Diary Alenna - Menunggu dan Menetap (Episode - 8)
"Terimakasih." Ucapku padanya, dan segera berlari mencari tempat berteduh, saat itu hujan begitu deras.
"Alenna?" Tanya lelaki tersebut."Hah? i..i..iya.. Orang Indonesia? Tahu aku?" Tanyaku padanya."Alenna lupa? Aku Satria Lenn. Anak Pak Hartono rekan papa mu." Ucapnya."Eh Satria? Iya dulu kan kita masih kecil, jadi aku ga begitu ingat."Ucapku sambil mengingat dulu dia pernah terjatuh karena di dorong oleh ku."Iya tapi kamu gak berubah ya, jadi makin cantik, pakai jilbab gitu." Ucap Satria."Oh iya kamu tinggal disini?"Tanyaku."Iya, aku tinggal disini bersama teman-teman tuk ambil sekolah doktor." Ucapnya."Terus kok bisa tiba-tiba ada di belakang aku?" Tanyaku heran."Tadi aku melihatmu di bus, kamu ga sadar karena aku pakai masker." Ucap Satria."Oh, pantes. Terus tinggal disekitar sini?" Tanyaku."Iya, aku tinggal di apartemen itu." Ucap Satria sambil menunjuk apartemen tinggi dan mewah."Ah begitu." Ucapku yang terkejut. Aku ingat lagi, benar, Satria adalah orang yang kaya raya."Rumah Alenna dimana?"Tanya Satria."Aku ngontrak sementara, tidak jauhlah dari aprtemennya Satria." Ucapku."Kerja?" Tanya nya."Aku melanjutkan kuliah, dan menjadi relawan panti asuhan."Ucapku."Wah tidak berubah ya, dari dulu kamu selalu begitu."Ucapnya."Hhehe, sudah mendarah daging sepertinya. Terimakasih ya, aku jadi ga kebasahan tadi, malah kamu yang basah itu." Ucapku."Ngga apa, kan aku bentar lagi sampai." Ucaonya."Iya sih, ini udah sedikit reda, aku duluan ya?" Aku pun pergi.
"Udah deh Sat, jangan ikuti aku!" Betapa terkejut ketika aku melihat ke belakang ternyata itu Alga."Sat? Siapa? Suami?" Tanya Alga."Oh sorry, tadi aku ketemu teman waktu kecil, Satria namanya, dia ternyata tinggal dekat sini, oh iya, Alga kamu kok kesini?" Tanyaku."Ya emang kenapa?" tanya Alga heran."Lah, ko kenapa, ini kan jalan ke rumah kontrakan aku." Ucapku."Ya sama, aku juga ngekos di sekitar sini, jalannya kesini." Jawab Alga."Masa?" Tanyaku ketus."Kenapa sih Al? Kenapa kamu kaya menghindariku.?" Tanya Alga."Hmm, sebelum aku makin marah, lebih baik, kamu ke rumah merenungi apa saja yang sudah kamu perbuat. Assalamu'alaikum." Ucapku lalu segera berlari.
"Aneh, Alga ko kaya ga ada rasa bersalah ya dia? Ah sudah lah, aku mau kuliah online dulu." Ucapku sambil membuka laptop.
Setelah selesai kelas, kulihat persediaan mie di lemari habis, ku putuskan untuk ke supermarket meskipun saat itu sudah pukul 8 malam. Saat aku keluar rumah masih agak gerimis kecil. Jarak Supermarket dengan rumahku lumayan jauh kurang lebih 1 kilometer, harus menyebrang jalan raya dulu.
Akupun keluar rumah, memakai mantel, masker, dan membawa payung. Jalanan disini lumayan sepi, tidak sedikit yang pernah mengalami kejahatan, entah dicuri ataupun sebagainya, aku harus bergegas. Ada perasaan tidak enak, apalagi sedang hujan seperti ini, aku khawatir diikuti oleh pencuri.
