Rain. 
"Sudah tenang saja, nanti ada mobil kantor yang menjemput, kita berangkat pakai kereta, kita bertemu disana saja." Ucap Azzam. 
"Jangan lama-lama Zam." Ucap Rain.
"Iya bawel. Aku berangkat sebentar lagi." Ucap Azzam. 
Tidak lama supir kantor menjemput dan mengantar Rain ke stasiun. Disana Rain menikmati perjalanan menuju ke kereta, semua perlengkapan dan obat sudah dia bawa. Tibalah Rain di stasiun, ternyata Azzam sudah menunggu disana. 
"Lihat, kamu yang lama kan?" Tanya Azzam. 
"Tadi macet zam." Ucap rain sambil memperbaiki kerudung dan ranselnya. 
"Loh ko ga bawa koper? malah ransel gitu." Ucap Azzam. 
"Aku malas Zam. Mending gini, langsung di gendong" Ucap Rain. 
"Turunin, kalau nggak aku marah. Belum apa-apa buat aku kesal." Ucap Azzam sambil menarik ransel Rain. 
"Ih aku aja, nanti kamu berat." Ucap Rain. 
"Aku kan bawa koper, jadi ini bisa aku gendong." Ucap Azzam. 
"Yaudah ini, yuk kita naik kereta, aku udah tukar tiketnya, oh ya berapa jam kita sampai sana?" tanya Rain. 
"Kita 12 jam sampai, nanti disana akan ada yang jemput, aku sudah atur semua." Ucap Azzam. 
"okay, let's go!!" Ucap rain. 
Merekapun menaiki kereta. Dan keretapun melaju. Kereta malam memang paling nyaman, hening. Namun terasa sangat dingin. Rain yang masih asyik mendengar mp3 langsung melepas headset nya ketika Azzam menyenggol sikut Rain.
"Ada apa zam?" Tanya Rain. 
"Kamu lapar ga? Aku pesankan makan ya?" tanya Azzam.
"Tidak." Ucap Rain. 
"Ya sudah istirahat, kamu kan masih belum sehat." Ucap Azzam. 
"Iya aku tidur, jaga tas ku ya!" Ucap Rain sambil tersenyum lebar. 
Akhirnya Rain tertidur, namun ada yang mengganjal di hati Azzam, entah apa yang membuatnya gelisah di dalam kereta, apakah kesehatan Rain? bukan sepertinya, dan akhirnya Azzam memutuskan untuk tidur. Tidak terasa akhirnya mereka sampai di kota tujuan mereka, mereka turun di stasiun, lokasi stasiun tepat di tengah sawah, sehingga udara disana langsung tercium segar, pemandangan desa yang tidak biasa, seolah memang benar ini adalah tempat Rain untuk pemulihan. 
Tidak lama ada seorang bapa tua menghampiri mereka berdua. Lalu memanggil Azzam. 
"Nak Azzam?" tanya bapa tersebut. 
"Bapak? Akhirnya bertemu juga, bapak sehat?" tanya Azzam sambil memeluk erat bapak tua tersebut. 
"Alhamdulillah sehat, siapa ini nak? istrimu?" tanya Bapak. 
"Oh bukan pak, adikku, yang aku sudah ceritakan lama. Ren kenalkan ini bapak Farel, dia yang sempat menjamu aku dulu, ketika aku kesini seorang diri." Ucap Azzam. 
"Oh ya, salam kenal pak. Saya Rainy." Ucap Rain sambil salam pada bapak tersebut. 
"Ya sudah mari kita istirahat di rumah bapak. Biar bapa bawa tasnya." Ucap bapak tersebut. 
"Wah biar saya yang bawa pak. Saya juga rindu masakan ibu." Ucap Azzam sambil berjalan menuju mobil tua milik pak Farel.
Merekapun masuk ke dalam mobil, mereka berbincang menceritakan masa lalu Azzam awal bertemu dengan pak Farel. 
