Rain - Mimpi si anak yatim piatu (Episode ke -1)

Aku seorang penulis yang tak tahu arah kemana alur pulang.
Aku seorang perangkai kata, yang tak tahu makna hati seseorang.
Aku seorang penerjemah, yang tak tahu bahasa tubuh yang terlayang.

Aku adalah seorang gadis berusia 23 tahun yang menggantungkan kehidupanku dengan bekerja paruh waktu di beberapa tempat, pagi hari bekerja paruh waktu di swalayan, dan malam hari di kedai kopi dekat stasiun kereta.
Aku hidup seorang diri, tumbuh besar bersama teman-temanku di panti asuhan sampai usia 20 tahun. Dan kini mencoba hidup mandiri dengan tinggal mengontrak satu rumah kecil berisi 2 kamar tidur dan satu kamar mandi.
Kenapa aku tidak menetap di panti? Karena peraturan di panti asuhan yaitu melepas anak asuhnya setelah berusia 20 tahun.
Ya, sudah 3 tahun berarti aku hidup mandiri. Jika kalian bertanya aku kuliah? Iya. Aku berkuliah. Dan aku sudah lulus karena kecerdasanku. Jika kalian bertanya lagi mengapa aku tidak bekerja tetap? Iya, aku akan jawab betapa sulitnya hidup dan mencari pekerjaan di negara semaju ini.

Aku Rainy Anaya Mentari, Ibu panti bilang nama itu tertulis  di secarik kertas dalam keranjang bayi saat aku di temukan di depan pintu Panti Asuhan. Sebenarnya namaku Anaya, tapi Ibu Panti menambahkan kata Rainy di depannya karena saat aku ditemukan sedang dalam keadaan hujan. 
Begitulah adik-adik Panti memanggilku dengan sebutan "Rain".

Aku punya sahabat namanya Shela, tapi dia sedang melanjutkan kuliah di luar negeri, jadi aku disini berjuang sendiri, Sheila di angkat sebagai anak oleh orang tua kaya raya, sehingga dia bisa melanjutkan sekolah dengan biaya sendiri, sungguh beruntung Shela. Persahabatanku dengan Shela tidak bisa terhalangi meski sejauh apapun. Pernah sewaktu-waktu Shela marah kepadaku, karena aku meminjam sepeda miliknya, dan pernah dia marah kepadaku karena aku memakai jilbab lebih dulu dari pada dirinya. Tapi itu selagi aku masih kecil, jika ingat kenangan itu membuatku semakin rindu Shela. Perlu dua tahun lagi dia kembali kesini untuk menemuiku.

Hari ini musim semi, semua orang keluar untuk berjalan-jalan, berbeda denganku yang harus bekerja tiap waktu, hari libur ku pakai untuk beristirahat dan bersantai di rumah.
Kadang aku kasihan pada diri sendiri yang entah hidup untuk siapa, tak punya kerabat dan orang tua membuatku semakin lemah karena tak ada alasanku untuk sukses karena tak ada yang bisa aku buat bahagia.

Tiap kali aku mendapat rezeki ku bagi dengan keluarga di panti, karena tiap  kali aku merasa sedih panti lah yang menerimaku tanpa bertanya apa yang membawaku datang kesana.

Suatu hari saat libur, ku pergi ke suatu tempat wisata, dimana disana aku bisa lihat seluruh penjuru kota. Ku bawa perbekalanku supaya bisa lebih hemat uang.
Ketika sampai disana, aku berjalan tanpa memandang ke arah belakang, karena harus menanjak ke tempat yang lebih tinggi.

Semakin tinggi tempat yang di daki, ku temukan lapangan luas di atas sana, banyak anak-anak bermain layangan tertawa berkumpul bersama keluarga, ku lihat ada seseorang wanita paruhbaya yang memperhatikanku dari jauh sambil melambaikan tangan ke arah ku. Ku dekati dan saat aku mencoba untuk melihat wajahnya...... Tiba-tiba aku terbangun, ya aku baru saja bermimpi.

Dari kecil aku selalu bermimpi, dimana selalu ada orang yang melambaikan tangannya kepadaku, mimpi yang paling ku ingat adalah mimpi seorang lelaki yang mengajakku untuk pulang ke rumah, saat ku lihat wajahnya aku terbangun, aku juga pernah bermimpi ada seseorang yang hendak mendorongku ke sungai, saat aku melihat wajahnya aku terbangun, terus saja seperti itu, dan hari ini, hari liburku aku bermimpi wanita paruh baya.

