Dania - Menanti itu melibatkan banyak hal (Cerbung ke - 13)

Setiap orang selalu mengharapkan kenyamanan..
Namun sayangnya sudut pandang mereka berbeda..
Hanya persamaan yang bisa membuat semua bersinggungan..


Butiran berwarna putih memenuhi seluruh kota. Gelap seolah tidak ada cahaya.
Dhika yang sudah beberapa minggu ini tak mendapat kabar dari keluarga Dania, seharusnya Dania sudah masuk kuliah dua minggu yang lalu, namun ketika Dhika menunggu Dania tiap hari di depan kampusnya, tetap saja tidak bertemu dengan Dania.
Akhirnya Dhika memutuskan untuk tidak menunggu Dania lagi di depan kampusnya hari ini, karena memiliki firasat bahwa Dania tidak akan ada lagi hari ini.
"Lagi ngapain Dhik?" Tanya Aya muncul tiba-tiba.
"Eh, kamu Ya, huh kaget aku, ngga lagi ngapa-ngapain, kenapa?" Tanya Dhika.
"Kamu ga ke kampus? kuliah jam berapa hari ini?" Tanya Aya.
"Nanti sebentar lagi aku pergi, hari ini cuma satu mata kuliah." Jawab Dhika.
"Wah pas banget, hari ini aku ga ada jadwal piket di rumah sakit, kamu bisa anter aku kan?" Tanya Aya.
"Aku kan harus ke Cafe, kasian nanti anak buah aku pada bingung kalo ga ada aku." Jawab Dhika.
"Plisss,, aku kan dh lama ga ngerepotin kamu, biarin aku buat ngehibur kamu, lagian kamu kan pemilik Cafe nya, jadi ga usah tiap hari ke Cafe dong." Tawar Aya.
"Hmmm memang mau kemana Ya?" Tanya Dhika.
"Okeeh, pertanyaan itu aku anggap setuju, nanti aku tunggu depan gerbang kampus kamu ya..!" Ucap Aya sambil berlari menjauh.
"Loh?? Hmmm....Yaaa.." Panggil Dhika, namun Aya sudah pergi menjauh.
Dhikapun bersiap pergi ke kampus, pakaian musim dingin melekat ditubuhnya, tak lupa sarung tangan dan syal agar terasa lebih hangat. Dhika pun mengemudikan mobilnya dan berjalan perlahan, nampak kabut dan salju mengelilingi sisi kanan dan kiri jalan, sambil mendengarkan musik, Dhika memikirkan wajah seorang, namun tiba-tiba saja lamunannya terpecah, mobilnya mengerem mendadak, karena mobil di depannyapun mengerem mendadak, sepertinya ada kecelakaan di depan yang membuatnya macet, Dhika pun mencoba keluar dari mobilnya, ketika ia melihat ke arah depan ternyata ada wanita bersepeda di tabrak oleh pengendara motor, wanita tersebut membawa banyak makanan Catering, sehingga berserakkan di jalan dan membuat macet lalu lintas, kemudian Dhika masuk lagi ke dalam mobilnya, dan perlahan lalu lintas berjalan normal kembali. Tanpa Dhika sadari, wanita bersepeda itu adalah Dania.

Hari ini Dhika masuk kuliah seperti biasa, karena hanya satu mata kuliah, maka Dhika hanya dua jam berada di kelas, setelah selesai perkuliahan, Dhika segera  mengambil tasnya dan keluar kelas.
Terlihat Aya sedang menunggu Dhika di depan kampus, Dhika pun segera memintanya untuk segera memasuki mobil, dan mereka pun segera meninggalkan kampus.

"Udah lama nunggunya? Kita kemana sekarang Ya?" Tanya Dhika.
"Lumayan setengah jam berdiri, pegel juga,, hhehe.. Hmm, kamu sekarang anter aku ke Mall dulu ya? Pakaian musim dingin aku masih kurang, hhehe.." Jawab Aya.
"Ke Mall? bukannya kamu udah banyak banget bawa baju Ya? kamu balik lagi ke Oxford kapan? rumah aku jadi penuh barang karena kamu! hhehe" Tanya Dhika.
"Belum tahu, aku kan koas nya di perpanjang lagi di rumah sakit Dhik,, hehe.. Baju aku ngga sebanyak yang kamu pikirkan kok Dhik, hhehe., by the way aku laper nih, mungkin bisa jajan dulu nanti yaa.??" Jawab Aya.
"Oke deh, aku ikut aja.. hhehe.." Jawab Dhika.
"Gimana, Dania? udah ada kabar?" Jawab Dania.
"Hmmm.. Belum Ya, aku bingung mau cari kemana lagi." Jawab Dhika dengan nada lemas.
"Oh,, udah kamu ga usah terlalu sedih, Dania kan cewek hebat, dia cewek kuat, dia ga mungkin kenapa-kenapa, aku yakin." Aya mencoba memberi semangat Dhika.
"Thanks Ya.." Jawab Dhika.
Merekapun berbincang sepanjang perjalanan, hingga sampailah ke sebuah toko jajanan pinggir jalan, mereka berdua berhenti disana, keluar mobil dan segera membeli jajanan.
"Gapapa ya kita jajan disini?" Tanya Dhika.
"Iya gak apa-apa Dhika, kamu mau beli apa? aku mau beli Mie aja.." Ucap Aya.
"Loh mau beli mie? Yaudah sana, ada supermarket disana, aku mau beli sosis aja.." Ucap Dhika.
"Oke, aku kesana ya, kamu jangan kemana-mana Dhika, nanti aku bakal makan disini bareng kamu.!" Ucap Aya.
Aya pun segera pergi menuju supermarket, ketika Aya memasuki supermarket, Aya di buat terkejut karena ada Dania disana, Aya mencoba bersembunyi dan memperhatikan Dania, di dalam supermarket Dania hanya membeli Cappuchino, dengan menggunakan jaket mantel biasa, yang Aya yakini Dania akan tetap merasa kedinginan memakainya. Namun, Aya tidak mau bertemu dengan Dania, dan Aya membiarkan Dania pergi. Setelah melihat Dania pergi, Aya segera membeli mie cup dan membawanya keluar supermarket.