Tidak terasa, perjalanan selesai, dan mereka tiba di rumah Pak Farel, ketika sampai, Azzam langsung memeluk erat Mbok Tiah. 
"Ah, aku rindu mbok. kenalkan ini Rain." Ucap Azzam.
"Mbok juga rindu, mbok sudah siapkan makanan nak Azzam. Siapa wanita ini, cantik sekali nak" Ucap mbok. 
"Perkanalkan saya Rainy mbok" Ucap Rain. 
"Ya sudah mari kita masuk, kita bicara di dalam." Ucap pak Farel.
Dan mereka berempat masuk ke dalam rumah. 
"Mana Riko mbok?" tanya Azzam. 
"Sebentar lagi juga pulang, dia sudah bekerja di kantor kelurahan sekarang." Ucap mbok. 
"Siapa Riko Zam?"Tanya Rain. 
"Dia anak mbok Tiah. Teman mainku dulu saat disini." Ucap Azzam. 
"Sebentar deh, kayanya aku ga asing sama nama pak Farel." Ucap Rain. 
"Gimana ga asing, setiap bulan kan kantor kita mengirim uang ke pak Farel untuk menghidupi panti asuhan disini." Ucap Azzam. 
"Oh iya, aku ingat sekarang." Ucap Rain. 
"Jadi, nak Azzam mau minta antar kemana nanti?" Tanya pak Farel.
"Saya sih kebetulan ada perlu pak dengan orang yang mau membangun infrastruktur disini, mereka minta uang kepada kami, asalnya mereka yang mau datang, hanya aku sudah lama tidak kesini, jadi ku putuskan aku yang kesini. Mungkin besok aku akan bertemu dengan orangnya, aku sengaja tidak minta pengawasan nenek, biar bisa bebas disini, jadi pak Farel dan mbo Tiah, aku minta tolong besok temani Rain berkeliling disini selagi menunggu aku bertemu teman." Ucap Azzam.
"Nak Azzam, apakah yang di maksud nak Azzam adalah orang yang mau membangun jembatan besar?" Tanya Pak Farel. 
"Iya pak betul, apakah ada masalah??" tanya Azzam. 
"Mereka membeli sawah kita semua nak, tapi sampai saat ini, belum ada yang membayar kami." Ucap Pak Farel.
"Apa benar begitu?" Tanya Azzam.
"Iya nak, tetangga mbok ada yang sampai memohon demo kesana, di tengah hujan, perusahaan itu tetap tidak mau membayar, padahal asalkan mereka menyicil, warga pasti setuju." Ucap mbo Tiah. 
"Ya sudah, itu biar jadi urusan ku nanti. mbok dan pak Farel tenanh saja ya." Ucap Azzam.
"Ya sudah, karena hari masih sangat pagi, aku mau ke kamar, untuk istirahat pak." Ucap Azzam. 
"Iya, kami sudah siapkan kamar untuk nak Rain dan nak Azzam, kamar kalian di pojok sana belok kanan." Ucap Mbo Tiah. 
"Terimakasih ya mbok." Ucap Azzam dan Rain. 
Mereka pun beristirahat ke kamar masing-masing. Tibalah waktu siang, mereka berkumpul ke meja makan, terlihat ada lelaki tampan duduk diteras, ia memperhatikan Rain yang sedang berjalan menuju meja makan, namun ada yang menjadi heran ketika lelaki tersebut melihat pria di samping Rain. Dan lelaki tersebut baru menyadari. 
"Azzam??!!" Panggil lelaki tersebut.
"Riko!!!?" teriak Azzam. 
Merkea berpelukan, sangat haru.
"Sudah lama sekali, ini siapa Zam? sangat cantik." Tanya Riko.
"Rain, Rain ini kenalkan teman kecilku Riko." Ucap Azzam. 
