Bahagiaku Kamu (Cerpen)
Aku menanti sia-sia
Hati yang ku jaga, bukan untuk ku bawa
Selamat Tinggal
Untuk seseorang yang selalu ada
Yang selalu nampak tapi tak bersuara
Yang bercahaya tapi tak terasa
Terimakasih untuk semua rasa
Karena nyatanya aku punya cerita
Yang harus ku lanjutkan
Dan tak bisa hanya berhenti disini
Apalagi mengulang jalan yang ku tinggalkan
Satu tahun yang lalu, dia berdiri disini, menanti aku yang tiada hadir. Saat itu aku menyadari bahwa dia adalah lelaki yang terbaik, namun waktu terus berputar hingga aku tertawa, ketika melihat ia menyerah dan lebih memilih yang lain.
Seina, gadis 27 tahun itu lebih memikirkan karir di banding masalah cinta nya. Gadis berjilbab itu telah meyakini dalam hatinya, bahwa dia akan mendapatkan kekasih yang baik, 'jika pada waktunya'.
Saat itu sedang libur musim dingin, sehingga setelah sholat subuh, Seina masih terdiam di kamarnya terbalut selimut di kasurnya. Tiba-tiba suara telepon berbunyi.
Kriiiiiiing.. Kriiiing...
"Hallo, Assalamualaikum?" Jawab Seina.
"Waalaikum Salam Sey... Gimana kabar kamu sehat? Lagi musim apa disana?" Tanya Sarah sahabatnya.
"Alhamdulillah sehat Sar, disini lagi musim dingin, dan aku masih asyik dalam selimut Sar! hhihi " Jawab Seina.
"Ah bagaimana sih wartawan cantik kita ini, mau berapa lama diam di kamar? Disini terlalu dingin, ayo keluar dan buka kan pintu!" Ucap Sarah sambil mematikan teleponnya.
Dan Seina pun tertidur lagi, sejenak matanya langsung terbuka dan baru menyadari bahwa sahabatnya Sarah ada di depan rumah dinas yang ia tempati, dia pun langsung beranjak bangun dan segera merapikan kamarnya dan segera lari keluar rumah.
Di bukalah pintu rumah.
"Assalamualaikum ya Ukhti!" Ucap Sarah sambil tersenyum.
"Waalaikum salam, ayo cepat masuk sini Sar." Ucap Seina.
"Kamu ini ya, mentang-mentang lagi libur, membiarkan sahabatnya menunggu lama di luar." Ucap Sarah sambil menyimpan barang-barang miliknya di meja makan.
"Kamu sendiri Sar? Mana suamimu?" Tanya Seina sambil menengok kanan dan kiri.
"Kebetulan Mas Riswan di tugaskan kerja disini, tapi karena dia harus tinggal bersama teman-teman kantornya, aku memutuskan untuk tinggal bersamamu, tak apa kah Sey?" Tanya Sarah dengan wajah memelas.
"Loh kok gitu, memangnya Mas Riswan tidak mencoba menyewa rumah?" Tanya Seina.
"Tidak, karena cuma tiga minggu, jadi boleh kah Seyy??" Tanya Sarah sambil tersenyum lebar.
"Iya iya, alasan apa coba yang bisa buat aku nolak kamu?" Jawab Seina sambil tersenyum.
"Alhamdulillah, baik sekali sahabatku yang satu ini. Ya sudah kamu udah sarapan kah Seyy? Aku bawakan sarapan untuk kamu, di jamin halal."Ucap Sarah.
"Terimakasih, tapi aku mau mandi dulu, sebaiknya kamu istirahat dulu, nanti kita sarapan bareng terus kita jalan-jalan, gimana Sar?" Tanya Seina.
"Sesungguhnya kamu selalu ngerti aku Seyyy... Eh tapi nanti kita sekalian ketemu sama Mas Riswan ya? Supaya dia juga tenang kalau tahu aku tinggal sama kamu." Ucap Sarah.
"Okey siap komandan! aku mandi dulu." Jawab Seina dan langsung pergi ke kamar mandi.
Sarah pun menunggu Seina sambil melihat-lihat barang di rumahnya. Sedikit terkenang persahabatan mereka dulu dari SMP sampai SMA, masih teringat ketika betapa sedihnya Seina harus kehilangan semua keluarganya karena kecalakaan besar dan hanya Seina yang selamat, dan yang memisahkan Seina dengan Sarah adalah kuliahnya, Seina mendapat beasiswa ke Luar Negeri dari kampusnya, namun karena kampusnya bekerja sama dengan salah satu perusahaan yang mendanai beasiswa, sehingga Seina kini bekerja disana sebagai wartawan, ya negara yang dipenuhi dengan orang-orang pekerja keras.
Tidak lama Seina keluar kamar mandi dan sudah terlihat rapi. Sarah pun sudah menyiapkan sarapan di meja makan sehingga mereka langsung menyantap sarapannya bersama.
"Eh iya Seyy, gimana kabarnya Gibran?" Tanya Sarah.
"Sssssstt, kalau mau terus lanjut keluar hari ini, ga usah bahas nama dia." Ucap Seina.
"Terakhir kamu bilang dia pergi sama cewek, dan terlihat sangat akrab. Seyy, aku rasa kamu harus perbaiki semuanya, selesaikan dengan baik-baik aja, kamu sama Gibran udah niat serius loh, usia kamu udah cukup matang untuk menikah, kamu mau sampai kapan seperti ini?" Tanya Sarah.
"Ssstt, stop! Aku udah bilang tolong jangan bahas ini, aku udah cukup nahan beban aku selama 1 tahun ini untuk melupakan dia Sar, sekarang kamu coba ngingetin aku lagi sama hal seperti itu." Ucap Seina sedikit marah.
"Tapi Seyy, kamu sendiri yang sering cerita ke aku kalau Gibran itu sholeh, baik hati dan ibunya juga udah kenal kamu via telepon kan? Aku rasa ini ada salah paham." Ucap Sarah.
"Kamu aja gak kenal sama Gibran, gimana kamu berpikir seperti itu? Yaudah sekarang kamu mau pergi atau ngga? Aku udah selesai sarapannya, aku tunggu di depan, pakai mantelnya jangan lupa." Ucap Seina sambil bergegas keluar.
"Kamu tuh ya, keras kepalanya ga berubah makan aja belum habis." Ucap Sarah sambil membujuk.
Diluar rumah Seina jadi teringat Gibran, seseorang yang berniat untuk melamar Seina, seseorang yang menerima kekurangan Seina, namun kini Seina memblokir semua akses yang menghubungkan Gibran pada Seina, dulu Gibran sempat ke rumah Seina, namun Seina sengaja tidak membuka pintunya. Kini Sarah mencoba mengingatkannya lagi pada Gibran, sedikit membuat Seina merasa lelah karena harus mengingat lagi beban cintanya.
