Dania - Melepas bukan Jawaban (Cerbung ke - 20 Terakhir)

Musim dingin sudah tiba, salju tebal menyelimuti jalanan kota, lampu kelap-kelip indah di tengah malam, diam di rumah adalah hal ternyaman.
Gadis pintar yang dikenal dengan sebutan dokter cantik ini, sudah mengenakkan jilbab di kapalanya, betapa semakin banyak yang menyukainya. Gadis tersebut semakin terampil dan di percaya sebagai dokter unggulan di tempat ia bekerja.
Bukan Dania namanya jika sebelum matahari terbenam ia sudah di rumah, Dania terbiasa bekerja hingga larut malam, sehingga dia bisa membeli rumah oleh hasil kerja kerasnya sendiri.
Kedua orang tuanya tak mau di ajak pindah ke rumah Dania, ibu dan bapak lebih suka tinggal di rumahnya, sehingga Dania pun sesekali menjenguk ibu dan bapak ke rumah.
Saat itu Dania sedang duduk termenung mengingat masa-masa indah bersama keluarga, sebelum Mas Ridwan kakak semata wayang Dania itu menikah.
Kriiiing... kriiing...
Tiba-tiba ponsel Dania berdering, terlihat nama tertera di ponselnya 'Kak Dhika', Dania pun langsung mengangkat teleponnya dengan cepat.
"Hallo, Assalamualaikum?" Ucap Dania.
"Waalaikum salam, de lagi dimana?" Tanya Dhika.
"Masih di rumah sakit kak, sebentar lagi juga pulang." Jawab Dania.
"Bawa mobil ga de?" Tanya Dhika.
"Ngga kak, soalnya mobilnya di pake bapak dan ibu." Jawab Dania.
"Yaudah, kakak nunggu di depan ya. Jangan lama. Assalamualaikum. " Ucap Dhika sambil menutup ponselnya.
"Waalaikum salam." Jawab Dania sambil sedikit heran karena teleponnya langsung di tutup.
Dania pun menghela napas, sebari melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 9 malam. Dania pun segera merapikan bawaannya untuk segera pulang ke rumah, namun tiba-tiba ada panggilan harus datang ke UGD. Tanpa pikir panjang Dania yang semula bersiap pulang langsung datang ke UGD dan tidak mengabari Dhika lebih dulu. 
Dania langsung memeriksa 2 orang pasien kecelakaan tersebut, dan Dania harus segera mengambil tindakan operasi, saat itu semua dokter tidak ada yang sedang santai semua sibuk oleh pasien lain, maka dari itu Dania pula lah yang harus segera mengoperasi pasien tersebut. 
2 jam berlalu, 3 jam berlalu, waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam, Dania yang baru saja keluar dari ruang operasi langsung berpamitan kepada perawat. 
Dania menghubungi nomor Dhika tapi tidak aktif, dirinya semakin khawatir, Dania pun terus berjalan sampai ke loby rumah sakit, hingga langkah Dania terhenti melihat lekaki tinggi tampan itu sedang terkantuk-kantuk di ruang tunggu. 
Dania segera berbalik arah menuju kantin dan membawakan coklat panas untuk kak Dhika dan segera kembali menuju ruang tunggu. 
"Kak.." Panggil Dania.
"Eh de... sudah selesai?" Tanya Dhika. Sambil mencoba membuka matanya.
"Maaf ya kak, kakak jadi nunggu lama sekali." Ucap Dania dengan nada menyesal dan memberikan segelas coklat panas.
"Ya sudah ngga apa-apa. Kita pulang yuk sudah larut." Ajak Dhika sambil meminum coklat panas yang di bawakan Dania.
Dania dan Dhika pun segera menuju parkiran mobil, dan segera pulang ke rumah. Selama perjalanan menuju rumah, mereka saling  berbincang. 
"De, besok libur kan?" Tanya Dhika.
"Iya kak, besok Dania libur, ada apa kak?" Tanya Dania.
"Ya sudah gimana kalau kita main?" Tanya Dhika.
"Hmm, boleh juga kak, main kemana ya kak kira-kira..." Dania mencoba berpikir.
"Gimana kalau kita main ice skating? " Tanya Dhika.
"Hmm, boleh juga kak, sudah lama kita ngga bermain kesana." Jawab Dania.
"Hmm, berapa lama memang? hehe "Tanya Dhika.
"Sudah hampir 10 tahun ya??" Tanya Dania.
