Rain - Hilang di tengah Hujan (Episode ke - 4)

Hujan mengalirkan sejuta rahasia.
Hujan membawa segudang tawa.
Hujan menghentakkan hati yang kecewa.
Hujan juga yang mengantarkan diri larut dalam sebuah cerita.

Rainy Anaya Mentari namanya, salah satu wanita cantik yang tidak menyukai hujan, selain alergi dengan air hujan, ia selalu  teringat cerita 25 tahun silam, ketika ia di temukan  di depan pintu panti asuhan di tengah derasnya hujan. Itu lah awal cerita Rainy hidup tanpa kedua orang tuanya (cerita Episode 1).
Meskipun kini dia sudah menjadi wakil direktur di perusahaan terbesar, ia tetap sederhana dan bersahaja. Azzam kakak angkat semasa kecilnya yang kini menjadi direktur utama di perusahaan yang sama dengan Rain, selalu menjaga Rain tanpa Rain sadari. Terakhir kali saat Rain datang ke Panti Asuhan untuk memberi hadiah, Azzam datang dengan membawa hadiah yang lebih banyak lagi, sehingga mulai saat itu Rain merasa bahwa Azzam adalah kakak yang sangat perhatian (cerita Episode 3). 
Semenjak kehilangan Rain 23 tahun lamanya, Azzam yang  tinggal bersama nenek angkatnya itu, selalu menjaga Rain di setiap waktu, hal tersebut di dukung karena mereka tinggal bersama, tapi itu semua tanpa di ketahui oleh karyawan di tempat mereka bekerja.
Hari ini adalah acara liburan di kantor yang dimiliki oleh Nenek angkat Rain dan Azzam tersebut, otomatis, nenek, Azzam dan Rain menyiapkan segala perlengkapan apa saja yang di butuhkan untuk di bawa selama 2 minggu ke depan, begitu pula dengan karyawan lainnya, mereka semua menyiapkan liburan dengan penuh semangat, karena rehat dari rutinitas bekerja setiap hari.
Nenek yang saat itu sudah siap duduk di ruang tamu, menunggu Rain dan Azzam yang masih berada dalam kamar masing-masing.
"Azzam, Anaay.. Kalian mau sampai kapan siap-siap, nanti terlambat." Teriak sang nenek menyalakan microfon agar terdengar ke kamar Azzam dan Rain. 
Tidak lama Azzam datang membawa satu koper dan stau ransel.
"Nenek ini bagaimana, ini masih jam 6 pagi nek, kita tidak mungkin terlambat. Berangkat saja jam 8." Ucap Azzam sambil menyimpan barang bawaannya.
"Kamu ini bagaimana, meskipun nenek komisaris, kamu direktur utama, bukan berarti kita bisa terlambat, oh iya mana Anaya?" Tanya Nenek pada Azzam.
"Mungkin masih di kamarnya." Jawab Azzam sambil duduk di sofa dekat sang nenek. 
Tidak lama pembantu Rain datang membawa koper milik Anaya.
"Bi, kemana Anaya?" Tanya Azzam.
"Dia sedang mencari obat alerginya mas." Jawab pembantu tersebut.
"Ya sudah  kamu bantu cari gih Zam." Ucap nenek kepada Azzam.
"iya, aku ke Anaya dulu ya nek." Ucap Azzam sambil berjalan menuju Lift untuk ke kamar Rain di lantai 2. 
Sesampainya di lantai 2, Azzam pun keluar dari Lift, melihat Anaya sedang menutup pintu kamarnya.
"Gimana, udah ketemu belum obat alerginya?" Tanya Azzam menghampiri Anaya.
"Belum." Jawab Rain sambil menghampiri Azzam.
"Boleh aku masuk kamar kamu?" Tanya Azzam.
"Mau apa?" Tanya Rain.
"Masih tanya? Bantuin cari obat lah." Jawab Azzam.
"Rencananya sih aku mau beli baru ke apotek." Ucap Rain.
"Hey, Anaya.... Kamu kira obat alergi mudah di cari tanpa adanya resep? Aku izin masuk ya." Ucap Azzam sambil membuka pintu kamar Rain.
"Jangaaannn.." Teriak Rain, namun Azzam sudah terlanjur masuk ke dalam kamar. 
Azzam terkejut melihat kamar yang begitu tertata rapi. Sampai Azzam bingung mau mencari obat di sudut mana, karena semua sudut terlihat rapi.
"Kamar kamu berantakan banget. Hmm... " Ucap Azzam sambil melirik kanan kiri.
"Maka dari itu, aku sudah melarang kamu untuk masuk." Ucap Rain.
"Sebentar, bentuk botol obatnya seperti apa?" Tanya Azzam.