Dania pergi keluar supermarket dan berjalan di trotoar, tanpa Dania dan Dhika sadari, mereka berpapasan, saat itu Dhika sedang memesan sosis bakar di sisi trotoar, dan Dania berjalan di belakangnya. Namun mau bagaimanapun mungkin saat ini mungkin belum waktunya Dania dan Dhika bertemu. Daniapun berlalu.

Sambil membawa Mie dalam Cup, Aya berjalan menuju Dhika, entah apa yang ada di benak Aya, saat ini Aya hanya ingin berdua dengan Dhika, dan Aya tidak mau memberitahukan bahwa dirinya tadi melihat Dania.

"Hey Dhik, wah kamu beli sosis bakar, enak??" Tanya Aya.
"Lumayan enak, ini makanan favorit aku sama Dania." Ucap Dhika.
"Oh, Dhik, mendingan kamu sekarang coba lupan Dania, itu bakal buat kamu semakin tertekan." Ucap Aya.
"Kenapa? Kenapa kamu tiba-tiba bilang gitu?" Tanya Dhika dengan nada tinggi.
"Weeiis, tenang Dhik, aku cuma ingin kamu biar lebih tenang aja." Jawab Aya.
"Sorry banget Ya, untuk masalah itu kamu jangan terlalu ikut campur ya Ya!" Ucap Dhika..
"Oh.. Okeey." Jawab Aya.
Merekapun segera menghabiskan makanan dan segera memasuki mobilnya, hari sudah semakin dingin, salju semakin tebal melapisi pepohonan, udara yang bertiup seolah tidak bersahabat, lampu lalu lintas sedikit memberi cahaya di jalanan, Dhika yang masih saja memikirkan Dania menghiraukan cerita Aya sepanjang jalan, hingga tibalah mereka di sebuah Mall, setelah memarkirkan mobilnya, merekapun segera memasuki Mal, dan berbelanja sesuai keinginan Aya.

Setelah membeli beberapa pakaian akhirnya mereka duduk di foodcourt untuk beristirahat.
"Capek Dhik? hhehe" Tanya Aya.
"Ngga kok, santay aja Ya.." Jawab Dhika lemas.
"Eh iya Dhik, hari ini ada launching film baru loh, film horor gitu, aku lupa judulnya apa, nonton yuk??" Ajak Aya.
"Sekarang? Hari ini? Mau nonton yang jam berapa?" Tanya Dhika.
"Hmmm, iyaa!! kamu suka kan film horor? Aku juga suka nonton itu, sekarang aja jam 7 malem, sekarang kan baru jam 5, masih ada kesempetan pesen sebelum penuh!" Ucap Aya.
"Oke deh Ya, aku mau, kayanya seru!" Jawab Dhika.
"Serius?? Okeeh aku booking sekarang via Handphone yaa..!" Ucap Aya senang.
"Siipp..." Jawab Dhika sambil mengunyah cemilan.
Aya pun dengan senang memesan tiket nonton bioskop, setelah menghabiskan makanannya, mereka segera melaksanakan ibadah sholat Maghrib, dan segera pergi menonton bioskop.
Setelah memesan popcorn merekapun segera memasuki studio teater.
Selama 2 jam setengah mereka menonton bioskop, dan akhirnya mereka keluar dari studio teater.
"Serem banget tadi, efeknya kena banget ya Dhik?!" Ucap Aya.
"Iya, keren banget tadi, keliatan kaya nyata banget, hhehe.. Thanks ya Ya, kamu udah bikin aku sedikit agak tenang sekarang." Ucap Dhika.
"Iyaa Dhik, sama-sama..." Jawab Aya sambil bibir tersenyum.
Merekapun memutuskan untuk segera pulang, udara malam semakin dingin salju semakin tebal, Aya dan Dhika sudah berada di dalam mobil perjalanan pulang menuju rumah.