"Seyy, maafin aku ya, aku baru datang sudah membuat kamu seperti ini, apa sebaiknya aku tidak usah tinggal di rumahmu saja?" Tanya Sarah yang baru saja keluar pintu.
"Hmm, apaan sih Sar, kamu ini seperti yang tidak kenal aku saja, itu kan cuma masalah sepele, aku gak mau merusak persahabatan kita." Ucap Seina.
"Iya, aku tahu kok, setiap kita bertengkar kamu selalu menjawab seperti itu. hhihi jadi kita mau pergi kemana?" Tanya Sarah dengan wajah berseri.
"Hmm, kamu tuh ya, menyebalkan, ikut aku saja, oh ya, tolong beri tahu Mas Riswan kalau kita mau ke daerah Sakura tapi nanti jam 7 malam, sekarang kamu wajib ikut aku jalan-jalan dulu." Ucap Seina.
Tidak lama mereka pun langsung pergi jalan-jalan, Seina mengajak Sarah bermain sky, dan menonton film di bioskop, mereka menghabiskan waktu seolah-olah saling melepas rindu. Begitupun dengan Sarah yang amat sangat senang bertemu dengan sahabat lamanya, kini serasa hari itu milik mereka berdua hingga mereka tidak menyadari bahwa hari sudah gelap.
"Seyyy, Seyy, Mas Riswan udah ada di jalan apa sih yang kata kamu tadi? Cempaka.. Eh apa sih..." Ucap Sarah."Sakura?! Okey kita kesana sekarang dekat kok." Ucap Seina.
"Dia sama temannya yang gila kerja kaya kamu juga. Teman Mas Riswan yang sudah lama kerja disini juga." Ucap Sarah.
"Oh gitu, okey deh, lagi pula bukan urusan aku. hhehe." Ucap Seina sambil berjalan keluar mall.
Mereka pun naik bus dan berjalan kaki untuk bertemu dengan mas Riswan. Sudah terlihat dari kejauhan Mas Riswan sedang berada di kios kopi bersama temannya, saat Sarah dan Seina menghampiri Sarah langsung mendekati suaminya, sedangkan Seina menghentikan langkahnya, saat bertatap dengan teman Mas Riswan, membuat Seina rasanya ingin berlari jauh dan menghindar, tapi karena ada Sarah dan suaminya itu membuat Seina tak bisa menghindar.
Raut wajah Seina berubah terlihat lebih tegang.
"Mas ini aku kenalkan dia Seina yang selalu aku ceritakan." Ucap Sarah."Assalamualaikum Seyy, maaf ya Sarah merepotkan kamu untuk tiga minggu ke depan." Ucap Riswan."Waalaikum salam. Tidak apa kok karena aku juga sangat merindukan Sarah." Jawab Seina sambil tersenyum."Oh syukur kalau seperti itu, Sar, Mas mau mempekenalkan teman Mas, ini dia Argi namanya." Ucap Riswan."Hai Argi..... kenalkan aku Sarah, dan ini sahabat aku namanya Seina, dia wartawan dan sekarang berusia 27 tahun." Ucap Sarah sambil tersenyum."Salam kenal Sarah, Riswan selalu bercerita banyak tentang kamu, oh iya aku sudah kenal dengan Sey." Ucap Argi."Oh iya sudah kenal? dimana?" Tanya Sarah."Ngga, kita gak saling kenal kok." Ucap Seina langsung menyela dang mengusap hidungnya."Seeyy, kamu bohong sama aku, kamu itu kalau bohong mengusap hidung kamu jadi kamu ga bisa mengelak lagi." Ucap Sarah terlihat kecewa.
Kemudian Seina menarik Sarah untuk menjauh.
"Kenapa sih Seyy??" Tanya Sarah penasaran."Itu Gibran, Argi itu Gibran. Aridyan Gibran, nama sapaannya Argi." Ucap Seina."Ya ampun, sorry aku gak tau Sey, terus gimana kamu mau pulang sekarang?" Tanya Sarah."Ngga, kita udah nanggung disini, mungkin sedikit canggung tapi i'm ok." Ucap Seina."Okey deh kalau gitu." Ucap Sarah sambil menariknya kembali mendekat pada Gibran dan Riswan."Kamu sudah makan De? bagaimana kalau kita cari makan di daerah sini?" Tanya Riswan."Kita sudah makan tadi, paling kita beli minuman saja mas? Gimana?."Jawab Sarah."Yasudah kalau begitu sambil menemani mas dan Argi makan disini ya?" Tanya Riswan.
Merekapun mencari tempat makan yang bisa di makan bersama, hingga saat waktu bertemu usai, Riswan meminta untuk berbicara hanya berdua dengan Sarah, sehingga Argi (Gibran) dan Seina hanya menunggu di depan restoran.
"Kamu kemana aja Seyy?" Tanya Gibran."Anggap saja kita baru pertama bertemu, jadi jangan bertanya seperti itu dan seperti sok kenal." Ucap Seina."Kenapa kamu tiba-tiba menghilang? Aku sudah mencoba mencari kamu, dan nunggu kamu depan rumah, tapi kamu ngga terlihat sama sekali, di kantor juga." Tanya Gibran."Kalaupun harus ada yang bertanya, maka akan aku tanya lebih dulu kamu selama ini kenapa berbohong?" Ucap Seina sambil pergi meninggalkan Gibran."Bohong? Seyy kamu mau kemana?" tanya Gibran sambil mencoba menyusul."Gak usah susul aku, tolong kasih tahu saja Sarah untuk membuka ponselnya." Ucap Seina sambil menjauh.
Tidak lama Sarah dan Riswan keluar dari restoran, terlihat hanya Gibran yang sedang menunggu.