"Botol plastik putih, dengan kertas label warna biru." Jawab Rain sambil mencari lagi.
"Kalau di kamar ini ngga ketemu, berarti ada satu tempat yang belum kamu cari." Ucap Azzam.
"Dimana? di semua tas yang pernah aku pakai tidak ada, di saku baju juga tidak ada." Jawab Rain.
"Mau tahu dimana? Di mobil kamu. Mungkin disana." Ucap Azzam.
"Ah iya benar, aku belum cari di mobil." Jawab Rain.
"Ya sudah yuk kita ke bawah, nenek sudah menunggu, lagi pula kalaupun tidak ada, bukannya kamu selalu menyimpan cadangan di laci kantor?" Tanya Azzam sambil jalan menuju lift.
"Oh iya juga ya. Eh sebentar kok kamu tahu ada obat cadangan?" Tanya Azzam.
"Kamu terus manggilnya, susah banget ya manggil aku 'kakak'." Ucap Azzam mulai melangkah ke dalam lift yang terbuka.
"Hmmm. Jangan mengalihkan topik deh." Ucap Rain menyusul ke dalam lift.
"Iya aku pernah melihat beberapa kali kamu meminum obat itu setiap kali kita habis makan di luar kehujanan." Jawab Azzam sambil melangkah keluar karena lift sudah sampai di lantai utama.
"Ohh... Ya sudah aku cari ke mobil dulu ya." Ucap rain sambil berlari menuju ruang tamu. 
Setibanya di ruang tamu ternyata nenek ketiduran.
"Neneeekk." teriak wanita berjilbab pink tersebut.
"Nay. Lama sekali kamu, nenek jadi ketiduran." Jawab nenek, sambil merapikan pakaiannya.
"Iya maaf ya nek, obatnya belum ketemu, sekarang aku mau cari di mobil dulu." Ucap rain sambil berjalan menuju mobil.
"Anak itu ya.." Gumam sang nenek.
"Nek, ini aku sudah minta tolong sama Bi Rifa untuk membawa tas kita ke dalam mobil di bantu oleh Rony asistenku." Ucap Azzam. 
Bi Rifa adalah kepala pembantu yang di percaya oleh keluarga nenek.
"Iya, baiklah, kalau begitu nenek langsung ke dalam mobil, dan berangkat lebih dulu, nanti kalian menyusul ya." Ucap nenek berjalan menuju teras. 
Azzam pun menyusul Rain yang sedang mencari obat di dalam mobil.
"Gimana Rain, dapet?" Tanya Azzam.
"Udah aku cari kemana-mana ngga ada. Ucap Rain.
"Sebentar, tuh tuh, di bawah jok tengah, kayanya itu botol obatnya." Ucap Azzam menunjuk ke dalam mobil milik Rain yang sedang terbuka pintunya. 
Saat melihat yang Azzam tunjuk, Rain tersenyum bahagia, karena ia menemukan obatnya.
"Akhirnya ketemu juga!!!" Ucap Rain sambil memasukkan obat di tas kecil yang tergantung di bahunya.
"Ya sudah, kamu mau berangkat bawa mobil sendiri atau bareng aku?" Tanya Azzam.
"Kalau ikut kamu boleh ngga?" Tanya Rain.
"Hmm, langsung masuk ke mobil sana." Ucap Azzam sambil masuk lebih dulu ke dalam mobil minicooper berwarna biru dongker miliknya.
Rain dan Azzam pun masuk ke dalam mobil, merekapun pergi menuju kantor bersama. Setibanya di kantor, seperti biasa, karyawan wanita menunggu kehadiran tiga direksi pria, yaitu Direktur Operasional Dimas, dan Direktur Umum Hanif dan terakhir yaitu Azzam. Semua karyawan wanita menyiapkan segala kebutuhan untuk tiga direksi tersebut, sedangkan Dimas dan Hanif menyukai Wakil direktur, yaitu Rain, berbeda dengan Azzam, yang menyukai satu wanita dan belum ada satupun yang mengetahuinya.
Ketika melihat Rain turun bersama Azzam, Sinta sekretaris Rain langsung menyambutnya, begitupun Rony yang mengikuti mobil Azzam dari belakang juga langsung mendampingi Azzam. Semua mata terheran melihat Azzam pergi bersama dengan Rain, karena sepengetahuan karyawan, Azzam dan Rain tidak terlalu dekat. Tidak lama Dimas dan Hanif menghampiri Azzam, sedangkan Rain langsung mendekati nenek bersama jajaran komisaris yang sedang duduk bersamaan menunggu Bis datang.
"Kok bisa sih bareng si Rain?" Tanya Dimas sambil terlihat kesal.