Mereka berdua sudah mulai larut bercerita, menceritakan film yang di tontonnya bersama tadi, tiba-tiba, mobil Dhika mengerem mendadak, namun karena jalan yang begitu licin membuat mobil Dhika tetap menabrak mobil di depannya. Mobil pun terhenti mobil Dhika bagian depan nampaknya perlu di perbaiki, walaupun sangat dingin namun Dhika harus tetap keluar untuk melihat kondisi di luar.
"Ya ampun!! hari ini aku sudah dua kali hampir kecelakaan seperti ini, dan sekarang kena juga mobilnya.!, Aya kamu diem di mobil saja ya, disini cuaca dingin, aku mau lihat keluar." Ucap Dhika.
"Ngga Dhik, aku mau keluar Dhik, aku mau lihat kejadian di depan sana!" Ucap Aya.
"Ya sudah kalo begitu." Jawab Dhika.
Mereka berduapun keluar dari mobil, Dhika segera melihat keadaan mobilnya dan segera menemui pengendara mobil yang di tabraknya untuk meminta maaf dan memberinya ganti rugi kerusakan, sedangkan Aya ia berjalan ke arah depan, melewati lima sampai enam mobil di depannya, ada kejadian apa yang membuat jalanan macet.

Aya terkejut karena melihat ada seorang wanita bersepeda kecelakaan, kepalanya berdarah, tak seorangpun yang menyelamatkannya, hanya berkumpul di sekelilingnya, namun ada hal yang lebih membuat Aya terkejut, ternyata wanita yang di tabrak tersebut adalah Dania.
Sontak Aya segera pergi menjauh dan segera memanggil Dhika agar Dhika tidak pergi melihat Dania.
"Dhik, gimana udah ganti ruginya? kita putar arah yuk? aku kedinginan.." Ucap Aya.
"Oh gitu ayo Ya kamu masuk mobil." Ucap Dhika.
Merekapun memasuki mobil, dan memutar arahnya untuk melewati jalan lai yang tidak macet.

"Gimana tadi kamu dah liat kecelakaan di depan sana tadi?" Tanya Dhika.
"Udah kok, ada cewek bersepeda gitu ke tabrak, dan yang lain hanya melihatnya saja." Ucap Aya.
"Loh, terus ga ada yang telepon ambulan gitu?" Tanya Dhika.
"Ngga tahu, bukan urusan aku Dhik." Jawab Aya.
"Aya, kamu ini kan calon dokter, kenapa ga kamu bantu dia yang kecelakaan?" Tanya Dhika.
"Ah, itu, aku pikir sudah ada dokter disana." Jawab Aya dengan santay.
"Coba aja kalo ada Dania, dia pasti langsung menghubungi ambulan, dan langsung membantu menyelamatkan korban tersebut." Ucap Dhika.
"Ohh.." Ucap Aya.
"Iya, dulu Dania pernah bantuin anak dan ibu kecelakaan loh Ya, sampe bajunya berlumuran darah, aku ada senang dan kagum, ternyata dia cepat tanggap banget, dia langsung telepon ambulan seolah dia itu udah jadi dokter handal, makanya dia masuk Fakultas Kedokteran, karena dia pengen banget jadi dokter, Hmmm, makanya aku aneh banget, kamu yang jelas-jelas udah mau lulus, tapi sikap cepet tanggapnya ga ada, aku aneh aja.. hhehe" Ucap Dhika.
"Stop!! Dhika, sampe kapan kamu mau ngerendahin aku?" Ucap Aya dengan nada marah.
"Lah biasa aja Ya, aku cuma cerita aja kok hhehe" Jawab Dhika.
"Ya terus kalo aku ga telepon ambulan kenapa? kalo aku ga bantuin nyelamatin kenapa? kalo aku gak kaya Dania kenapa?" Tanya Aya dengan nada marah.
"Kamu marah beneran?" Tanya Dhika.
"Ini ga becanda Dhik, aku paling ga suka kamu bahas Dania di depan aku, apalagi kamu bandingin aku sama Dania, asal kamu tahu, aku dan Dania itu berbeda Dhik, mau Dania langsung nolongin korban atau gimanapun aku ga ada urusan sama sekali, lagi pula yang tadi ke tabrak itu Dania, jadi dia ga mungkin bisa telepon ambulan!!" Saking marahnya Aya, dia langsung terdiam karena tanpa sadar Aya memberitahu Dhika bahwa yang mengalami kecelakaan tadi adalah Dania.
"Bentar Ya, siapa maksud kamu yang ketabrak tadi Dania?!!" tanya Dhika.
"Hmm, ngga seandainya kalo yang kecelakaan tadi Dania maksud aku Dhik!!" Jawab Aya mencoba mengalihkan.
"Loh, kok kamu ngedadak gugup gitu ga marah lagi sama aku?" Tanya Dhika penasaran.
"Ah kamu lebay Dhik!" Jawab Aya.
"Ngga, aku tahu kamu banget! kayanya ini ada yang ngga beres, kita harus puter balik!" Ucap Dhika. 