"Enak saja, kira-kira ada 7-8 tahun yang lalu.. Saat De Nia masih imut." Jawab Dhika sambil meminum coklat panas.
"Hehe, ya sudah nanti sehabis main ice skating kita makan sup di tempat yang kakak suka, gimana?" Tanya Dania.
"Iya ide bagus itu de,hehe." Jawab Dhika.
"Loh ko ketawa kak? hmm" Tanya Dania.
"Ngga, kakak jadi teringat dulu selalu mengikuti Dania kemana Dania pergi, saat mamah kakak meninggal." Jawab Dhika.
"Oh iya, saat itu kakak menghilang, tapi saat Dania dalam keadaan bahaya atau perlu kakak, kakak selalu muncul, saat di taman bermain Dania kehilangan cincin, saat di shelter Dania hampir bahaya oleh pencuri, dan saat salju seperti ini, kakak yang selalu Dania rindukan." Ucap Dania.
"Iya De, lalu apalagi yang De Nia akan cari di dunia ini?" Tanya Dhika.
"Semua sudah cukup, Dania sudah punya uang sendiri dan bisa membahagiakan sedikit ibu dan bapak." Jawab Dania sambil tersenyum.
"De Nia gak akan menikah?" Tanya Dhika tiba-tiba.
"Hm,,hm,, Dania menunggu kakak nikah lebih dulu saja." Jawab Dania sambil ragu menjawab pertanyaan Dhika.
"Ya, maka dari itu besok kakak mengajak De Nia main, karena kakak akan mengenalkan De Nia pada seseorang." Jawab Dhika.
"Seseorang? Calon istri kakak?" Tanya Dania.
"Hmmm, mungkin.." Jawab Dhika sambil fokus menyetir.
"Hmm, oh... memang Dhicoffee tanpa kakak bisa berjalan? lebih baik kakak di Cafe saja." Ucap Dania.
"De, Cafe kaka itu sudah ada beberapa cabang, masa iya kakak stay di Cafe terus, kakak juga perlu liburan." Ucap Dhika.
"Kalo begitu, Dania besok tidak ikut saja, Dania takut mengganggu." Ucap Dania.
"Kakak yang mengajak De Nia, jadi De Nia harus ikut. Nih sudah sampai silahkan turun." Ucap Dhika dengan nada ketus.
"Kok kakak seperti yang marah. Iya Dania turun." Jawab Dania sambil keluar dari mobil.
"Kakak akan lebih marah kalau De Nia tidak ikut." Ucap Dhika sambil melajukan mobilnya. 
Saat mendengar hal itu Dania terheran melihat Dhika yang begitu kesal padanya. Tapi tiba-tiba saat memasuki rumah, Dania terlihat lebih sedih. Entah apa yang ia rasakan, mungkin sedikit kaget saat mendengar Dhika akan memperkenalkan Dania dengan seseorang, apalagi Dhiak berbiacra seperti itu di saat membahas topik pernikahan. Dalam benak Dania sepertinya Dhika akan mengenalkan seorang perempuan. 
Dania pun segera istirahat, agar besok bisa ikut bertamasya.
Esok harinya, Dania sudah bersiap, ia nampak seperti bukan dokter, tapi layaknya anak remaja biasa, dengan menggunakan celana jeans, baju tunik dan jilbab senada serta jaket tebal berwarna coklat, tak lupa topi menutupi jilbabnya.
Kriiiing... Nada teleponnya berbunyi, pertanda Dhika sudah berada di depan, tanpa mengangkat teleponnya Dania langsung keluar rumah.
"Kak... tunggu!" Panggil Dania sambil memakai sepatu musim dinginnya.
Dhika hanya tersenyum. Kemudian Dania pun langsung masuk ke dalam mobil, dan mereka segera bertamasya.
Dania dan Dhika pergi untuk mencari sarapan, setelah itu ia bermain ke desa tua, disana Dania sangat senang, karena Dhika sangat menghibur sekali. Di desa tua mereka bisa melihat berbagai hewan musim dingin, seperti beruang, pinguin dan lainnya, seharian Dania terus bersenang-senang.
Hingga saat tiba di tempat bermain ice skating, Dania langsung asyik bermain bola salju, membuat boneka salju, hingga ia tidak sadar, bahwa ia kehilangan jejak Dhika, terakhir Dhika menyuruh Dania masuk lebih dahulu, karena Dhika akan ke kamar mandi, namun sudah 1 jam lebih Dhika tidak muncul juga.