Tidak lama Gibran menjelaskan masalah yang sebenarnya pada Riswan, setelah mengetahui inti dari permasalahan tersebut,Gibran dan Riswan segera menyusul menggunakan mobil yang mereka pakai."Loh, Seyy mana?" tanya Sarah."Dia pergi Sar, dia cuma berpesan kalau kamu di suruh untuk buka handphone kamu." Ucap Gibran."Oh gitu, oke makasih ya.. Eh iya kamu udah selesain masalah sama Seyy?" tanya Sarah."Tadi Sarah sudah bercerita di dalam, ternyata wanita yang kamu ceritakan itu Seina ya Gii?"Tanya Riswan."Hmm, Iya mas.. Sar, kenapa Seina bilang aku berbohong ya Sar? Sampai saat ini aku gak paham masalahnya apa, karena dia gak mau coba menjelaskan." Ucap Gibran."Seina nunggu aku di shelter dekat sini katanya. Hmm, Gibran, apa kamu sekarang sudah menikah?" tanya Sarah."Hmm, belum Sar, karena permasalahan dengan Seina buat aku susah melangkah." Ucap Gibran."Seyy ngeliat kamu lagi gandengan tangan sama seorang wanita di taman apa yaa namanya aku lupa, yang jelas saat itu sebenarnya Seyy sudah ada janji dengan kamu, kalau kamu mau perbaiki sekarang, kamu mending susul Seyy, tapi aku akan lebih dulu menemani Seyy di shelter." Ucap Sarah."Ya sudah kamu duluan kesana, aku disini akan bicara sebentar dengan Gibran ya." Ucap Riswan."Iya mas, aku pergi ya, Assalamualaikum." Ucap Sarah."Waalaikum Salam, Sar, thanks ya.." Ucap Gibran."Kalau kamu serius dan gak akan sakitin Seyy, aku bakal dukung kamu." Ucap Sarah tersenyum dan langsung pergi.
Sarah pun akhirnya bertemu dengan Seina yang sedang sendiri di shelter.
"Heyy, kok main pergi saja, gak sabar banget nunggu aku bicara sama mas Riswan." Ucap Sarah sambil memeluk Seina dari belakang."Sorry, tadi aku sedikit sensitif pas lagi ngobrol sama Gibran di luar, jadi aku putusin buat nunggu kamu disini." Ucap Seina."Kenapa lagi Sey? Kamu keinget sama sikap Gibran ya?" Tanya Sarah."Iya, dikit. Tapi itu sudah berlalu, sepertinya dia juga sudah bahagia sama istrinya." Ucap Seina.
Tidak lama ada yang menghampiri mereka berdua, Sarah kira yang menghampiri mereka adalah Riswan dan Gibran, tapi yang menghampiri mereka ternyata dua orang pemuda yang hendak mencuri tas Seina. Disana terjadi keributan karena Seina terkena pukul bagian wajah karena pencuri memaksa merebut tas milik Seina, dan Seina tidak bisa menahan lalu terjatuh, tangan kiri Seina berdarah terkena pisau yang sengaja di arahkan pada Seina, kemudian pencuri itu lari membawa tas Seina.
Disana ada beberapa warga yang membantu Seina untuk mengejar dan menangkap pencuri tersebut dan akhirnya warga bisa mengambil tas milik Seina serta menyerahkan pencuri ke pihak yang berwajib.
Melihat keributan dari kejauhan Riswan dan Gibran langsung mengehentikan mobil yang di kendarai oleh Gibran, dan berlari khawatir terjadi sesuatu. Gibran dan Riswan melihat Sarah sedang memeluk Seina di shelter duduk di bawah dengan keadaan tidak mungkin baik-baik saja.
"De, Sey, kalian gak kenapa-kenapa?" Tanya Riswan sambil memegang pundak istrinya.
Saat itu Sarah langsung memeluk Riswan.
"Mas, Seyy terpukul bagian wajahnya, tangannya terkena pisau, itu darahnya banyak banget, tas Seina hampir di curi, tapi tadi ada beberapa warga yang bantu menangkap pencurinya, Alhamdulillah tasnya kembali dan pencurinya tertangkap, dan sekarang sedang di bawa ke kantor polisi." Ucap Sarah sambil menangis.
Seina saat itu hanya terduduk dan masih belum menyangka bahaya ada di depannya sambil memegang tangan kirinya. Gibran yang saat itu melihat Seina merasa khawatir akan keadaan Seina.
"Seyy, kita ke rumah sakit ya?" Tanya Gibran.
"Bukan apa-apa. Tidak perlu ke rumah sakit." Ucap Seyna menahan sakitnya.
"Sar, kamu mau ikut aku pulang atau ngga?" Lanjut Seina.
"Seyy, pipi kamu ungu, tangan kamu berdarah, kamu harus ke rumah sakit!" Ucap Sarah.
"Ngga Sar, saat ini aku hanya ingin istirahat di rumah, aku rindu almarhumah mama dan almarhum papa." Ucap Seina menahan tangisnya.
"Ngga Sey, luka di tangan kamu itu berbahaya, darahnya itu tetap mengalir Seyy." Ucap Sarah.
Tidak lama Gibran merobek kemeja bagian lengannya dan mengikatkannya ke lengan Seyna.
"Sorry ya Sey, tapi ini lukanya bakal buat kamu kesakitan, aku dah hentiin aliran darahnya biar ga terus keluar." Ucap Gibran sambil mengikatkan sobekan bajunya ke tangan Seina yang terus keluar darah.
"Hmm, Iya terimakasih Gi." Ucap Seina.
"Ya sudah biarkan saya dan Gibran antar kalian ke rumah sakit, nanti kita bersama-sama ke rumah Seina, kebetulan Gibran bawa mobil." Ucap Riswan.
"Iya mas, aku juga gak tenang kalau tetap naik bus, gak apa-apa ya Sey.?" Ucap Sarah.
"Iya gak apa-apa Sar. Maaf ya aku cuma buat beban aja buat kalian." Ucap Seina.
"Ngga sama sekali, ini namanya musibah." Ucap Sarah.
Akhirnya merekapun pergi ke rumah sakit dan pulang ke rumah di antar Gibran dan Riswan. Tapi ada sesuatu yang mencurigakan, setelah Riswan dan Gibran pulang, mereka berdua melihat pintu rumah Seina sudah tidak di kunci. Ternyata benar saja bahwa rumah Seina kemasukan pencuri.
"Seyy, rumah kamu berantakan. Aku telepon mas Riswan dulu." Ucap sarah melihat ke dalam rumahnya.
"Ya Allah, ada apa lagi ini, aku coba hubungi polisi dulu." Ucap Seina.
Tidak lama Riswan dan Gibran pun datang kembali.
"Ada apa sey? Sarah mana?" Tanya Riswan yang sudah berada di dalam rumah.
"Dia lagi ke toilet dulu Mas." Jawab Seina.
"Kamu udah telepon polisi?" Tanya Riswan.
"Sudah kok, polisi sedang menuju kemari." Ucap Seina.
Tidak lama Gibran pun masuk kedalam rumah Seina.
"Astaghfirullah, Apa aja yang hilang Sey? Tanya Gibran.
"Hmm, yang hilang data pekerjaan aku, laptop aku, handycame, TV, dan kotak perhiasan aku, disana ada perhiasan peninggalan mamah aku yang aku punya satu-satunya, dan sekarang udah hilang." Ucap Seina sambil menahan air matanya.
"Sebentar, kenapa dia ambil data pekerjaan kamu?" Tanya Riswan.
"Satu tas kerja aku hilang mas, di dalamnya itu semua data aku." Ucap Seina.