Kadang mimpi ku itu bisa berubah menjadi nyata, aku pernah menyelamatkan kucing di sungai dan aku tergelincir ke dalamnya, itu sama percis dengan mimpi ku dua hari sebelumnya. Mimpi yang selalu membuat aku merasa takut membuat aku tak berani mengambil cita-cita. 

Aku pernah bermimpi bekerja di bank dan memiliki banyak uang, tapi dalam mimpi ku ternyata itu adalah mimpi dalam mimpi. 

Ayo kita lanjutkan lagi, hari ini hari libur, yang mulanya aku hanya ingin diam di kosan, ku wujudkan mimpi ku untuk pergi ke tempat yang sesuai dengan mimpiku hari ini. Ku bawa perbekalan dan aku siap berangkat. Aku naik bus dan seisi bus itu tentu akan sama dengan tempat wisata yang aku tuju. Ya, namanya adalah taman harapan. 

Disana aku berjalan dan mendaki, aku temukan lapangan luas sesuai di mimpiku. Aku cari wanita paruh baya yang sempat melintas di mimpiku, ku pasang mata ku ke semua penjuru lapangan, tidak ada yang ku kenal, tapi tiba-tiba saja... 

"Aaaaw!!" Teriak Rain sambil menegelus kepalanya yang terkena bola kasti.
"Sorry..." Ucap lelaki di belakangnya, lelaki berusia 25 tahun bertubuh tinggi, gagah dan tampan dengan senyum lebar di bibirnya, memasang wajah menyesal.
"Hmm, iya, lain kali hati-hati." Ucap Rain sambil mengembalikan bola kasti kepada lelaki tersebut.
"Terimakasih" Ucap lelaki tersebut sambil mengambil bola dan berbalik untuk kembali. 
Tapi, tiba-tiba lelaki tersebut berbalik badan lagi. 
"Anay?? Anaya? Anaya Mentari?" Lelaki tersebut memanggil nama Rain dengan setengah lengkap.
"Ya? Saya? kamu kenal saya?" Tanya Rain dengan wajah keheranan.
"Hmm, akhirnya...." Lelaki tersebut melempar bola pada temannya dan ia mencoba duduk dekat Rain.
"Sebentar, aku ngga ngerti kamu siapa, dan kamu kenal aku dari mana?" Tanya Rain penasaran dan duduk menjauh dari lelaki tersebut.
"Aku udah lama mencari kamu Anaya, 10 tahun aku mencari kamu." Ucap lelaki tersebut.
"10 tahun? coba aku mau tanya kamu siapa? apa kamu teman kecil aku, atau siapa?" Tanya Rain penasaran.
"Kenalin, aku Azzam Mahardhika. Aku kenal kamu dari gelang yang ada di tangan kamu." Azzam menunjuk gelang dengan gantungan permata hitam yang di pakai Rain.
"Gelang?" Tanya Rain sambil berpikir panjang.
"Ya, gelang yang kamu pakai. Sama seperti di foto ini." Azzam mengeluarkan kertas foto di saku celana nya, terlihat dua orang wanita memakai gelang yang bersamaan.
"Siapa wanita itu? Kenapa ada gelang aku disitu?" Tanya Rain semakin bingung.
"Satu lagi ada disini." Azzam mengeluarkan kalung yang di pakainya dengan gantungan yang sama.
"Loh??" Rain keheranan.
"Ini foto ibuku dan ibumu. Ini ibuku yang memakai baju coklat, dan itu ibumu yang memakai baju merah muda, mereka bersahabat dari sejak kuliah." Ucap Azzam sambil tersenyum.
"Kamu datang kesini, seolah melambaikan tangan memberi aku harapan untuk bertemu ibu, tunggu ini sama percis dengan mimpiku. Lalu mana wanita paruhbaya nya..? " Ucap Rain dalam hati sambil menengok kanan dan kirinya.
"Nenek pasti senang kalau tahu aku menemukan kamu." Ucap Azzam sambil tersenyum.
"Nenek?" Tanya Rain keheranan. Bahwa mimpinya mulai menjadi kenyataan.
"Iya, nenek aku mencari kamu selama ini, kamu harus ikut aku pulang ketemu nenek." Ucap Azzam sambil berdiri. 
Rain pun ikut berdiri, namun ia tampak ragu. 
"Apa yang harus buat aku yakin kalau kamu bukan penjahat?" Tanya Rain dengan kecerdasannya.