Dania terus menghubungi nomor ponsel Dhika, tapi karena tempat bermain ice skating sangat jauh dari pemukiman, sehingga jarang ada kontak sinyal disana.
Dania yang sudah bersemangatpun kini hilang semangatnya, entah harus bertanya pada siapa, perlengkapan bermain ski tidak jadi di pakai, Dania terus menunggu duduk di bawah pohon, sesaat Dania teringat dahulu saat Dania hampir saja celaka bermain ski, dan Dhika yang menyelamatkannya.
Dania terus menerus melihat sekeliling tapi tidak ada yang bisa diharapkan. Tiba-tiba ponsel yang ia genggam berdering dan tertera nomor asing, Dania pun langsung mengangkat teleponnya.
"Hallo, Assalamualaikum?" Tanya Dania.
"Hallo, mba, mba sedang dimana? mba di tunggu di pondok belakang ruang pengambil perlengkapan ski sekarang mba." Ucap seseorang tidak dikenal.
"Hallo, mba, ada apa memang mba?" Tanya Dania dengan wajah panik, sambil melangkahkan kakinya, karena pikirannya kini tertuju pada Dhika.
"Mba pokonya di tunggu ya, karena ini penting." Tidak lama telepon di tutup.
Sambil menelepon ponselnya Dania segera mempercepat langkahnya menuju pondok yang di maksud, ia terus berlari, sesekali terjatuh karena tebalnya salju, suhu makin terasa dingin, Dania berlari karena pondok yang di maksud cukup jauh.
"Semoga saja, tidak terjadi apa-apa." Ucap Dania pada dirinya sendiri. 
Dania pun terus berlari hingga akhirnya ia tepat berdiri di depan pondok yang di maksud. Tampak tidak ada apa-apa di dalam pondok, Dania pun perlahan masuk ke dalam pondok, sebelum ia membuka pintu, pintu lebih dulu terbuka.
"Mba Dania?" Tanya wanita di dalam pondok.
"Iya betul, kamu yang tadi telepon saya? Ada apa? soalnya saya sedang mencari teman syaa, jadi tidak bisa lama disini." Tanya Dania penasaran dengan wajah cemas.
"Tenang dulu mba Dania, saya Sany, saya lihat teman mba Dania sedang membutuhkan mba, biar saya tunjukkan dimana tempatnya." Ucap Sany.
"Sebentar, teman saya? Dhika?" kamu teman Dhika yang mau di kenalkan dengan saya? dimana kak Dhika?" Tanya Dania penasaran.
"Saya ga ngerti sama pertanyaan mba, yang penting mba ikut saya dulu, kasian Dhika menunggu." Ucap Sany.
Merekapun segera pergi, Dania terlihat sangat cemas ingin mengetahui segera keadaan Dhika, Dania pun pergi di antar oleh Sany ke suatu tempat.
"Saya gak ngerti, apa yang terjadi? Kak Dhika kenapa? Kak Dhika kecelakaan? apa terluka?" Tanya Dania dengan cemas.
"Saya ga bisa jawab mba, saya hanya di minta untuk panggil mba." Ucap Sany.
Mendengar kalimat itu Dania langsung terdiam, sepertinya memang terjadi apa-apa pada Dhika, namun Dania heran mengapa ia harus di ajak ke tempat yang jauh sekali, padahal sebelumnya Dhika hanya izin untuk ke kamar mandi.
Dania pun langsung terdiam dan semakin gematar saat dirinya di bawa ke ruang kesehatan di tempat ski tersebut. Begitu kaget Dania ketika melihat seseorang yang ia tidak kenal sedang terbaring di kasur pasien. Terlihat tangan nya di balut perban, serta kaki nya di beri papan penyanggah.
"Siapa dia?" Ucap Dania sambil mendekati seseorang yang terbaring tersebut dan bertanya pada Sany.
Tidak lama Dhika menghampiri dan menepuk Dania.
"De. Maafkan kakak tidak bisa menepati janji." Ucap Dania.
"Hmm, kakak.. syukur kalau kakak tidak kenapa-kenapa, ini siapa kak? kenapa bisa terluka seperti itu?" Tanya Dania.