Ketika hendak menyebrang jalan, aku melihat dari arah sebrang ada anak remaja perempuan dikejar oleh dua orang lelaki dewasa, anak remaja tersebut berlari ke arahku, saat itu kendaraan masih lampu hijau, belum waktunya tuk menyebrang, namun sepertinya anak remaja itu tidak menyadarinya, ia terus berlari ke arahku, dan tanpa sadar aku pun maju tuk menghentikan mobil yang melaju, saat itu kendaraan berhenti, namun ada satu mobil yang melaju kencang ke arahku, aku hanya bisa berjongkok tidak mau melihat kekacauan ini, dan kecelakaanpun tidak terhindarkan.
Saat itu, aku tersadar bahwa aku tertabrak, gerimis terus turun saat itu membuat mobil tidak bisa menghentikan lajunya, aku tergeletak, ketika aku membuka mata, aku melihat remaja itu tepat di depanku ia terpental juga bersamaan denganku, dua pria dewasa yang mengejarnya melarikan diri, namun ada seseorang lagi, aku merasakan seseorang didekatku, dan saat itu aku merasa mulai lemas, dan tidak sadarkan diri.
.
.
Akupun membuka mata, saat itu aku sadar, aku berada di rumah sakit. Terdengar jelas alat deteksi detak jantung, berbunyi di samping kananku.
"Ibu, ayah. Kenapa ada disini?" Tanyaku.
"Bagaimana ibu tidak khawatir, mengetahui anak ibu kecelakaan 3 hari lalu." Ucap ibu sambil menangis.
"Al, kita pulang saja mau?" Tanya ayah.
"Tuh kan, Alenna kan baru beberapa hari yah, tenang saja, jagoan ayah ini tidak kenapa-kenapa." Ucapku meyakinkan mereka.
"Iya, yaudah sekarang kamu harus segera sembuh ya nak." Ucap ibu.
"Iya bu, ibu jangan khawatir ya." Ucapku.
"Ale mau makan apa?" Tanya ayah.
"Ngga mau apa-apa yah, Ale cuma ingin tau, gimana keadaan anak yang kecelakaan sama Ale." Ucapku.
"Alhamdulillah, anak remaja itu baik-baik saja, dia masih di rawat, namun ada sebanarnya stau orang lagi yang terlibat kecelakaan tersebut."Ucap ayah.
"Iya, Ale sempat lihat, tapi Ale tidak tahu dia siapa." Ucapku.
"Dia masih belum sadarkan diri nak, yang ayah tahu, dia itu emang model terkenal, pengusaha juga, makanya dia kecelakaan masuk berita di tv." Ucap ayah.
"Oh iya? Kasihan, fans dia disini bisa saja sedih melihat idolanya sakit." Ucapku.
"Iya, dari kemarin memang banyak yang mengirimkan bunga dan bingkisan, tapi dia itu model Indonesia nak, ayah juga belum bertemu, tapi jika dia sadar, ayah harus menemui dia." Ucap ayah.
"Model Indonesia?" Tanyaku.
"Iya nak, dia menyelamatkanmu, makanya ibu dan ayah ingin bertemu, cuma bisa berdoa saja, tapi tidak ada satupun keluarganya yang menjenguk kesini." Ucap ibu.
"Ibu tahu nama dia siapa?" tanya Ale.
"Tidak, ayah dan ibu tidak tahu, tapi mungkin kita bisa tanya ke dokter atau perawat nanti. ayah panggilkan dulu dokter ya, karena kamu sudah sadar." Ucap Ayah.
"Oh iya yah. Ale tunggu disini saja dengan ibu."
Ayah pun segera memanggil dokter. Dokter dan perawatpun datang segere memeriksa keadaanku, selesai periksa rasa penasaranku belum juga hilang. Aku bertanya pada dokter.
"Dok, bagaimana kabar orang yang menyelamatkan aku?" Tanyaku menggunakan bahasa Korea.
"Oh, dia masih belum sadarkan diri, padahal dia model, tapi tidak ada satupun yang datang kecuali teman-temannya." Jawab dokter tersebut menggunakan bahasa Korea.