"Kamu ngga perlu khawatir, kamu bisa simpan ini, ini milik aku yang paling berharga melebihi dari semua kekayaan yang aku punya." Ucap Azzam sambil memberikan kalung yang ia pakai.
"Hmm, hanya ini? Aku perlu dompet kamu, aku mau lihat identitas kamu." Ucap Rain sambil menggenggam kalung yang Azzam berikan.
"Ini, lihat Kartu Identitas aku. Jadi orang ngga percayaan banget." Ucap Azzam sambil berjalan menuju pintu keluar.
"Azzam Mahardhika Zaki. Namanya bagus." Ucap Rain sambil merasa malu karena tidak percaya dan segera mengembalikan Kartu Identitas dan kalung milik Azzam. 
Rain dan Azzam pun pergi menuju rumah nenek, mereka bercerita kesibukkan mereka masing-masing, hingga tak terasa tiba di depan gerbang. Betapa terkejutnya Rain ketika melihat rumah seperti istana, masuk ke rumahnya saja harus melewati tiga lapis gerbang utama dan menggunakan Barcode Card untuk akses masuk kebagian halaman, Rain di buat takjup saat masuk sudah dimanjakan dengan taman yang sangat luas di hiasi bunga berwarna warni. 
"Ini kan rumah berhantu yang selalu di sebut orang-orang." Ucap Rain.
"Mereka bilang rumah hantu mungkin karena gerbang yang terlalu tinggi tadi di paling awal. Kelak kamu akan mengisi rumah ini. Oh ya jadi kamu itu kerja magang ya, asyik sepertinya kalau jadi kamu." Ucap Azzam sambil tersenyum.
"Lebih asyik kamu lah, masih muda sudah jadi direktur." Ucap Rain sambil tersenyum.
"Okey, kita sampai, nanti kalau bertemu nenek, kamu harus yang sopan, salam." Ucap Azzam menasehati Rain.
"Kita itu manusia beragama, mana mungkin tidak mengucapkan salam." Ucap Rain dengan kesal.
Mereka berdua pun masuk ke dalam rumah. Rain masih di buat terkejut karena melihat rumah yang begitu luas, dengan kolam renang di bagian dalam belakang rumahnya. Berhentilah mereka di kolam renang bagian dalam belakang rumah. 
"Kamu tunggu disini ya, aku mau panggil nenek. " Ucap Azzam.
"Okey.." Jawab Rain sambil memainkan air di kolam. 
Tidak lama, nenek Azzam turun dari kamarnya, menginjak satu demi satu anak tangga untuk turun dan menghampiri Rain dari belakang. 
"Anaya Mentari?" Ucap nenek dengan suara yang sangat pelan. 
Dengan cepat Rain membalikkan badannya dan segera berdiri, betapa terkejutnya bahwa nenek yang memanggil Rain tersebut adalah wanita paruh baya yang ada di mimpinya tersebut. Tanpa sadar Rain salam dan memeluk sambil menangis. 
"Nay, stop, harusnya nenek yang peluk kamu duluan." Ucap Azzam.
Namun Rain terus menangis, begitupun dengan si nenek yang juga ikut menangis. Setelah mencoba untuk tenang, Nenek dan Rain duduk di ruang TV bersama Azzam. Setelah mendengar cerita dari nenek, Rain terus bersedih mengingat kehidupannya yang selama ini biasa sendiri. Nenek ini lah wanita paruhbaya yang ada di mimpi Rain. Merekapun bercerita satu sama-lain.
"Jadi, ibuku dan ibu Azzam anak yang nenek angkat dari panti asuhan? Ibuku dan ibu Azzam meninggal karena kecelakaan saat mau menjemput aku di rumah nenek? dan ayah yang bawa aku ke panti asuhan?" Tanya Rain sambil menangis.
"Ya, tapi bukan ibumu dan ibu Azzam saja, tapi ada ayah Azzam juga disana yang ikut menjemput kamu disni, setelah kejadian itu, ayahmu tidak mau masuk kesini dan sangat membenci rumah ini karena mengingatkan kecelakaan yang menimpa ibumu,  ayahmu membawa kamu ke panti asuhan karena tidak sanggup memberi makan kepadamu, tapi kini ayahmu sudah meninggal karena sakit, dia meninggal karena tinggal sendiri di rumah yang sekarang sudah tidak ada lagi." Ucap nenek.