"Iya, jadi sebenarnya dia yang akan kakak kenalkan pada De Nia. Dia Ashma, anak dari teman almarhumah mamah, teman mamah dan suaminya sudah lama meninggal sehingga dia tinggal bersama kakak di rumah sejak usia 5 tahun, kini usia nya baru 17 tahun, rencananya hari ini akan kakak kenalkan pada De Nia. Selama ini dia yang bantu kakak untuk mengurus Dhicoffee (usaha Cafe miliknya), kakak sengaja tidak menceritakan pada De Nia, karena memang belum saatnya." Ucap Dhika.
"Iya, terus Ashma ini kenapa bisa seperti ini? Dan kenapa Dania harus kenal Ashma?" Tanya Ashma keheranan.
"Sebaiknya aku tinggalin kalian bertiga ya." Ucap Sany karena merasa tidak enak berada di antara mereka..
"Okey San, thanks ya." Ucap Dhika.
"Urwel, santay aja." Jawab Sany, dan Sany pun menunggu di luar ruang kesehatan.
Tinggalah mereka bertiga dengan kondisi Ashma terbaring di kasur.
"Terus Ashma kenapa bisa seperti ini?" Tanya Dania.
"Dia tertabrak motor saat membeli bunga untuk di berikan kepada De Nia." Ucap Dhika.
"Ini sebenarnya ada apa sih kak, kalau saja kakak tidak membawa Ashma, mungkin dia sekarang masih baik-baik saja kan?" Tanya Dania.
"Kakak sebenarnya ingin mengenalkan Ashma pada De Nia, karena sepertinya ini waktu yang tepat untuk kakak menjelaskan, bahwa kakak ada tujuan ingin menikah tahun ini, tapi.." Dhika yang sedang bicara pun lalu berhenti karena Dania langsung angkat bicara.
"Stop kak. Jadi kakak jauh-jauh ajak Dania kesini, hanya karena ingin mengenalkan Ashma pada Dania? supaya kakak dapat izin dari Dania untuk menikah? Kok kakak bisa semudah itu? kita sudah saling dekat dari waktu kecil, kenapa kakak tidak paham dan mengerti juga perasaan Dania. Tenang kak Dania pasti izinin kakak, walaupun Dania masih gak menyangka, kakak akan menikah secepat ini." Ucap Dania sambil menahan air matanya.
"Ya justru itu, walaupun kita sudah saling mengenal lama, rasanya masih canggung untuk kakak bilang pada De Nia, bukankah De Nia merasa senang?" Ucap Dhika.
"Senang? Hmm.. Tenang aja kak, Dania sudah izinkan kakak menikah, hanya saja Dania merasa sedih. Ya sudah kalau begitu Dania langsung pulang saja, hari sudah gelap, sebaiknya Ashma di bawa ke rumah sakit, Dania lihat penanganannya kurang bagus disini. Salju akan semakin tebal, jangan lupa pakai mantel nya kak." Ucap Dania sambil bergegas keluar ruangan.
"Iya kakak sudah hubungi ambulan untuk datang kesini, terus kenapa De Nia pulang sendiri dan bersedih jika De Nia mengizinkan kakak untuk menikah?" Tanya Dhika.
"Memang apa lagi yang harus Dania lakukan kak? melihat calon suami merawat calon istrinya yang baru saja kecelakaan? Itu bukan tontonan. Dania akan coba melepas dan melupakan kakak. Dania pamit, Assalamualaikum." Ucap Dania sambil melangkah keluar. 
Namun sebelum Dania melangkahkan kakinya, Dhika mengeluarkan kalimat yang membuat Dania berbalik badan.
"Bagaimana kakak mengurus Ashma, jika Calon istri kakak memalingkan kakinya untuk menjauh dari kakak saat ini." Ucap Dhika dengan nada sedikit tegas.
Dania pun menghentikan langkahnya, jantung Dania berdegup kencang, entah apa yang di dengar, antara senang dan malu atas sikap yang kekanak-kanakan tersebut.
"Mengapa semudah itu untuk marah, mengapa tidak mau mendengarkan penjelasan kakak terlebih dahulu, jangan selalu mengambil keputusan sepihak De." Ucap Dhika. 
Daniapun membalikkan tubuhnya. Dia menatap Ashma. Dia terdiam dan hanya menatap penuh sesal pada Dhika.
"Salju di luar tebal, jangan pulang sendiri, karena kakak tadi yang menjemput De Nia ke rumah." Ucap Dhika.
"Hmm, maafkan Dania." Ucap Dania sambil menahan tangisnya.