"Hay, aku Rain, salam kenal Rik! oh ya mbok mana?" Tanya Rain. 
"Salam kenal juga Rain. Tadi sih di dapur." Jawab Riko.
"Sudah tenang, yuk kita sudah berkumpul semua, kita makan ya." Ucap Mbok Tiah yang baru datang dari dapur. 
Akhirnya mereka berlima makan di meja makan, setelah itu, mereka langsung beristirahat ke ruang TV. Namun Riko ia langsung pergi ke belakang membawa alat pancing. 
"Zam, come on!" Ucap Riko sambil memberikan alat pancing milik Azzam yang dulu pernah ia beli bersama Riko.
"Wah sudah lama sekali, Rain gimana mau ikut?" Tanya Azzam. 
"Ayo, aku ikut, aku mau belajar mancing juga!" Ucap Rain. 
"Yasudah kalian semua pergi saja memancing, pakai motor pak Farel, tapi hati-hati, sudah mendung, sepertinya akan turun hujan." Ucap Mbok Tiah.
"Siap mbok!" Ucap Azzam, Riko dan Rain. 
Akhirnya merekapun berangkat. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan Raline, gadis cantik pujaan desa setempat. 
"Mau kemana Ko?" Tanya Raline.
"Mancing di kolam Situ Hijau, mau ikut?" Tanya Riko.
"Apa boleh?" Tanya Raline sambil melirik ke arah Azzam dan Rain.
"Ikut saja!" Ucap Rain. 
"Oke deh" Jawab Raline. 
Merekapun pergi berempat, siapa sangka yang membuat Raline ingin ikut adalah Azzam, sepertinya Azzam tidak ingat kalau Raline adalah temannya waktu kecil juga, yang sempat menyukai Azzam. 
Setibanya di kolam Situ Hijau, Azzam langsung berjalan bersama Rain, dan Riko berjalan bersama Raline. Namun Raline yang sangat penasaran ia memanggil Azzam. 
"Azzam. Kamu tidak ingat aku?" tanya Raline. Dan Azzampun menoleh ke belakang. 
"Sebentar, memang kamu siapa?" Tanya Azzam.
"Aku Aline, ingat ga dulu aku yang kamu selamatin saat mau tertabrak mobil desa." Ucap Alin. 
"Alin? Ya ampun, kamu jadi semakin cantik, aku sampai pangling melihat kamu, aku kira kamu teman Riko, Wah Ko kamu parah ga ingetin aku, sehat kamu Lin?" Tanya Azzam.
"Aku sehat Zam, wah banyak yang ingin aku ceritakan, ayo kita sambil jalan." Ucap Alin dan Azzam sambil berjalan duluan, dan meninggalkan Rain dan Riko di belakang.
Terlihat Rain tampak kesal disitu. Namun Rain mencoba menerima karena bagaimanpun Raline adalah teman masa kecil Azzam. 
 "Rain bagaimana disini, betah?" Tanya Riko. 
"Ya, lumayan betah. Yuk kita mulai mancing!" Ucap Rain sambil mengangkat pancingannya. 
Akhirnya Rain dan Riko memasang tenda dan menyiapkan pembakaran untuk masak-masak nanti, setelah siap, Rain dan Riko mulai asik memancing, begitupun Azzam asik mengobrol dengan Alin sambil memancing. Terlihat sekali bahwa Riko mulai menyukai Rain, begitupun Rain melihat Alin seperti menyukai Azzam. 
Tidak terasa waktu semakin petang, dan akhirnya merekapun pulang. Namun ada yang berbeda saat pulang, Alin memaksa Azzam untuk naik motor bersama sambil bercerita, terpaksa Rain naik motor bersama Riko. Meskipun Riko mungkin merasa senang, namun nampak jelas bahwa Riko menyadari Rain terlihat sedih melihat Azzam yang begitu akrab dengan Alin. 