"Ini ngga wajar Sey, setelah ada yang mau ngambil tas kamu di halte tadi, sekarang ada yang mencuri barang di rumah kamu. Jangan-jangan ini orang yang sama." Ucap Sarah.
"Ngga Sar, kalau sama nggak mungkin, karena pencuri tadi kan sudah tertangkap, dia juga nggak tau rumah aku." Ucap Seina.
"Kecuali kalau pencuri itu datang berkelompok Sey." Ucap Gibran.
"Iya benar kata Gibran." Ucap Riswan.
Tidak lama polisi datang, dan Seina berbicara langsung dengan polisi tentang apa saja yang ia alami.
Di tempat berbeda Gibran, Riswan dan Sarah berbincang sesuatu. Polisi langsung memeriksa dan mendata apa saja barang yang hilang, serta memeriksa bukti bukti yang tertinggal. Setelah polisi menyelesaikan tugasnya Seyna menghampiri teman-temannya di luar rumah.
"Polisi sedang memeriksa dan mencurigai pencuri yang tertangkap tadi di halte, kemungkinan ini adalah pelaku yang sama." Ucap Seina.
"Seyy, apa kita malam ini mau menginap di tempat lain?" Tanya Sarah.
"Tidak, sepertinya aku harus membereskan semua, mumpung besok masih hari libur." Ucap Seina.
"Ya sudah izinkan saya dan Gibran menginap disini, saya khawatir kalau Sarah dan kamu kenapa-kenapa." Ucap Riswan.
"Hmm, tapi rumah aku cuma ada dua kamar." Ucap Seyna.
"Tidak masalah, sekarang yang terpenting keselamatan kamu Sey." Ucap Gibran.
"Iya. Mungkin akan lebih aman jika ada laki-laki disini." Ucap Sarah.
"Baiklah ya sudah ayo masuk ke dalam." Ucap Seyna.
Merekapun masuk ke dalam rumah dan membereskan semuanya, mereka semua baru bisa tertidur saat selesai sholat subuh. Tanpa sadar Riswan dan Gibran tertidur karena kelelahan, Sarah sudah nyenyak tidur di kamar milik Seina. Tinggal Seina yang duduk menatap jendela rumahnya menanti matahari terbit sambil meminum coklat panas.
Tidak lama Gibran terbangun dan melihat Seina yang sedang menangis sendirian. Gibran pun menghampiri Seina.
"Sey, ini." Ucap Gibran sambil memberikan selembar Tissu.
"Terimakasih Gi." Ucap Seina.
"Sey, kamu mirip sama adik aku, aku sayang banget sama adik aku, tiap dia nangis kaya kamu gini, aku paling ga tega melihatnya, dia manja, aku rela ngorbanin semuanya kalau dia lagi butuh sesuatu dari aku, karena dia mengidap penyakit tumor saat itu. Tapi Allah sayang sama dia, kini aku cuma jadi anak semata wayangnya ibu." Ucap Gibran.
"Hmm, aku turut berduka cita Gi." Ucap Seina.
"Tapi, aku senang karena kamu udah pernah lihat dia."Ucap Gibran.
"Kamu ga pernah memperkenalkan aku Gi, bagaimana aku bisa melihat." Ucap Seina.
"Saat itu aku punya janji dengan kamu, tapi karena adik aku datang, aku gak bisa menepati janji aku ke kamu." Ucap Gibran.
"Kamu gak pernah gak menepati janji Gi, dan aku juga gak pernah lihat adik kamu." Ucap Seina.
"Yakin?" Tanya gibran.
Seina pun menggenggam gelasnya semakin erat. Dia teringat sesuatu.
"Kamu pernah Gi gak menepati janji, saat aku melihat kamu sama seorang cewe cantik. Hmm. Cewe itu adik kamu Gi?" Tanya Seina penasaran sambil tak sengaja menumpahkan coklat panas ke lantai.
"Ya, dia adik aku, dan sekarang dia udah gak ada." Jawab Gibran.
"Hmm... Ngga kayanya bukan yang itu, itu bukan adik kamu, dia seumuran sama kamu ko, aku lihat jelas." Ucap Seina.
"Aku sama adik aku cuma beda satu tahun, jadi kalau jalan-jalan sudah seperti yang pacaran Seyy. Karena kita selalu gandengan tangan." Ucap Gibran.
"Iya, aku lihat kamu gandengan sama dia Gi." Ucap Seyna.
Suasana mendadak sepi, Seina nampak sangat menyesali sikapnya dulu yang menghindari Gibran tanpa alasan.
"Aku mandi dulu ya." Ucap Gibran lalu pergi.
Seina pun mengangguk dan mempersilahkan Gibran untuk mandi, tidak lama dari itu Seina berlari ke kamarnya dan memeluk Sarah yang sedang tertidur pulas.
"Hmmmm, Seyyy, sakit badan aku, kenapa...." Tanya Sarah dengan suara pelan.
"Sar, ternyata itu almarhumah adiknya Gibran." Ucap Seina.
"Apa sih Sey, gak jelas kamu ini cerita apa." Ucap Sarah.
"Iya dulu yang jalan sama Gibran itu almarhumah adiknya Gibran." Ucap Seina.
"Gibran jalan sama adiknya yang udah meninggal gitu, sejak kapan kamu bisa lihat yang kaya gitu Sey?" Ucap Sarah dengan mata melotot menahan ngantuknya.
"Huss kamu ya, jadi dulu pas adiknya masih hidup dia jalan-jalan ngunjungin Gibran ke Korea, dan saat itu tuh yang aku bilang sama kamu, lihat Gibran lagi gandengan sama cewe, cewe nya itu adiknya sebenarnya.!!" Ucap Seina.
"Hmm.. akhirnya kamu udah tahu yang salah siapa ya Sey, yaudah aku tidur dulu. Aku ngantuk." Ucap Sarah.
"Ah kamu ini, ya sudah sana tidur lagi." Ucap Seina merasa jengkel, dan kemudian tersenyum.
Tiga jam kemudian. Seina masih tertidur di kamarnya, sedangkan Sarah, Riswan dan Gibran sudah terbangun dan sudah rapi duduk di ruang TV.
Seina pun di masukkan ke mobil di kursi belakang bersama Sarah. Riswan yang membawa mobil, dan Gibran duduk di sebelahnya.
Dug..!! Dug..!! Dug..!!
Suara seseorang mencoba mendobrak pintu. Sarah dan Seina saling menatap, Sarah menyuruh Seina untuk tetap diam, dan Sarah mengambil pemukul kasti untuk berjaga-jaga. Saat mengintip ke jendela, ternyata ada dua orang bertubuh besar sedang berdiri di depan rumah Seina.
Saat itu Gibran dan Riswan sedang membeli kopi. Seina dan Sarah mengobrol berdua di kantin bandara.