"Hmm, bagaimana, mau kakak ajak masuk syurga bersama kakak?" Tanya Dhika dengan tersenyum manis.
"Kakak, tidak marah pada Dania? Dania sudah buat suasana tidak nyaman disini. Dan menyakiti hati Ashma." Ucap Dania dengan menyeka air mata nya.
"Bagaimana, mau kakak ajak masuk syurga bersama kakak?" Tanya Dhika sekali lagi.
"Kenapa ga jawab?" Tanya Dania sambil menangis.
"Apa pertanyaan kakak belum cukup jelas untuk menjawab pertanyaan De Nia? Inshaa Allah, segala sesuatu yang De Nia lakukan adalah tahapan pembelajaran untuk kakak kelak membimbing De Nia sebagai kepala rumah tangga. Jadi ini hanya baru bagian terkecil." Ucap Dhika sambil mengusap salju yang ada di atas jilbab Dania.
"Bagaimana, mau kakak ajak masuk syurga bersama kakak?" Tanya Dhika sekali lagi.
"Iya kak, Dania mau." Ucap Dania dengan mengangguk. 
Mereka berdua pun saling tersenyum. Daniapun langsung meminta maaf pada Ashma.
"De Ashma, maafkan Dania sudah berpikir yang tidak-tidak, terimakasih untuk bunga yang tadinya mau De Ashma kasih buat Dania." Ucap Dania sambil tersenyum. Namun Ashma hanya menatap dan balik tersenyum dan memberi isyarat menggunakan tangannya sebagai tanda telah memaafkan Dania.
Dania pun tersentuh dan amat sangat menyesal setelah mengetahui bahwa orang yang telah membuatnya cemburu ternyata tidak bisa bicara, Dania pun memeluknya dengan erat. Kemudian Ashma memberi isyarat lagi menggunakan tangannya yanghanya di pahami oleh Dhika.
"Kak, Ashma bilang apa?" Tanya Dania sambil merangkul Ashma.
"Ashma bilang, kalau dulu dia sempat suka sama kakak, katanya kakak sangat baik, tapi dia sadar saat kakak selalu menceritakan De Nia padanya, dan Ashma mulai mengakui bahwa kakak lebih pantas sebagai kakaknya saja, bukan untuk sebagai pasangannya." Ucap Dhika sambil tesenyum dan mengusap jilbab Ashma.
"Tuh kan, semua orang pasti suka sama kak Dhika." Ucap Dania.
"Iya tapi yang suka sama Dania hanya kakak kan?" Ucap Dhika tertawa meledek.
"Sok tau...huuu." Ucap Dania.
Dhikapun tersenyum setelah melihat senyum Dania kembali. Tidak lama ambulan datang dan petugasnya segera membawa Ashma ke rumah sakit dekat tempat Dania bekerja.

Tiga bulan kemudian, Dania dan Dhika menikah, seluruh keluarga dan  teman-teman mereka menghadiri acara yang dinantikan.  Meski ibu Dhika sudah tiada setidaknya ada Ashma yang menemani Dhika di acara yang paling membahagiakan ini.
Tapi ada hal yang sedikit memalukan dan pasti tidak akan terlupakan, yaitu ketika hendak memasukkan cincin ke jari manis Dhika, Dania menjatuhkannya, bukan Dania namanya jika tidak ada kejadian unik di sekitarnya, sehingga membuat semua tertawa karena tingkahnya.

Kini dokter cantik itu pun hanya memiliki satu penggemar yaitu suaminya, Dhika. Mereka hidup bahagia, Dhika yang semakin sukses di usahanya tidak mengganggu Dania yang bekerja sebagai dokter.

Itulah dinamika hidup. Kadang senang kadang sedih. kadang bahagia, kadang terluka. Dhika dan Dania sepasang kekasih yang memang di takdirkan bersama. Meski sebelumnya beberapa kali di pisahkan tanpa alasan, jika Allah berkata Terjadi, maka Terjadilah.


Ada banyak manusia di bumi ini.
Sehingga ia bisa saling memilih.
Ada banyak rasa di bumi ini.
Sehingga ia bisa saling menghargai.
Jika lupa, ingatkan.
Jika terjatuh, bangunkan.
Karena yang sudah di genggam.
Akan sulit di lepaskan.
Tinggal doa yang menguatkan pilihan.



(Selesai) 




Comments

Popular Posts