Setibanya di rumah, Rain langsung masuk ke dalam kamar, tanpa senyum dan pamit. Entah Azzam pergi kemana, sepertinya ia mengantar Alin ke rumahnya lebih dulu.
Ketika Azzam sampai di rumah, ternyata Rain sudah masuk ke dalam kamar, dan mengunci diri. hingga esok hari, Rain masih berdiam diri di dalam kamar. 
 "Rain keluar dong, aku mau pergi nih, Alin mau mengantar aku, kamu mau ikut?" Ucap Azzam memanggil Rain dari luar kamar. 
Namun tidak terdengar suara Rain, dia tidak menjawab, padahal posisinya Rain sudah bersiap untuk pergi, lalu Azzam memutuskan untuk pergi karena hari sudah semakin siang, dan Rain hanya mampu melihatnya dari jendela kamar. Rain melihat Azzam pergi bersama Alin menggunakan motor desa.
Rain mulai merasa kesal, akhirnya Rain memutuskan keluar kamar dan mengajak Riko, mbok Tiah, dan pak Farel utnuk pergi berkeliling. 
Akhirnya mereka pun berjalan-jalan bersama. Rain sengaja tidak mengaktifkan ponselnya, saking kesalnya dengan Azzam. Azzampun tidak berusaha menghubungi Rain, sehingga Rain berusaha untuk melupakan Azzam pada hari itu. 
Merekapun bermain ke tempat wisata desa, dengan pemandangan gunung dang sungai yang sangat indah. Mereka membawa perbekalan dan makan bersama, nama lokasi wisata disana itu Wisata Tanah Subur, tidak aneh namanya itu karena memang di tumbuhi tanaman yang sanagt indah, hari sudah petang dan tidak ada kabar dari Azzam, Rain sudah mulai malas mencari tahu kabar Azzam. 
Namun hari hujan, disana tidak ada tempat berteduh yang luas, mereka berteduh di bawah pendopo kecil yang hanya cukup untuk 3 orang. 
"Rain pakai jaket aku." Ucap Riko.
"Nanti kamu dingin Ko." Ucap Rain. 
"Ngga ko, tanang aja, ibu dan bapak kedinginan? Maaf ya aku tidak mengingatkan kalian untuk pulang." Ucap Riko.
"Sudah tidak apa nak, kita berteduh dulu saja" Jawab Pak Farel. 
"Eh, Nak Rain ko pipi nya merah ruam seperti itu?" Tanya Mbo Tiah.
"Ah, ini. aku alergi air hujan mbok." Ucap Rain.
"Serius Rain? Ini cepat pakai jaket aku, astaga kenapa kamu gak bilang." Kamu tunggu disini ya, aku cari payung." Ucap Riko. 
"Ga usah ko, aku masih kuat." Ucap Rain.
"Ngga, tunggu dengerin kata aku." Ucap Riko sambil berlari mencari orang yang berjualan atau menjual payung.
Riko juga sambil menghubungi Azzam, karena khawatir melihat Rain yang sudah mulai pucat. Namun Azzam tidak mengangkat teleponnya, pada akhirnya Riko hanya bisa mengirim pesan singkat pada Azzam. Riko pun terus mencari, namun keadaan Rain semakin memburuk, mbok Tiah dan Pak Farel merasa khawatir terjadi sesuatu. 
"Mbok tolong panggilkan aku dokter, dan ambilkan obat di tas aku." Ucap Rain semakin lemah sambil berjongkok.
Riko masih belum juga datang, sudah hampir satu jam ia disana. Dan terlihat Riko datang membawa jas hujan. 
"Rain, ini pakai ini." Ucap Riko sambil basah kuyup memberikan jas hujan.
"Terimakasih ko. Ko, aku sepertinya sudah tidak kuat berjalan, lebih baik kalian lebih dulu masuk ke mobil." Ucap Rain memperlihatklan alergi di kakinya.