Mobil Dhikapun balik arah menuju tempat kecelakaan tadi, saat kembali ke lokasi kecelakaan, Dhika khawatir bahwa yang tertabrak itu benar Dania, dia terus berdoa berharap agar bukan Dania korban tersebut, sebaliknya dengan Aya, dia hanya terdiam karena takut Dhika akan marah besar jika Dhika mengetahui bahwa itu memang Dania yang ia lihat, mata Aya sudah di buta kan karena saking takutnya kehilangan Dhika, karena baru saja Aya dan Dhika jalan-jalan bersama, kini suasana berubah menjadi suasana yang tidak begitu nyaman.

Tanpa sadar air mata Dhika menetes, entah apa yang dipikirkan oleh Dhika saat itu hanya fokus pada korban kecelakaan tadi. Akhirnya mereka sampai di tempat lokasi kecelakaan tadi, mobil masih macet disitu, meskipun salju terus turun, Dhika dengan segera keluar mobil untuk melihat siapa yang kecelakaan tadi, ketika ia melihat ke lokasi korban tersebut sedang di masukkan ke dalam mobil ambulan, ketika ia lihat ternyata korban tersebut bukan lah Dania, melainkan seorang laki-laki yang terluka parah. Dada Dhika sedikit tenang ternyata Aya betul bahwa itu adalah orang lain. Namun tiba-tiba ada Bapak-bapa yang menghampiri Dhika dan mulai mengajak berbicara.
"Kasian ya korban kecelakaan tadi, mau macet bagaimanapun jika ada kecelakaan kita tak bisa marah-marah" Ucap si bapak.
"Iya betul pak, kasian laki-laki tadi nampaknya luka parah." Ucap Dhika.
"Bukan laki-laki saja, wanita remaja bersepeda juga kasihan, dia berniat untuk menyelamatkan laki-laki tersebut, tapi malah dua-duanya kecelakaan." Ucap si bapak.
"Wanita? dimana pak dia sekarang?" Tanya Dhika dengan sedikit cemas.
"Itu sedang di masukkan ke dalam ambulan nak!" Jawab si bapak.
Dhikapun langsung menoleh membalik dan mencoba mendekati korban tersebut. Jaket dan pakaian itu tidak asing, seperti wanita yang membawa makanan catering tadi pagi.
"Selamat malam pak. Ada yang bisa di bantu?" Tanya petugas ambulan tersebut.
"Boleh saya lihat korban wanita ini pak? Apa dia meninggal?" Tanya Dhika.
"Silahkan pak, dia luka parah pak, harus segera di bawa ke rumah sakit, jadi bapa bisa sedikit lebih cepat!" Jawab petugas tersebut.
"Terimakasih pak!" Jawab Dhika sambil menaiki mobil ambulan tersebut. 
Begitu Dhika melihat siapa wanita tersebut, air matanya mengalir deras, tubuhnya melemah, dia segera membukakan jaket dan menyelimuti wanita tersebut, ternyata korban wanita tersebut adalah Dania. Betapa sakitnya hati Dhika melihat Dania terluka, dia mendekap Dania namun Dania tak sadarkan diri, air mata Dhika terus mengalir.
"Pak, maaf waktu bapa sudah habis, apa bapa mengenal wanita ini?" Tanya petugas.
"Iya pak, ini teman saya, izinkan saya duduk disini menemani dia pak! kita harus cepat sampai rumah sakit pak, saya ga mau terjadi hal yang tidak di inginkan pak!!" Jawab Dhika.
"Baiklah, kalo begitu kita berangkat sekarang." Jawab Petugas.
Pintu ambulan di tutup dan melaju menuju rumah sakit, Dhika sosok yang dingin seolah berubah menjadi sosok yang cengeng, rasa khawatir takut kehilangan Dania lebih tinggi lagi, apalagi setelah lama tak bertemu Dania, kini ia melihatnya ketika Dania terluka, terkulai lemas tak berdaya. Handphone Dhika berdering, Aya menelepon Dhika dan ia tidak menjawabnya. Dhika yang saat itu hanya menatap wajah Dania, wajah lelah nampak di wajah Dania.

"Kenapa De, kenapa de Nia begitu jahat pada kakak?" Tanya Dhika sambil menangis.
Namun Dania tidak mendengarnya karena belum sadarkan diri.

Akhirnya ambulan sampai di rumah sakit, dan petugas segera mengeluarkan Dania dan korban pria tadi untuk segera di beri pertolongan.

Dhika yang tidak di izinkan masuk terpaksa menunggu diluar, ia begitu cemas menunggu Dania, betapa pilu hatinya melihat orang yang ia sayangi dalam diam kini tak sadarkan diri.

HP Dhika berdering kembali, dan Aya lah yang menghubungi Dhika.
"Hallo?" Ucap Dhika mengangkat teleponnya.
"Kamu dimana sekarang? kenapa kamu begitu tega ninggalin aku sendiri?" Tanya Aya.
"Sorry Ya, sekarang kamu bawa mobil aku dan pulang ke rumah, aku lagi di rumah sakit, mulai sekarang kamu jangan hubungi aku lagi!" Jawab Dhika, dan mematikan telepon Aya.
Lagi, Dhika melamun menunggu Dania, namun ia tidak dapat menahan air matanya, setelah Dhika menghubungi keluarganya, Dhika memutuskan untuk menginap menunggu Dania. Di waktu bersamaan Dhika terus mencoba menghubungi keluarga Dania namun tidak ada satupun yang bisa dihubungi.