"Aku hanya memberi tumpangan saja, karena kasihan." Jawab Azzam terlihat cuek.
"Ah, kita kalah start nih Dim." Ucap Hanif tertawa  melihat Dimas yang kesal.
"Eh, pak Dirum, sepertinya sudah kembali. Gimana lama di Eropa, sudah dapat gadis Eropa?" Tanya Azzam sambil memeluk Hanif.
"Baik, disana banyak sih wanita yang cantik, tapi bukan seleraku." Ucap Hanif.
"Selera? Kamu kira makanan apa bro!" Sindir Dimas.
"Bukan kamu yang ngga selera, tapi mereka sepertinya!" Ucap Azzam meledek.
"Ah, punya sahabat seperti kalian menyebalkan." Ucap Hanif.
"Hahaha, eh eh, tuh bis nya udah dateng." Ucap Azzam.
"Pokonya, aku mau sama Rain!" Ucap Dimas.
"Iya, kita lihat aja nanti panitia gimana." Ucap Hanif.
"Aku mau menghadap ke komisaris dulu ya." Ucap Azzam sambil melangkah menuju nenek yang sedang di temani si cantik Rain. 
Azzam pun mendekat ke arah rain, Rain hanya asyik mengobrol dengan komisaris yang tak lain nenek angkatnya. Sebelum mendekat kepada nenek, Azzam melihat Sinta yang sedang menyiapkan perlengkapan karyawannya, Azzam pun mendekati Sinta dan membisikan sesuatu kepada Sinta. Kemudian ia berjalan lagi menuju nenek dan Rain.
"Hai Zam." Panggil nenek.
"Iya bu komisaris." Jawab Azzam sambil tersenyum.
"Zam, bagaimana semua karyawan ikut?" Tanya nenek.
"Ikut kok nek. Oh ya nek, nenek mau naik apa, bis atau bawa mobil, atau pesawat?" Tanya Azzam.
"Nenek sepertinya bersama jajaran komisaris yang lain Zam." Jawab nenek. 
Tidak lama Hanif dan Dimas pun menghampiri mereka.
"Hallo nek." Ucap Dimas dan Hanif.
"Hai nak Dimas, dan nak Hanif. Bagaimana persiapan kalian?" Tanya nenek.
"Sudah siap nek, tenang saja." Jawab Dimas.
"Nenek kalau ada apa-apa tinggal biacara sama kita ya." Ucap Hanif.
"Tidak kok, nenek hanya ingin titip Nay saja, terutama kamu ya Zam, nenek ingin Nay duduk di bis bersama Azzam. Tolong kalian ingatkan ya." Ucap nenek. 
Mendengar hal demikian, semua kaget, terutama Rain.
"Ah , tidak nek, Nay bisa duduk bersama Sinta sekretaris Nay." Ucap Rain.
"Iya nek, Azzam juga sama Rony saja." Ucap Azzam.
"Rain biar sama aku aja nek." kata Dimas.
"Kalau tidak, sama Hanif juga boleh." Ucap Hanif.
"Kalian jika menentang nenek, sudah tahu apa konsekuensinya ya." Ucap nenek sambil mengingatkan soal gaji.
"Iya, Azzam mengerti nek, nanti biar Rain duduk dengan Azzam, ada Dimas dan Hanif yang menjadi saksi." Ucap Azzam.
"Okey, nenek percaya kalian. Ya Nay, dengarkan nenek." Ucap nenek sambil menatap Rain yang sedang melamun.
"Oh,,oh.. iya nek." Jawab Rain sambil terlihat bingung.
"Ya sudah, kalian persiapkan karyawan dan perlengkapan kalian, itu bis nya sudah tiba." Ucap nenek menunjuk 2 bis berukuran besar datang dari kejauhan.
"Iya nek." Jawab Hanif, Dimas dan Azzam yang langsung pergi menjauh dari nenek menuju tas yang mereka bawa.
"Nek, apa tidak salah Nay duduk sama Azzam?" Tanya Rain sambil menendang kerikil.
"Kenapa? Mau menentang?" Tanya nenek tegas.
"Tidak. Nay ke Sinta dulu ya nek." Ucap Rain dengan wajah lesu. 
Rain pun menuju Sinta dan melihat daftar tempat duduk ternyata Rain memang sudah di atur untuk bersama Azzam. Setelah pembagian bis selesai, merekapun segera duduk di tempat masing-masing dan bis segera berangkat.
Rain dan Azzam hanya terdiam di bis duduk dikursi sebelah kiri, dekat dengan  supir, Rain duduk di dekat jendela saat itu, karena Azzam tidak mau kepanasan terkena matahari.
Hanif dan Dimas duduk di kursi sebelah kanan, dengan Dimas yang duduk di dekat jendela.
Di belakang Rain dan Azzam ada Rony bersama staf laki-laki yang bernama Jery, dan di belakang Dimas serta Hanif ada Sinta yang duduk dengan staf wanita bernama Tyas.