"Ya ampun sudah mulai ke atas ya Rain, pakai ini dulu ya, nanti biar aku yang gendong" Ucap Riko.
"Jangan" Ucap Rain sambil memakai jas hujan. 
Setelah Rain menggunakan jas hujan, Riko memaksa Rain agar mau ia gendong. Akhirnya mereka memutuskan ke mobil sebelum hari semakin gelap, sebelum Rain semakin parah. 
Rain pun di gendong di punggung Riko, terlihat alerginya sudah ke tangan kanan nya. 
"Ibu sudah telepon dokter?" Tanya Riko.
"Sudah, ibu telepon pak Doni agar ke rumah kita, ibu khawatir sama nak Rain." Ucap Mbok Tiah sambil menangis memeluk Rain.
"Tenang bu, semoga tidak kenapa-kenapa" Ucap Riko.
Akhirnya mereka berhasil masuk ke dalam mobil, dan berhasil membawa Rain ke rumah, disana sudah ada dokter yang memeriksa, dan langsung menghubungi dokter pribadi Rain, syukurlah Rain mendapat penanganan cepat, tidak lama dari situ dokter memutuskan pulang, dan menyarankan Rain untuk tidak banyak bergerak dan makan macam-macam, mengingat banyak nya alergi yang di derita olehnya. Setelah semua beristirahat, Riko terlihat menemani Rain, ia terlihat khawatir menunggu Rain yang sedang terbaring. Tidak lama Riko tertidur di kursi sambil menunggu Rain, beberapa waktu berlalu Azzam datang dan langsung masuk ke dalam kamar. 
"Rain!!!" Panggil Azzam. Dan Rain pun langsung terbangun, begitupun Riko.
"Bisa ga sih Zam, ga usah teriak? Kemana aja kamu di saat Rain butuh kamu!" Ucap Riko sambil marah dan mendorong dada Azzam.
"Diam lu Ko, lu gak tau apa-apa, kenapa bisa Rain kaya gini?" Tanya Azzam.
"Kamu yang salah Zam, kamu gak kasih tau kita kalau Rain alergi, terus kamu susah banget di hubungin.!" Ucap Riko. 
"Gak, ini pasti gara-gara kamu ga bisa jaga Rain!" Ucap Azzam.
Azzam dan Riko pun bertengkar, Azzam menonjok pipi Riko sangat kencang. 
Namun Rain tidak bisa melerai ia hanya bisa menangis dan menyuruh mereka berhenti dengan suara yang pelan. Tidak lama datang pak Farel dan mbok Tiah. Mbo langsung memeluk Rain. pak Farel langsung memisahkan Azzam dan Riko. 
"Kalian sudah dewasa, mengapa malah bertengkar? Sini duduk." Ucap Pak Farel. 
Namun Rain langsung bicara.
"Pak, tolong bicara di luar, aku gak mau lihat Azzam." Sambil menangis.
"Lihat kan Zam? Siapa yang udah buat Rain sedih? Aku ibu dan bapak hanya menghibur Rain, dia sedih karena lu ga ada kabar sama sekali!" Ucap Riko.
"Ren, kamu jangan gitu, maafin aku ya?" Ucap Azzam sambil menghampiri Rain.
"Aku gak mau lihat muka kamu, tahu gitu aku ga akan ikut kesini, kalau ujung nya kamu hanya asik sendiri Zam, sama perempuan itu!" Ucap Rain sambil menangis.
"Loh jadi bawa Alin? Dia gak salah Rain, tadi dia cuma mau ikut aja, sebelumnya kan aku juga sudah menawarkan kamu, tapi aku gak enak karena tujuan kamu kesini itu liburan, terus kamu...." Ucap Azzam sambil terpotong.
"Stop Zam, kalian ngobrol diluar aja, aku gak mau dengar." Ucap Rain.
Mbok Tiah hanya bisa memeluk Rain.
"Masa kamu tega sama aku?" Tanya Azzam.