Dokterpun keluar membawa korban, ternyata ada korban meninggal dunia, Dhika kaget dan langsung mendekati dokter tersebut..
"Dok,, ini siapa dok?" Tanya Dhika penasaran.
"Ini korban kecelakaan tadi, mas sodaranya?" Tanya dokter.
"Saya, saya temen korban kecelakaan tadi dok, yang perempuan dok, ini si..si..siapa dok?" Tanya Dhika perlahan.
"Ini korban laki-laki, keluarganya sudah menuju sini, kalo perempuan tadi sedang di pindahkan ke ruang rawat." Jawab dokter.
"Ohh.. iya dok, terimakasih dok.." Jawab Dhika dengan tenang. 
Dokterpun meninggalkan Dhika sendiri, dan Dhika sedang menunggu Dania di pindahkan ke ruang rawat. Tidak lama suster mengantarkan Dania dan Dhika hanya mampu memandangi wajah Dania yang tak sadarkan diri. Kemudian Dhika memanggil suster tersebut.

"Suster, tolong bawa pasien ini ke ruang VIP, saya yang akan urus administrasinya!" Ucap Dhika.
"Iya pak." Jawab suster. 
Suster pun membawa Dania ke ruang rawat VIP, sedangkan Dhika mengurusi administrasinya. Setelah menyelesaikan semua, Dhika menuju ruang rawat Dania. Waktu menunjukkan pukul 1 malam, udara semakin dingin, salju terlihat semakin menutupi jendela rumah sakit. Ketika Dhika mencoba memasuki ruangan dimana Dania di rawat, ia melihat Dania belum sadarkan diri, hanya ada stau suster yang sedang memperbaiki infusan Dania, Dhika pun duduk di sofa dan memperhatikan Dania. Rasa lelah, sedih melihat Dania masih belum sadarkan diri, tidak lama suster keluar, sebelum suster  meninggalkan ruangan tersebut, dia mencoba memberi kabar pada Dhika.

"Mas, mba ini akan sadar besok pagi, karena di beri obat bius yang cukup lama. Jadi mas bisa istirahat sambil menunggu, ada selimut di dalam lemari jika Mas kedinginan." Ucap suster, kemudian suster itupun pergi.
"Terimakasih sus.." Ucap Dhika.
Dhika pun mendekati Dania, dia memandangi wajahnya dalam-dalam, seolah ada rasa kesal, namun terkalahkan dengan rasa khawatir yang Dhika rasakan. Dhika kembali duduk di sofa, ia tak bisa membayangkan keadaan Dania jika sadar, mungkin Dania akan sedih jika mengetahui dirinya baru  saja kecelekaan dan di operasi sedangkan keluarganya tak ada yang mengetahui,  Dhika pun tertidur tanpa di sengaja.

Esoknya, Dhika terbangun lebih dulu sebelum Dania, dia bersiap mandi dan bersiap pergi meninggalkan Dania, namun Dhika tidak tega jika meninggalkan dia sendiri di rumah sakit, maka dari itu Dhika memutuskan menunggu Dania tersadar, tidak lama ada yang mengetuk ruang rawat Dania, saat Dhika melihat siapa yang datang, dia amat kesal, ternyata Aya.
"Boleh aku masuk?" Tanya Aya.
"Ya, masuk dan silahkan duduk." Jawab Dhika.
"Gimana Dania? Tanya Aya sambil mendekati Dania.
"Kemarin dia habis di operasi, tulang rusuknya retak dan banyak mengeluarkan darah." Jawab Dhika.
"Oh gitu, itu aku bawakan baju ganti, salju di luar semakin tebal, suhu semakin dingin, kamu harus ganti baju biar kamu juga ga sakit." Ucap Aya.
"Terimakasih banyak." Jawab Dhika.
"Oh iya.. Untuk yang kemarin, maafkan aku Dhik." Aya mencoba meminta maaf dan menarik tangan Dhika.
"Kesalahan kamu kemarin itu jujur buat aku kecewa sama kamu Ya, kamu bisa setega itu ga ngasih tau aku kalo yang tertabrak itu Dania." Ucap Dhika sambil menarik tangannya.
"Iya maafkan aku Dhik, sebenarnya saat kemarin aku ke supermarket beli Mie, aku melihat Dania disana, tapi aku ga mau kasih tau kamu, karena aku gak mau kalo jalan-jalan kita kemarin ga jadi gitu aja, sama hal nya saat aku melihat Dania kecelakaan, ada perasaan dimana aku takut kehilangan kamu." Ucap  Aya.
"Dan sekarang, kamu akan benar-benar kehilangan aku Ya! Aku minta kamu pergi dari sini, aku cuma ingin berdua dengan Dania.!" Ucap Dhika sambil nada tinggi.
"Hmmm, okey Dhik, aku ngerti, maafin aku sekali lagi, aku pergi dari sini, aku cuma mau minta maaf aja sama kamu." Ucap Aya, sambil bersiap untuk pergi.
Aya pun pergi keluar dengan menangis dan Dhika hanya terdiam memendam kekesalannya, namun rasa kesal Dhika kembali hilang karena mengkhawatirkan Dania, Dhika menangis hingga terisak-isak. Tiba-tiba ada kejadian yang membuat Dhika tersentak.
"Huss, berisik..." Ucap Dania dengan nada pelan dan mata terpejam.
"De Nia?" Tanya Dhika sambil memegang tangan Dania.
Mata Dania perlahan terbuka.
"Dania dimana..?" Dengan suara lemas.
"Hmmm.. Dania telat, harus mengirim makanan ke kantor... huft, sakit.." Ucap Dania sambil perlahan bangun, namun karena terluka dan lemas dia kembali tidur tak mampu untuk duduk.
"De Nia? De Nia sudah sadar?" Tanya Dhika.
"Hmm, Kak Dhika??" Tanya Dania dengan suara yang amat pelan.
"Iya De Nia ini kakak.." Jawab Dhika.
"Dania dimana kak? Kakak sedang apa disini?" Tanya Dania.
"De Nia kemarin kecelakaan, panjang ceritanya kenapa kakak disini, De Nia jangan terlalu banyak bergerak, kemarin De Nia baru di operasi." Ucap Dhika.
"Kecelakaan? Oh iya, Bapa kemarin gimana Kak, Dania sudah mencoba mengayuh sepeda Dania untuk memperingatkan ada mobil.." Tanya Dania lemas.
"De, sudah, jangan banyak bicara dulu ya. De Nia harus pulih dulu." Ucap Dhika.
Kemudian, Dania mengangguk, dan mata Dania tertutup kembali, sepertinya Dania masih merasa lelah. Dhikapun memperbaiki selimut yang di kenakan Dania, dan memakaikan Syal di leher Dania.
Sambil menunggu Dania tertidur, Dhika bersiap mandi dan mengganti pakaiannya, serta memutuskan untuk menghubungi dokter setelah mandi nanti, agar dokter memeriksa Dania yang sudah sadar dari pengaruh obat bius sebelumnya.