"Ah... sayang sekali waktu tiga minggu terasa sangat cepat. Tapi aku bersyukur bisa menemani kamu menikah disini Sey.." Ucap Sarah sambil memeluk Seina.
"Iya, aku aja ngga habis pikir, ternyata gibran merencanakan pernikahan dengan cepat karena alasannya ada kamu dan mas riswan, yang secara nggalangsung menemukan kita berdua Sar... Ahhhh aku sangat rindu kamu. Kapan lagi mau kesini Sar? kita belum keliling ke banyak tempat." Ucap Seina dengan wajah menyesal.
"Iya karena waktumu kini bukan untuk aku saja kali ini, tapi untuk suami mu.. hhehe" Jawab Sarah.
"Oh iya ya sudah maybe next time kita bisa keliling bareng lagi..." Ucap Seina.
"Oh yaa. i have something." Ucap Sarah sambil mengeluarkan surat dokter.
"Alhamdulillah..... kamu hamil Sar?" Tanya Seina sambil memeluk tubuh Sarah.
"Iya Sey, aku ke dokter dua hari yang lalu karena aku ngerasa ngga enak badan, ternyata ini jawabannya." Jawab Sarah sambil tersenyum.
Tidak lama Riswan dan Gibran datang.
"Gii,, Sarah hamil Gi,, aku seneng.. mas, aku ikut seneng ya, akhirnya kalian akan jadi ibu dan ayah... Ah aku seneng banget." Ucap Seina.
"Iya Sey, aku juga tadi sudah di ceritakan Mas Riswan. Selamat ya Sar.." Ucap Gibran.
"Iya terimakasih ya kalian berdua, segera nyusul ya Gi.." Ucap Mas Riswan.
Gibran dan Seina pun saling melirik, dan tersenyum bersama. Tidak lama dari itu pemberitahuan penumpang pesawat yang akan di naiki oleh Sarah dan Riswan sudah boleh di persilahkan masuk.
"Wah, sudah waktunya, kita pamit ya. " ucap Riswan sambil menyiapkan bawaannya.
"Iya Sei,, next time kalian yang harus maun kesana ya? aku pamit ya?" Ucap Sarah sambil tersenyum.
"Iya.. hati-hati ya.." Jawab Seina dengan wajah sedih.
Sarah dan Riswan pun pergi, Seina dan Gibran pun pulang. Mereka memutuskan untuk tinggal di rumah Gibran, rumah dinas Seina di kembalikan kepada kantor yang di tinggalkan, dan Seina memutuskan keluar dari tempat kerjanya sesuai dengan permintaan Gibran, karena dengan pekerjaan Gibran yang saat ini, kebutuhan rumah tangga sudah sangat terpenuhi.
Setelah hidup bersama semua berubah menjadi kebahagiaan bertahun-tahun lamanya, hingga akhirnya Seina memiliki seorang anak laki-laki berusia 2 tahun dan anak perempuan yang masih dalam kandungan. Seina dan Gibranpun hidup bahagia sampai saat ini.
Bahagia yang aku kira di awal tak ada.
Ternyata selama ini mengikuti ku dengan sengaja.
Ku buka pintuku tuk bertanya.
Akankah ada bahagia yang bisa ku bawa?
Ya, jawabannya ya, kamu.
"Seyy belum bangun juga Sar?" Tanya Gibran.Gibran dan Riswan pun ke dapur, Sarah masuk ke dalam kamar, betapa terkejutnya Sarah ketika melihat Seina tergeletak di lantai kamarnya.
"Iya belum Gi."Jawab Sarah.
"Coba kamu cek suhu tubuhnya, dulu dia selalu mengeluh jika telat tidur badannya akan demam." Ucap Gibran.
"Oh gitu, iya deh aku cek dulu." Ucap Sarah.
"Mas buat sarapan ya untuk kita sarapan." Ucap Riswan.
"Mas, cukup hangatkan saja makanan yang kemarin aku bawa mas." Ucap Sarah.
"Oh iya, okey de." Jawab Riswan.
"Aku bantu Ris."Ucap Gibran.
"Seyy, bangun, kamu kenapa Sey? Badan kamu panas." Ucap Sarah mencoba membangunkan Seina.Tapi Seina saat itu tidak terbangun.
"Mas,,Giii...sini.. Seyy pingsan.." Teriak Sarah dari dalam kamar.Gibran dan Riswan langsung berlari ke dalam kamar.
"Sar, badan Seina gimana?" Tanya Gibran.Riswan langsung keluar rumah dan menyiapkan mobil, sedangkan Gibran mencoba untuk membopong Seina di bantu oleh Sarah.
"Badannya panas Gi, kayanya kita harus bawa ke puskesmas." Ucap Sarah.
"Hari ini hari Minggu, sepertinya kita harus bawa ke UGD. Aku menyiapkan mobil dulu ya." Ucap Riswan.
"Iya, Seyy biar aku dan Gibran yang urus mas." Ucap Sarah.
Seina pun di masukkan ke mobil di kursi belakang bersama Sarah. Riswan yang membawa mobil, dan Gibran duduk di sebelahnya.
"Sorry ya Seina jadi merepotkan kalian berdua." Ucap Gibran.Merekapun segera membawa Seina ke UGD, disana Gibran dan Riswan menunggu di luar, Sarah lah yang masuk ke dalam bersama Seina. Seina pun di cek dan di suruh untuk beristirahat, tidak lama Sarah keluar.
"Gi, harusnya aku yang bilang gitu, Seina kan sahabat aku, udah kaya sodara malah." Ucap Sarah.
"Oh iya, maaf. Semoga saja UGD tidak penuh ya." Ucap Gibran terlihat cemas di wajahnya.
"Kita ke rumah sakit mana Gi?" Tanya Sarah.
"Ke Severance aja gimana Ris?" Tanya Gibran pada Riswan.
"Okey kita kesana saja. Badan Seina masih panas Sar?" Tanya Riswan.
"Masih mas." Ucap Sarah.
"Tuh rumah sakitnya." Ucap Gibran sambil menunjuk rumah sakit besar berjarak kurang lebih 50 meter lagi.
"Gimana dengan Seyy?" Tanya Riswan.Mereka bertigapun pergi ke kantin rumah sakit untuk membeli sarapan. Saat itu mereka memilih bubur sebagai menu sarapannya.
"Iya Sar, dokter udah cek tekanan darahnya?" tanya Gibran.
"Iya Mas, Gi tekanan darah Sey rendah sekali. Dokter sudah memberikan obat suntik ke Sey, biar dia bisa istirahat.
"Alhamdulillah kalau begitu." Ucap Gibran.