"Kamu yang mulai Zam, aku nunggu kamu dari tadi buat nyusul, aku sengaja matiin telepon biar kamu khawatir, tapi apa? kamu malah asik di luar kan?" Tanya Rain. 
"Kamu salah paham, aku dari tadi nelepon kamu, terus handphone aku lowbatt, dan akhirnya aku memutuskan untuk pulang kesini untuk charger ponsel aku, pas aku buka ternyata ada pesan dari Riko, aku langsung pergi kesana, dan aku mencari kamu disana, tapi kamu udah ga ada, tolong Rain dengerin aku." Ucap Azzam. 
"Ngga Zam, udah ga ada yang perlu di jelasin, aku cuma mau pulang, aku mau ke nenek." Ucap Rain sambil terus menangis. 
"Rain, kamu belum sehat betul, sudah kamu istirahat, aku khawatir." Ucap Azzam merajuk.
"Berhenti Zam, kamu hanya seorang kaka yang ga peduli sama adiknya, oh iya aku lupa bahkan aku juga hanya adik angkat! Mana peduli kamu sama aku." Ucap Rain terus menangis. 
"Kamu coba ngerti aku." Ucap Azzam. 
"Kamu yang ga ngerti aku Zam, aku kesini cuma buat habisin momen sama kamu, aku kemarin mau mancing terpaksa ikut karena buat kamu senang, tapi apa? Kamu hanya memilih Alin kan? Kamu hanya fokus dengan Alin." Ucap Rain sambil menghapus air matanya.
Azzam langsung berjongkok di samping kasur Rain. 
"Rain, tolong dengerin aku, maafin aku udah buat kamu sedih seperti ini. Aku janji gak akan kaya gitu lagi." Ucap Azzam.
"Hati aku sakit Zam." Ucap Rain smabil menangis. 
"Rain, aku kesini itu ingin menghibur kamu, aku ingin mbok dan bapa melihat aku yang tumbuh dewasa dan akan melamar seorang wanita disini. Jadi tolong bersikap dewasa." Ucap Azzam sambil memohon. 
"Ya sudah urus saja wanitamu yang hendak kamu lamar itu Zam, dan suruh orang kantor menjemput aku kesini." Ucap Rain dengan menahan sakitnya.
"Rain, yang mau aku lamar itu kamu! Aku sengaja setuju bawa kamu kesini, karena mungkin suasana disini bisa menjadi suasana yang tepat buat melamar kamu! Cuma kamu Rain yang aku utamakan, cuma kamu yang ingin aku jaga, cuma kamu yang ingin aku pastikan sehat, melebihi kesehatan aku sendiri! Jadi tolong maafin aku." Ucap Azzam sambil memohon.
"Hmmm, lalu apa buktinya Zam, apa buktinya kamu serius? Apa kamu gak melihat dari kemarin aku mencoba menahan sakit semua?" Tanya Rain. 
"Aku paham, aku sangat paham kamu, bahkan aku lebih tau kamu dari pada diri kamu sendiri Rain. Kita udah hidup lama, masa iya ada orang lain yang bisa mengalihkan kamu? Nata? buktinya aku putuskan kontrak kerja dengannya, apalagi ini Alin yang baru saja aku temui. Ren, aku mengajak Alin, karena ternyata Alin bisa membantu aku mewakili warga yang sawahnya belum d bayar, dan akhirnya mereka mau membayar." Ucap Azzam sambil memohon. 
"Sungguh kah Zam?" Tanya Rain. 
"Ren, aku gak mungkin bercanda, kalau kamu gak percaya, aku selalu bawa ini kemanapun, karena aku berjaga siapa tahu ada momen yang tepat buat kasih ini." Ucap Azzam sambil mengeluarkan kotak kecil di saku celananya. 
Rain hanya bisa melihat dan menangis memeluk mbok Tiah. 