Dokterpun datang memeriksa Dania, Dhika yang sudah berpakaian rapi dengan pakaian musim dinginnya, siaga menjaga Dania di sampingnya, setelah dokter tersebut memeriksa Dania dan meninggalkan ruangan, Dhika dan Dania mulai berbincang.

"Kak, gimana kabar kakak? Hmm.. Akhirnya kita ketemu juga ya kak.." Ucap Dania sambil tersenyum.
Namun Dhika hanya terdiam, tak menanggapi Dania, namun Dania melanjutkan ceritanya.
"Maafkan Dania yang langsung menghilang dari kakak. Saat malam pentas itu, ibu telepon Dania kalo Bapa jatuh di kamar mandi, Dania panik dan langsung pulang, Dania pulang ke rumah bibi Dania. Dania malu jika kakak tahu rumah Dania di sita, Dania malah merasa minder dan menghindari kakak. Maafkan Dania karena sudah menghilang tanpa pamit kak... Maaf..." Ucap Dania sambil menangis, merasakan sakit akan beban yang di deritanya.
"Sudah De, De Nia harus istirahat.. Jangan banyak pikiran dulu  ya.." Ucap Dhika.
"Selama di kampus, Dania tahu kalo kakak tunggu Dania di depan kampus, tapi Dania lebih memilih jalan belakang agar tidak bertemu dengan kakak, hmm, Dania malu, karena sekarang Bapa sudah tidak bekerja di perusahaan lagi, semenjak sering sakit. Jadi Mas Ridwan dan Dania harus sama-sama bekerja keras di rumah. Tiap pagi Mas Ridwan selalu berkeliling berjualan susu, sebelum ke kantor, dan Dania selalu mengantarkan Makanan Katering sebelum kuliah. Handphone Dania dan Mas Ridwan sudah di jual kak, untuk berobat bapa. Hari-hari Dania seperti itu kak, apalagi di musim dingin seperti ini, Dania harus lebih bekerja keras lagi.. Maaf kan Dania kak.." Ucap Dania untuk meyakini Dhika.
"Sudah De, kakak bilang sudah, De Nia harus tenang jangan banyak pikiran dulu, kakak hanya ingin bertanya, jadi kakak harus menghubungi keluarga De Nia kemana?" Tanya Dhika dengan nada lembut.
"Jangan kak, Dania gak mau orang rumah mengkhawatirkan Dania." Jawab Dania.
"De, De Nia itu menginap disini, sudah pasti beliau semua khawatir pada Dania." Ucap Dhika.
"Hmm, biarkan kak, lagipula Dania mau pulang hari ini juga kak." Ucap Dania.
"Jangan keras kepala De, kakak yang akan menghubungi mereka, jika De Nia tidak mau memberi tahukan kakak, biar kakak yang mencari di luar sendiri." Dhika mulai tegas.
"Kakak bisa telepon bibi Dania saja, tapi tolong jangan ceritakan keadaan Dania dulu kak.." Ucap Dania lemah.
"Iya De, kakak ngerti, sekarang De Nia istirahat dulu saja." Ucap Dhika. 
Daniapun menunjuk saku mantelnya, disana ada secarik kertas berisi nomor telepon bibi Dania, Dhika langsung menghubungi bibi Dania dan mengabarkan keadaan Dania.