"Terimakasih ya Gi, kata dokter kalau telat saja, mungkin akan berpengaruh pada organ lainnya, karena oksigen gak masuk secera benar ke tubuh Seina." Ucap Sarah.
"Jangan berterimakasih pada ku. Oh ya, kalian belum makan kan, bagaimana kalau kita makan dulu?" Tanya Gibran.
"Iya boleh, ayo." Ucap Riswan dan Sarah.
"Gi..kamu pernah lihat Seyy kaya gini sebelumnya?" Tanya Risa.Merekapun menyelesaikan sarapan dan segera kembali ke ruang UGD untuk melihat keadaan Seina. Tapi saat Sarah masuk ke UGD, Sarah langsung keluar lagi.
"Belum Sar, hanya saja Seyy pernah bilang dia akan sangat lemah jika tidak tidur semalaman, mungkin karena ada riwayat dia punya tekanan darah rendah." Ucap Gibran.
"Dulu memang Sey suka pingsan tiap pelajaran olahraga, sepertinya dia memang tidak bisa kelelahan." Ucap Sarah.
"Hmm, Gi, kamu sudah bulatkan tekad kamu?" Tiba-tiba Riswan menanyakan sesuatu yang membuat Sarah dan Gibran saling menatap bersama-sama.
"Ah mas ini." Jawab Gibran tersipu malu.
"Masyaa Allah, benarkah Gi mau melamar Seina?" Tanya Sarah.
"Iya Sar.. Rencananya hari ini, tapi melihat keadaan Seina yang seperti ini, sepertinya niatku bisa di tunda." Ucap Gibran.
"Sudah tenang saja dulu Gi, kita lihat situasinya, melamar di rumah sakit pun sepertinya hal yang unik. " Ucap Riswan sambil tersenyum.
"Iya betul, apalagi Seina hidup sendiri tak memiliki siapapun seperti sekarang, dia pasti butuh seseorang yang selalu ada di sampingnya, oh iya Gii, jika nanti kamu menikah sama Sey, tolong jaga dia." Ucap Sarah,
"Insyaa Allah Sar, aku pasti jaga dia semampu aku." Ucap Gibran.
"Gimana de, dah bisa lihat Seina?" Tanya Riswan.Merekapun langsung berangkat mencari Seina.
"Belum mas, Aku malah mau cari perawat, karena Sey ngga ada di ruangan." Ucap Sarah.
"Loh ko ngga ada?" Tanya Gibran.
"Tuh perawatnya." Ucap Riswan sambil menunjuk suster yang sedang berjalan tergesa-gesa.
"Sus, maaf mau tanya, pasien Seina yang tadi masuk UGD kemana ya?" Tanya Sarah.
"Oh yang tadi tidak sadarkan diri? Dia sudah pulang, katanya sudah merasa lebih baik. Tadi sebenarnya sudah dilarang oleh dokter, tapi dia memaksa." Jawab perawat tersebut.
"Oh iya terimakasih suster." Ucap Sarah.
"Yaudah kita langsung cari Seyy, dia pasti belum jauh dari sini."Ucap Gibran.
"Kita pasti ketemu Seyy kok, dia pasti pulang ke rumah." Ucap Gibran mencoba menenangkan Sarah yang kelihatan cemas.Sarah dan Seina pun masuk ke dalam mobil, dan mereka langsung pulang menuju rumah Seina.
"Padahal aku baru beberapa hari disini, tapi Seina sudah mengalami banyak hal. Sahabat macam apa aku ini. Salju semakin tebal, suhu semakin dingin, kemana Seina.." Ucap Sarah dengan wajah menyesal.
"Hey De, istighfar, nggak baik bicara seperti itu." Ucap Riswan.
"Sebentar, itu kaya Sey deh." Ucap Gibran sambil memperlambat mobilnya.
"Iya Seina. berhenti Gi.." Ucap Sarah sambil membuka pintu mobil.
"Seyy......" Panggil Gibran.
"Sey, kamu mau kemana? Jangan buat khawatir dong." Ucap Sarah sambil memeluk Seina.
"Sorry... aku panik tadi, aku kira aku sendiri di rumah sakit, habis kalian ngga ada tadi." Ucap Seina.
"Iyaa maafin kita ya, yaudah kita masuk ke mobil dan pulang ya.?" Tanya Sarah.
"Iya ayo Sar.. Maaf buat kamu jadi merasa bersalah." Ucap Seina.
"Aku istirahat dulu ya, terimakasih Gii, Mas Riswan.." Ucap Seina.Riswan dan Gibranpun pergi, Seina dan Sarah masuk ke dalam rumah. Seina langsung istirahat ke kamar, Sarah langsung membereskan ruang tengah dan menyiapkan tempat tidur karena nanti malam Riswan dan Gibran akan menginap menjaga rumah Seina.
"Iya kita masuk dulu ya, kalian boleh datang ngga nanti malam? Aku masih khawatir melihat Seina dan kejadian pencurian kemarin." Ucap Sarah.
"Iya nanti kita datang ke sini lagi, kami pulang dulu. Kamu istirahat ya Seyy." Ucap Gibran.
"Iya Sey, cepat sembuh ya." Ucap Riswan.
"Sar.." Panggil Seina, Sarah pun langsung menghampiri kamar Seina.Sarah pun ke kamar mandi. Dan Seina pun tertidur. Hari sudah semakin gelap, Sarah membangunkan Seina yang masih tertidur, karena waktunya makan dan Seina meminumobatnya.
"Kenapa Sei?" Tanya Sarah.
"Ini, tadi aku minta surat dokter izin nggak masuk tiga hari, nanti ada orang kantor yang aku minta bawa surat izin aku. Tolong kasihin sama kamu ya, takutnya aku ketiduran." Ucap Seina sambil memberikan surat dokter.
"Oh, okey. Eh sebentar deh, tadi hasil periksanya kenapa katanya? kok sampai izin tiga hari gini, biasanya kalau sakit nggak parah itu cuma sehari Sey...Kamu nggak kenapa-kenapa kan?" Tanya Sarah.
"Hmm, nggak kok, ya sudah kamu istirahat, hari sudah semakin sore, kamu bersih-bersih sana pakai air hangat. Maaf ya, aku nggak bisa ajak kamujalan-jalan." Ucap Seina.
"Kamu nggak usah minta maaf, lagi pula salju mulai menebal, lebih enak tinggal dirumah bersama sahabat." Ucap Sarah sambil tersenyum.
"Kamu ini, ya sudah sana mandi dulu." Ucap Seina.
"Iya aku mandi ya, kalau ada apa-aapa bilang aja." Ucap Sarah.
"Sey, bangun yuk, makan dulu dan minum obat." Ucap Sarah membangunkan Seina sambil duduk di samping Seina.Setiba di meja makan, Sarah dan Seina menyantap makan malam berdua, tiba-tiba terdengar suara yang membuat keduanya tersentak.