 "Ayah Azzam? Loh kok tidak ada lagi nek?" Tanya Rain sambil menangis.
" Ya, ayah Azzam. Sudah tidak ada karena kini lahan di sekitar rumahmu di beli oleh perusahaan besar, jadi sudah didirikan pabrik disana." Ucap nenek.
"Azzam, kenapa kamu mau mencari aku? Aku yang menyebabkan kedua orang tuamu meninggal, apa kamu mau balas dendam?." Ucap Rain sambil menangis,
"Ngga Nay.. Malah aku ngerasa aku punya kewajiban untuk melindungi kamu, sesuai pesan nenek." Ucap Azzam.
"Iya betul, nenek menyarankan seperti itu kepada Azzam, karena mau bagaimanapun kalian memiliki ikatan batin yang kuat karena dari kecil bersama, saat kamu di bawa pergi, Azzam menangis terus sepanjang malam, dia tumbuh tanpa teman dan kasih sayang orang tuanya, dia menjadi sukses karena keteguhannya dan bisa menjadi seperti ini karena melanjutkan bisnis yang nenek pegang dulu, kini nenek harap kamu mau tinggal disini menemani nenek, dan Azzam. Rumah ini sepi meskipun ada 10 pembantu dan 5 tukang kebun." Ucap nenek dengan wajah memelas.
"Alasan apa yang bisa memperkuat kalau aku itu cucu yang nenek cari?" tanya Rain.
"Kamu bisa lihat ukiran huruf di balik permata hitam itu ada huruf A M .." Ucap nenek.
"Kalau itu aku sudah tahu nek, karena gelang ini dari kecil aku pakai, tapi.. A dan M itu.." Rain mulai menyadari sesuatu.
"Ya, Anaya Mentari, dan Azzam Mahardhika. Nama itu yang aku berikan kepada dua anak angkat ku, dan gelang itu yang aku berikan kepada ibumu dan ibu Azzam." Ucap nenek. 
Rain pun memeluk nenek dengan penuh kehangatan.
"Mulai sekarang kamu tinggal disini ya." Ucap nenek.
"Iya nek, tapi aku harus bawa dulu perlengkapan aku di kosan, ada beberapa berkas penting dan pakaian yang masih bagus di kosan." Ucap Rain.
"Kosan? Jadi selama ini kamu nge-kos Nay?" Tanya nenek sambil mengusap air mata.
"Hanya 3 tahun nek. Karena setelah usia 20 tahun aku harus mandiri." Ucap Rain.
"Ya sudah mending sekarang aja yuk Nay?" Ajak Azzam.
"Ya sudah sana pergi." Ucap nenek.
"Aku pergi dulu ya nek. Assalamualaikum " Ucap Rain. 
Rain dan Azzam pun pergi. Tapi Rain masih terdiam di dalam mobil. Melihat hal tersebut Azzam mencoba mencairkan suasana.
"Kenapa Nay? Jangan bilang kamu kira kita di jodohin ya? Ngga kok. Kamu bukan tipe aku." Ucap Azzam sambil tersenyum menyindir.
"Hmm.. Lagi kaya gini sempat-sempat nya ya.. Memang kamu tipe aku? Ngga tuh. Jangan terlalu percaya diri deh." Ucap Rain dengan nada kesal.
"Tapi aku senang, karena Anaya Mentari yang aku cari ternyata sangat cantik. Ngga terlalu memalukan lah kalo kerja di kantor aku." Ucap Azzam meledek lagi.
"Hmmm. untung saja kamu tampan.!!" Ucap Rain merasa kesal.
"Kenapa emang?" Tanya Azzam meledek.
"Tidak, tidak kenapa-kenapa. Oh iya namaku itu depannya Rainy. sengaja di beri nama itu karena aku di temukan di panti saat turun hujan." Ucap Rain.
"Tetap saja kamu Anaya Mentari, si bayi cantik yang dulu selalu aku jaga." Ucap Azzam tersenyum dan terus menyetir. 
Tanpa sadar Rain pun tersenyum manis, dan merekapun melanjutkan perjalanan dengan saling diam, tibalah mereka di depan kosan, dan Rain membungkus semua perlengkapannya, 2 koper dan 1 tas ransel.
"Hanya ini?" Tanya Azzam.
"Yap, untuk apa banyak-banyak toh tidak bisa aku pakai bersamaan semuanya." Ucap Rain tersenyum sambil masuk ke dalam mobil.
"Pintar juga jawabannya." Ucap Azzam sambil tersenyum dan segera melajukan mobilnya kembali ke rumah nenek. 




Bersambung....




Comments

Popular Posts