Satu jam berlalu,  keluarga Dania datang ke rumah sakit, melihat keadaan Dania yang sedang tertidur di kasur dengan infusan di tangan. Sementara itu ketika keluarga Dania datang, disana hanya ada Ibu Dania, Mas Ridwan, bibi Dania, dan Dania, sedangkan Dhika sudah meninggalkan ruang rawat. Sebelum meninggalkan rumah sakit, Dhika lah yang menanggung seluruh biaya Dania sehingga keluarga Dania tidak usah merasa khawatir tidak bisa membayar. Daniapun pulang setelah 3 hari di rawat.

Selama tiga hari itu Dania hanya duduk di dalam rumah, dan belum bisa menjalani aktivitasnya, Dania belum juga bertemu dengan Dhika, terakhir bertemu ketika Dania masih di rumah sakit, Dania teringat bahwa nomor Handphone Dhika pasti ada di panggilan Handphone Bibi Dania, maka dari itu Dania mencoba untuk meminjam Handphone bibinya, setelah ia mendapatkan dan menulisnya di secarik kertas, Dania langsung memakai mantel dan pergi keluar segera mencari telepon umum, disana dia mencoba untuk menghubungi Dhika.

Namun, Handphone Dhika saat itu tidak aktif, Dania mencoba untuk menghubungi Dhika, namun tetap tidak bisa di hubungi, Dania pun langsung menutup teleponnya dan segera pulang.

Saat Dania keluar dari tempat telepon umum, Dania terkejut karena Dhika sudah berdiri di luar, dengan mantel hitam dan syal coklat.
"Sedang apa De Nia?" Tanya Dhika.
"Hmm, Kak Dhika, tidak Dania baru saja menelepon Ibu.." Jawab Dania berbohong, dan menyembunyikan kertas yang berisi nomor Dhika.
"Bukannya ibu tidak punya Handphone ya de?" Tanya Dhika sambil tersenyum.
"Anu, telepon Mas Ridwan maksudnya kak.." Jawab Dania semakin gugup.
"Oooh, mas Ridwan sudah beli Handphone ya de?" Tanya Dhika sambil tersenyum.
"Hmmm...." gumam Dania. 
Dhikapun langsung menarik Dania dan mengajaknya masuk ke dalam mobil Dhika.
"Kita mau kemana kak?" Tanya Dania.
"Kita pergi jalan-jalan De, gimana mau?" Tanya Dhika.
"Mauu kak.... hhihi " Jawab Dania sambil tersenyum.
Mereka berduapun pergi menuju suatu tempat yang Dhika tidak sebutkan pada Dania, sesampainya disana, Dania terkejut karena Dhika mengajaknya untuk bermain Ski.
"Wow, keren kak tempatnya, tapi kak Dhika, Dania tidak bisa bermain ski." Ucap Dania dengan nada takut.
"Sudah, De Nia cukup ikut kata-kata kaka saja nanti, lagi pula ini mengasyikan." Jawab Dhika sambil menarik tangan Dania menuju peminjaman alat-alat bermain.
Setelah keduanya menggunakan alat-alat bermain tersebut. Mereka di arahkan oleh pelatih yang ada disana sebelum memulai bermain, Dania yang nampak begitu senang seolah ingin cepat bermain Ski, sedangkan Dhika dari tadi hanya duduk dan tersenyum memperhatikan Dania.