"Hmm, jam berapa ini Sar?" Tanya Seina.
"Sudah masuk adzan Maghrib Sey.." Jawab Sarah sambil memegang kening Seina.
"Aku udah nggak panas kok, aku udah biasa kaya gitu Sar kalau nggak tidur semalaman." Ucap Seina.
"Iya, sebelum aku tahu kamu pingsan tadi, Gibran minta cek suhu tubuh kamu, nyata nya benar, kamu sakit karena kelelahan." Ucap Sarah dengan wajah menyesal.
"Sudah, jangan merasa bersalah seperti itu, oh iya aku lapar, kita makan bareng yuk?" Ajak Seina.
"Memang kamu kuat jalan ke meja makan?" Tanya Sarah.
"Jalan dari UGD aja aku kuat, masa ke ruang makan aja ngga." Ucap Seina sambil mencoba berdiri dan jalan perlahan.
Dug..!! Dug..!! Dug..!!
Suara seseorang mencoba mendobrak pintu. Sarah dan Seina saling menatap, Sarah menyuruh Seina untuk tetap diam, dan Sarah mengambil pemukul kasti untuk berjaga-jaga. Saat mengintip ke jendela, ternyata ada dua orang bertubuh besar sedang berdiri di depan rumah Seina.
"Sey, kamu punya hutang atau ada masalah sama siapa gitu?" tanya Sarah dengan tubuh gemetar.Suara memeukul pintu pun semakin kencang, Sarah dan Seina khawatir jika jendela rumah di lempar benda keras, pasti akan sangat terasa lebih menakutkan.
"Ngga ada Sar, seinget aku nggak ada kok." Jawab Seina sambil mencoba menghubungi polisi di ponselnya.
"Aku coba telepon Mas Riswan ya." Ucap Sarah.
"Tenang Seyy, mas Riswan udah di jalan menuju kemari, jarak kesini kan dekat." Ucap Sarah sesudah menelepon suaminya, Riswan.Tidak lama suara yang membuat takut itu berhenti setelah memecahkan kaca. Sarah langsung mengintip ke arah jendela untuk memastikan, ternyata orang tersebut sudah pergi. Tidak lama suara mobil datang ternyata itu Riswan dan Gibran. Riswan dan Gibranpun masuk ke dalam rumah, melihat Sarah sedang duduk di lantai bersama Seina, Gibran dan Riswan pun panik.
"Alhamdulillah kalau begitu, tapi kita tetap harus waspada ya Sar sampai Riswan dan Gibran kesini." Ucap Seina.
"Aku jadi heran, kenapa banyak yang membuatmu celaka seperti ini, apa coba kesalahan kamu sebelumnya?" Tanya Sarah sambil bersembunyi di bawah meja bersama Seina.
"Aku ngga buat sesuatu.. cuma..." Tiba-tiba Seina berhenti bicara sejenak, ia teringat sesuatu kesalahan yang sebelumnya ia lakukan.
"Cuma apa?" Tanya Sarah.
"Sebentar, handphone aku ada di atas meja, aku ambi dulu, tidak lama Seina berdiri suara pecahan jendela terdengar, dan batu yang di lempar mengenai wajah Seina.
"Astaghfirullah." Ucap mereka berdua bersamaan.
"Ngga kenapa-kenapa kok Sar." Ucap Seyna bersembunyi lagi di bawah meja bersama Sarah.
"Ngga kenapa-kenapa gimana, wajah kamu berdarah Sey..." Ucap Sarah sambil khawatir.
"Sar, aku pernah hampir menolak lamaran seorang manajer kantor aku yang dulu saat aku magang, apapun akan dia lakukan untuk mendapatkan aku, dari mulai gajiku di potong, dan beberapa sanksi untuk aku, dia juga pernah hampir bersifat ngga sopan, hampir memaksa aku membuka jilbab aku." Ucap Seina.
"Magang?, Ya Allah, kenapa kamu ngga cerita atau lapor ke pihak berwajib?" Tanya Sarah.
"Iya, dulu sambil bekerja di perusahaan ku yang ini, aku mencoba magang di perusahaan lain, eh aku malah dapat masalah di perusahaan magang itu. Aku khawatir ini ada kaitannya dengan dia. Aku ngga berani mengadu karena aku disini punya siapa coba Sar, nothing. I'm just alone in here, no body can help me." Ucap Seina.
"Hmm.. udah jangan mikir kemana-mana dulu Seyy, semoga aja ini ga ada kaitannya ya." Ucap sarah mencoba menenangkan.
"Ada apa Sar, Seyy?" tanya Gibran.Gibranpun mengambil kotak obat dan mencoba untuk mengobati Seina, tapi karena Seina keras kepala, Seina mencoba menghindar, namun karena Sarah ikut membantu membujuk, sehingga Seina pun mau di obati.
"Kamu ngga kenapa-kenapa de?" Tanya Riswan pada Sarah.
"Aku ngga kenapa-kenapa, tapi Seyy kena lemparan batu dari luar jendela, lihat jendelanya pecah, untung ada tralis, jadi mereka tidak bisa masuk." Ucap Sarah.
"Sey, lihat aku, aku tanya sama kamu, apa yang kerasa sakit? Kamu dari rumah sakit, dan sekarang sudah kaya gini. Udah malam ini kita jangan ada yang tinggal di rumah dulu gimana?" Tanya Gibran dengan nada khawatir.
"Gi, ini itu baru selesai adzan maghrib, adzan isya aja belum, terus yang harus di salahi itu ya pelaku tadi yang datang berdua." Jawab Seina membela diri.
"Sekarang jawab pertanyaan aku, kamu punya masalah sama siapa? kenapa ini datang secara bertubi-tubi dan membahayakan nyawa kamu!" Ucap Gibran dengan nada marah.
"Stop Gi, kamu bukan siapa-siapa aku, aku bisa menangani ini sendiri, dan aku minta sorry kamu mending keluar aja deh Gi." Ucap Seina sambil memegang keningnya yang berdarah dan mencoba untuk merapikan pecahan kaca.
"Sey kamu jangan seperti itu dong. Niat Gibran itu baik." Ucap Sarah.
"Udah deh Sar, jangan memperkeruh suasana. Aaaww." Tiba-tiba Seina menjerit karena tangannya terkena pecahan yang sedang ia bereskan.
"Dimana kotak obat?" Tanya Gibran.
"Di samping pintu kamar." Jawab Seina.