"Mau kah kamu menikah denganku Rain?" Tanya Azzam sambil memperlihatkan cincin tersebut. 
Rain hanya diam dan menangis. 
"Hmmmmm, Azzam.. maafin aku..... Aku... sudah banyak menyusahkan kamu... Sudah lama aku menyimpan perasaan ini juga sama kamu Zam...." Ucap Rain smabil menangis dan menunduk memegang erat selimutnya. 
"Jadi gimana? Mau hidup terus berdua sama aku?" Tanya Azzam sambil mengelus kepala Rain.
"Mau Zam, aku mau!" Ucap Rain sambil menatap wajah Azzam. 
Akhirnya Azzampun memakaikan cincin untuk Rain. Dan Rain memeluk erat mbok Tiah di sampingnya karena masih merasa malu.
"Mbok senang melihat kalian seperti ini, tapi sudah larut malam, sekarang kalian tidur di kamar masing-masing, nak Rain biar mbok yang jaga." Ucap Pak Farel.
"Rik, maafin aku ya." Ucap Azzam. 
"Iya, maafin aku juga ya Zam, by the way, selamat ya." Ucap Riko. 
"Ya sudah sana istirahat, mbok ambil air minum dulu untuk Rain." Ucap Mbok.
"Iya mbok. saya mau bicara dulu sama Rain disini." Ucap Azzam. 
Riko dan Pak Farel kembali ke kamar masing-masing. Azzam dan Rain pun memulai pembicaraan dengan canggung.
"Hmm, Zam, ga istirahat?" Tanya Rain. 
"Rain, gimana keadaan kamu? Aku menjadi orang paling bodoh karena membiarkan kamu sakit seperti tadi, aku harusnya buat hari kamu disini selalu tersenyum." Ucap Azzam. 
"Sudah, aku kan sudah tidak kenapa-kenapa." Ucap Rain.
"Aku gak akan biarin kamu sendiri lagi. Pokonya kamu harus sama aku terus." Ucap Azzam.
"Iya makanya jangan ninggalin aku lagi. Ucap Rain. 
"Iya aku janji. Aku gak mau jadi orang yang paling menyesal karena ngebiarin kamu kesakitan." Ucap Azzam.
"Sudah jangan lebay Azzam, sana ke kamar, aku mau tidur." Ucap Rain. 
"Kamu ga kangen aku?" Tanya Azzam.
"Tidak" Jawab Rain sambil tersenyum.
"ya sudah aku ke kamar, kalau ada apa-apa panggil aku!" Ucap Azzam. 
"Iyaaaa, sana!!" Ucap Rain. 
Azzampun keluar kamar, Azzam menutup pintu dan masuk ke kamarnya. Setelah Azzam menutup pintu Rain langsung tersenyum dan merasa sangat bahagia, karena bagaimanapun inilah hari yang paling ia tunggu. Meskipun keadaannya berbeda, namun akhirnya hari penantian ini tiba, pernyataan Azzam yang ingin selalu menjaga Rain sebagai pasangan hidupnya, bukan sebagai seorang kaka seperti biasa. 
Sambil wajah tersenyum bahagia, malam itu Rain tidak bisa tertidur, meskipun mbok Tiah menemaninya. Begitupun Azzam yang hanya bisa berbaring tidak sabar menunggu hari esok. Dan Riko, hanya bisa merasakan kesal karena Azzam lebih dulu menyatakan keseriusannya pada Rain, namun disisi lain, Riko merasa bahagia jika Rain bisa berbahagia dengan teman masa kecilnya tersebut. Dan esok harinya, Rain dan Azzam memutuskan untuk pulang, di antar dengan Riko, mbok Tiah dan Pak Farel menuju stasiun. Sepanjang jalan menuju pulang, Rain meluapkan kekesalannya sambil bercerita sepanjang jalan kepada Azzam. 













Comments

Popular Posts