"Siapa namanya dok?" Tanyaku.
"Dia salah satu model di manajemen RAD asal Indonesia." Ucap dokter tersebut.
Seketika itu juga, tanganku lemas, RAD? itu kan manajemennya Alga, RAD di bentuk karena ada Rere, Alga dan Diaz. Pikirku dalam hati sambil menangis.
"Ibu, aku ingin segera kesana. Dok aku ingin melihat kesana." Ucapku memaksa.
"Kenapa nak, kamu kenal dengan dia?" Tanya ibu.
"Bu, dia orang yang selama ini Ale cari selama dua tahun, dia orang yang Ale sangat sayangi bu. Yah, Ale ingin ke ruangan Alga yah." Ucapku memohon pada ayah.
"Dok, bolehkah?" Tanya ayah sambil menatap dokter.
"Iya bisa, tapi hanya boleh satu orang yang masuk, bergantian." Ucap dokter.
"Ya sudah sekarang Ale tenangkan diri dulu ya nak, kalau sudah tenang, biar dokter nanti yang mengantar Ale kesana." Ucap Ibu.
"Iya bu, hmm Ale sudah tenang ko sekarang, ale ingin bertemu Alga bu." Ucapku sambil menangis.
Akupun segera pindah ke kursi roda, ayah dan ibu mendorong kursiku, dokter berada di samping kananku, dia menjelaskan keadaan Alga yang sempat kekurangan darah begitu banyak. aku baru sadar bahwa selama ini aku tidak mengenal apapun tentang Alga bahkan ketika sakit seperti ini, aku tidak bisa memberi kabar pada keluarganya.
Aku pun berada tepat di depan kamar rawat Alga. Dokter membuka pintu, dan ibu mendorong kursiku hingga aku tepat di samping Alga yang terbaring tidak sdarkan diri, kepalanya di perban, kaki nya, tangannya, wajahnya pun penuh luka gores, dia pasti sangat kesakitan.
Ibu meninggalkan aku berdua dengan Alga, saat itu aku hanya menangis melihat Alga yang begitu sangat lemah, terlihat jelas terakhir aku masih bisa mendengar suaranya. Aku terlalu egois, membiarkan emosiku menguasaiku, padahal aku sangan merindukannya, tapi amarahku lebih besar, dan kini aku hanya bisa menyesal karena tidak bisa memanfaatkan waktu ketika bertemu Alga. Lihat Le! Kamu baru menyesal ketika keadaan seperti ini datang, kamu kemana saja Ale!
Aku pun hanya bisa menundukkan kepalaku ke tempat tidur, tepat di samping pundak Alga. Kaki dan tanganku pun masih di gips, aku tak bisa melakukan apapun. Aku hanya bisa menangis, aku khawatir Alga meninggal.
Dan perasaan itu membuatku panik, ketika mesin deteksi jantung berbunyi menandakan detak jantung Alga mulai melemah, aku hanya bisa memanggil dokter. Doktepun segera mengambil tindakan, dan aku tidak mau pergi, aku hanya ingin menunggu di depan kamar Alga, meskipun ibu dan ayah membujuk aku kembali ke kemarku, aku tetap ingin disana, menemani Alga yang berjuang sendirian, ku lihat perawat keluar masuk bergantian, aku penasaran apa sebegitu gawatnya?
Alga, harusnya kamu gak usah selamatkan aku, aku gamau lihat kamu menderita seperti ini.
Al.. kamu harus berjuang Al, kamu gak kasihan sama aku yang selama ini nunggu kamu Al?
Al, mana janji kamu, katanya asal aku sanggup menunggu kamu bakal sama aku terus sepanjang hidup kamu?
Al, minimal kamu sadar, dan marah sama aku kalau aku memang cuma nyusahin kamu.
Al, ayo bangun.
Ucapku di atas kursi roda menghadap pintu kamar Alga yang tertutup sambil menangis.
Comments
Post a Comment