"Sey, mas mau tanya, ini adalah tindak kejahatan, pasti ada sesuatu yang terjadi sebelumnya, ngga mungkin ini masalah datang secara bertubi0tubi dengan karakter dan tujuan yang sama. Ini bisa membahayakan nyawa kamu, dan juga Sarah." Tanya Riswan.Mendengar kejadian seperti itu Riswan semakin khawatir. Apalagi Gibran, betapa marahnya ia terhadap atasannya Seina yang melakukan hal tidak terpuji tersebut. Tapi mau bagaimana lagi, saat ini semua harus bisa membuat Seina tenang. Setelah semua sudah di bersihkan, mereka berbicara di ruang TV.
"Hmm, anu.." Jawab Seina dengan ragu.
"Seina menolak lamaran mantan atasannya yang dulu saat magang, karena dia punya sifat yang ngga sopan, dia maksa Seyy untuk lepas jilbabnya. Maka dari itu kenapa Seina mencoba menghindar. Seina keluar tanpa melaporkannya karena Seyy merasa dia sendiri disini, jadi dia ngga mau memperpanjang lagi masalah itu, tapi semenjak itu aku yakin atasannya ngga mungkin diam, pasti cari tahu semua tentang Seyy dan ini bisa jadi ulah dia." Ucap Sarah smabil merangkul Seina.
"Kalau kamu ada masalah, aku minta tolong kamu harus terbuka ya Sey." Ucap Sarah.Betapa terkejutnya hati Seina, gadis manis berjilbab bertubuh mungil itu, tersentuh mendengar ucapan Gibran, dia tidak mengelak hanya terdiam dengan tatapan kosong mentap Gibran. sedang Riswan dan Sarah mengucapkan rasa syukur.
"Kamu jauh Sar, dan aku yakin Allah selalu menjaga aku." Ucap Seina sambil tersenyum.
"Teman-teman semua. Aku mau minta izin sama kalian semua disini, tolong dengarkan aku kali ini, aku akan melamar Seina. Dan aku akan menikahi Seina pekan depan. Aku akan urus semua administrasinya." Ucap Gibran dengan tatapan yakin.
"Alhamdulillah........." Ucap Sarah sambil memeluk sahabatnya tersebut.Setelah hari itu, waktu pun terus berlalu, pernikahan sudah selesai di laksanakan, Seina kini tinggal bersama Gibran, dan Riswan menempati rumah Gibran bersama Sarah untuk sementara. Setelah tiga minggu berlalu, tibalah Sarah untuk kembali ke negara asalnya bersama Riswan. Hari itu mereka sudah di bandara, Seina, Gibran, Sarah, dan Riswan.
"Alhamdulillah, tidak salah lagi, aku bersahabat dengan pemuda berani satu ini.!" Ucap Riswan sambil menepuk pundaknya.
"Tapi, aku bakal menunggu jika memang Seyy tidak mau, lagi pula keadaannya sedang genting." Ucap Gibran mencoba membuat semua menjadi heran.
"Kok gitu Gi? tanya Sarah terlihat kecewa.
"Ngga, barusan aku pikir sepertinya aku berada di waktu yang salah Sar." jawab gibran.
"Hmm.." Ucap Sarah sambil menghembuskan napas.
"Aku mau Gi." Jawab Seina memecahkan suasana hening.
"Ahh,, Seyy.." Ucap Sraah sambil memeluk Seina.
"Tolong bimbing dan jaga aku ya?" Pinta Seina dengan wajah memelas penuh harap.
"Pasti Sey, aku melamarmu karena untuk menjaga kamu." Ucap Gibran dengan tatapan penuh pasti.
Saat itu Gibran dan Riswan sedang membeli kopi. Seina dan Sarah mengobrol berdua di kantin bandara.
"Ah... sayang sekali waktu tiga minggu terasa sangat cepat. Tapi aku bersyukur bisa menemani kamu menikah disini Sey.." Ucap Sarah sambil memeluk Seina.
"Iya, aku aja ngga habis pikir, ternyata gibran merencanakan pernikahan dengan cepat karena alasannya ada kamu dan mas riswan, yang secara nggalangsung menemukan kita berdua Sar... Ahhhh aku sangat rindu kamu. Kapan lagi mau kesini Sar? kita belum keliling ke banyak tempat." Ucap Seina dengan wajah menyesal.
"Iya karena waktumu kini bukan untuk aku saja kali ini, tapi untuk suami mu.. hhehe" Jawab Sarah.
"Oh iya ya sudah maybe next time kita bisa keliling bareng lagi..." Ucap Seina.
"Oh yaa. i have something." Ucap Sarah sambil mengeluarkan surat dokter.
"Alhamdulillah..... kamu hamil Sar?" Tanya Seina sambil memeluk tubuh Sarah.
"Iya Sey, aku ke dokter dua hari yang lalu karena aku ngerasa ngga enak badan, ternyata ini jawabannya." Jawab Sarah sambil tersenyum.
Tidak lama Riswan dan Gibran datang.
"Gii,, Sarah hamil Gi,, aku seneng.. mas, aku ikut seneng ya, akhirnya kalian akan jadi ibu dan ayah... Ah aku seneng banget." Ucap Seina.
"Iya Sey, aku juga tadi sudah di ceritakan Mas Riswan. Selamat ya Sar.." Ucap Gibran.
"Iya terimakasih ya kalian berdua, segera nyusul ya Gi.." Ucap Mas Riswan.
Gibran dan Seina pun saling melirik, dan tersenyum bersama. Tidak lama dari itu pemberitahuan penumpang pesawat yang akan di naiki oleh Sarah dan Riswan sudah boleh di persilahkan masuk.
"Wah, sudah waktunya, kita pamit ya. " ucap Riswan sambil menyiapkan bawaannya.
"Iya Sei,, next time kalian yang harus maun kesana ya? aku pamit ya?" Ucap Sarah sambil tersenyum.
"Iya.. hati-hati ya.." Jawab Seina dengan wajah sedih.
Sarah dan Riswan pun pergi, Seina dan Gibran pun pulang. Mereka memutuskan untuk tinggal di rumah Gibran, rumah dinas Seina di kembalikan kepada kantor yang di tinggalkan, dan Seina memutuskan keluar dari tempat kerjanya sesuai dengan permintaan Gibran, karena dengan pekerjaan Gibran yang saat ini, kebutuhan rumah tangga sudah sangat terpenuhi.
Setelah hidup bersama semua berubah menjadi kebahagiaan bertahun-tahun lamanya, hingga akhirnya Seina memiliki seorang anak laki-laki berusia 2 tahun dan anak perempuan yang masih dalam kandungan. Seina dan Gibranpun hidup bahagia sampai saat ini.
Bahagia yang aku kira di awal tak ada.
Ternyata selama ini mengikuti ku dengan sengaja.
Ku buka pintuku tuk bertanya.
Akankah ada bahagia yang bisa ku bawa?
Ya, jawabannya ya, kamu.
Comments
Post a Comment