Setelah selesai mendengarkan arahan pelatih, kini Dania mencoba bermain perlahan, Dhika yang siao siaga di samping Dania berjaga apabila Dania membutuhkan pertolongan.
"Jangan terlalu jauh mainnya de.!" Ucap Dhika.
"Oke kak!" Jawab Dania sambil mengedipkan mata kanannya. 
Mereka berduapun bermain Ski dengan senang hati, satu jam setengah mereka bermain Ski, akhirnya mereka berdua menepi dan duduk di kursi tepat di bawah pohon.
"Gimana, asyik De?" Tanya Dhika.
"Iya kak, asyik banget, terimakasih banyak ya kak!!" Jawab Dania dengan senyum sambil memperbaiki syal di lehernya.
"Gimana kabarmu De, sehat? " Tanya Dhika perlahan.
"Sudah tidak kenapa-kenapa kok kak, Dania sehat, buktinya Dania bisa bermain selincah ini." Jawab Dania sambil mengayunkan dua kakinya.
"Syukur kalo gitu." Jawab Dhika tenang.
"Gimana Kak Aya?" Tanya Dania.
"Kenapa cemburu? Aya sekarang sudah tinggal di tempat barunya, dia pindah di rumah kakak lagi, apa lagi semenjak kejadian kemarin." Jawab Dhika mengingat kesalahan Aya yang menyembunyikan bahwa Dania kecelakaan.
"Cemburu? Ngga tuh.... Oh iya pindah? Yah kak Dhika jadi gak ada temennya" Jawab Dania tersenyum sinis.
"Kenapa malah nanya Aya sih, bukan nanya kabar kakak!" Ucap Dhika dengan wajah kesal.
"Hmm, hhehe iya kak, gimana kabar kakak?" Tanya Dania.
"Sehat, seperti yang De Nia lihat." Jawab Dhika.
"Hmmm, kalo hati kakak?" Tanya Dania sambil tersenyum.
"Loh kok nanya kesitu sih De.. De liat deh itu orang dari tadi ngeliatin kita.." Jawab Dhika sambil mencoba mengalihkan.
"Huuu, malah di alihkan, hhehe.. masa di tinggal Dania baru sebulan saja kakak gak kuat sih?" Tanya Dania menggoda.
"Hmmm.." Dhika menghela napas nya.
"Bagaimana dengan Dania dulu yang di tinggal kakak beberapa tahun, lalu kakak muncul, dan kaka meninggalkan lagi Dania beberapa bulan." Ucap Dania sambil meniup poninya.
"Kakak melakukan itu karena kakak punya alasan De, dulu kakak sakit." Jawab Dhika tanpa melihat wajah Dania.
"Ya sama dengan Dania, Dania juga punya alasan, mengapa kemarin menghilang." Jawab Dania.
"Bagaimana bisa de, kamu memendam masalah itu sendiri? Padahal saat itu kakak sedang bersama kamu De, dan De Nia pergi saja, tidak pamit." Ucap Dhika.
"Kadang kala bercerita kepedihan kepada orang lain, malah membuat kita semakin lemah kak." Jawab Dania.
"Hmmm." Dhika menghela napas nya lagi.
"Malam itu, saat kak Dhika tertidur di dalam mobil, sebenarnya Dania melihat kakak, hanya saja, saat itu bukan waktu yang tepat untuk bertemu kakak, maka dari itu Dania lewati mobil kakak, dan mengambil barang Dania yang tertinggal." Ucap Dania.
"Sebenarnya masih ada yang De Nia tinggalkan." Jawab Dhika.
"Siapa? Kakak? hhehe, cuma satu bulan kok, ga ninggalin kakak lama juga.." Ucap Dania sambil tertawa.
"Bukan, piala dan hadiah Dania menjuarai perlombaan melukis, lukisan Dania juga ada di kamar kakak." Jawab Dhika.
"Lukisan? Hmmm, kakak sudah melihatnya ya, tadinya akan Dania berikan pada kakak secara langsung." Ucap Dania dengan suara merendah.
"Bagus lukisannya." Ucap Dhika.
"Terimakasih kak." Jawab Dania.
"Ya sudah, yuk kita pulang!" Ajak Dhika, smabil beranjak berdiri.
"Okey kak!!" Jawab Dania.
Sambil berjalan menuju pintu keluar Dania memperhatikan Dhika sembunyi-sembunyi, namun tanpa sepengetahuan Dania, Dhika telah memperhatikan gerak-gerik Dania.
"Kenapa De?" Tanya Dhika sambil tersenyum menggoda.
"Hmm,,, tidak, tidak kenapa-kenapa.." Jawab Dania menyembunyikan sikapnya.
"Aah, dari tadi memperhatikan kakak, memang kakak tidak tau.." Jawab Dhika dengan sikap dinginnya.
"Oh, iya? ngga tuh.. Dania cuma bingung saja, mengapa kakak tidak meminta Dania untuk tidak pergi lagi.." Jawab Dania dengan nada polos. 
Langkah Dhika pun berhenti, dan kini Dhika mencoba menghadap ke arah Dania, Dania pun ikut berhenti dan mencoba memperhatikan apa yang akan Dhika katakan, lagi, Dhika membuat dada Dania berdebar.
"De, mau selama apapun, mau sejauh apapun De Nia pergi, kakak tidak akan melarang, dan jangan terlalu banyak membahas soal waktu." Ucap Dhika.
"Ih, kirain mau bilang apa, ya sudah Dania akan pergi bertahun-tahun saja, sampe jadi nenek-nenek." Jawab Dania dengan wajah kesal sambil berjalan lebih dulu.
"Tapi De Nia harus ingat, kemana De Nia hendak pulang, kakak pasti ada untuk menunggu De Nia." Ucap Dhika dari arah belakang Dania dengan suara yang cukup tenang. 
Langkah Dania berhenti sejenak, Daniapun tersenyum mendengarnya, tanpa melirik ke belakang Dania langsung berlari menuju pintu keluar. Begitupun Dhika, dia tersenyum ketika melihat Dania bersikap salah tingkah dan Dhika mencoba berlari menyusul Dania. Namun yang kini Dhika yakini, dia akan selalu menjaga Dania, selagi Dania masih di sisinya.




Menantimu melalui air hujan
Melewati kemarau panjang
Menembus salju tebal

Menantimu mengajak nada
Menghilangkan tawa
Meniadakan suara

Menantimu mengundang air mata
Menghadirkan kelelahan
Menyesakkan dada

Menantimu memudarkan cahaya
Memutuskan harapan
Menerbangkan asa

Bukan 
Bukan hanya soal waktu
Tapi melibatkan Perasaan
Menguji Kesabaran
Melatih Kesetiaan







(Bersambung.....)


Comments

Popular Posts