Semua karyawan di bis tersenyum dan tertawa, mereka bernyanyi bersama-sama, saat itu jam 8.30 pagi, mereka akan menempuh perjalanan 8 jam lamanya, menuju pelabuhan sebelum tiba ke Bukit Laut. 
Nama Bukit Laut muncul karena adanya Pulau di tengah Laut yang memiliki Bukit tertinggi, disana biasa di jadikan tempat berlibur karena pemandangan yang indah. Untuk menyebrang ke Bukit Laut membutuhkan Kapal Laut yang besar dengan jarak tempuh 4 jam lamanya. Sehingga mereka membutuhkan waktu 12 jam untuk menempuh ke Bukit Laut. Bukit Laut itu sendiri adalah milik Perusahaan yang sedang di kelola oleh Azzam, hanya seluruh karyawan belum pernah mengunjungi Pulau yang indah ini. 

Saat waktu sholat Dzuhur dan jam makan siang mereka berhenti sebentar untuk beristirahat dan sholat, setelah itu mereka melanjutkan perjalanan lagi. 
Selama di perjalanan, Rain dan Azzam hanya asik dengan musik di ponselnya sendiri. Kebisingan yang ada di bis mereka hiraukan. Karena hampir semua bersenang-senang, berbeda dengan Hanif dan Dimas yang sepanjang jalan hanya tertidur. Tidak lama, Rain mengirim pesan singkat kepada Azzam. 

Zam, sudah mulai hujan. 
Aku lupa membawa jas hujan.

Membaca pesan singkat tersebut, Azzam langsung mencaput Headset yang terpasang di telinganya, dan langsung menatap Rain. 

"Tapi obatnya kamu bawa kan?" Tanya Azzam.
"Bawa. Tapi kalau hujan sederas ini, aku tidak akan bisa turun dari bis." Jawab Rain mulai khawatir sambil menggulung headset yang semula terpasang di telinganya.
"Kita satu jam lagi sampai ke pelabuhan, semua orang pasti harus turun, karena bis harus masuk ke parkiran kendaraan di dasar kapal." Ucap Azzam.
"Iya, mungkin nanti disana tidak akan turun hujan." Jawab Rain sambil menatap ke jendela.
"Sorry aku lupa sesuatu, sini kita tukar tempat duduk." Azzam pun hendak berdiri. 
Sebelum menjawab, tiba-tibas bis berhenti dan Azzam hampir terjatuh ke depan, untung ada Rain yang langsung menarik tangan Azzam. 
"Astaghfirullah kenapa pak?" Tanya Azzam pada supir dan kondektur yang duduk di paling depan.
"Itu pak ada tabrakan di depan, semua kendaraan pasti mengerem mendadak. Mohon maaf ya semua." Ucap sang kondektur. 
Azzam pun kembali duduk. 
"Kenapa pakai berdiri segala?" Tanya Rain.
"Iya, aku lupa kamu kan takut petir, aku malah minta kamu duduk di dekat jendela, maaf ya." Jawab Azzam.
"Hmm.." Rain pun tersenyum.
"Malah senyum, gimana mau pindah ga?" Tanya Azzam jutek.
"Ih, biasa aja kali, udah aku duduk disini aja, di tutup pake gorden ini juga bisa, dari pada disitu dekat Dimas dan Hanif." Ucap Rain.
"Ya sudah, emang kenapa kalau dekat mereka?" Tanya Azzam nyengir.
"Ih. Udah deh." Ucap Rain kesal mengerudungkan jaket menutupi jilbabnya. 
Saat itu petir sangat kencang dan banyak, terlihat wajah cemas di tunjukkan oleh Rain. Hujan semakin deras, dan sepertinya akan segera tiba ke pelabuhan, melihat hal tersebut, Rain bertambah cema sdengan keadaan alergi air hujan yang di deritanya.
"Zam, masih hujan deras." Ucap Rain cemas.
"Hmmm, tunggu ya." Jawab Azzam sambil melirik ke arah depan. 
Saat melihat di depan ada supermarket terakhir sebelum sampai ke pelabuhan.
"Pak supir, saya mau ke supermarket dulu di depan, tolong berhenti di depan ya." Ucap Azzam.
Mendengar Azzam berbicara seperti itu, Rain segera bertanya.
"Mau kemana?" Tanya Rain.
"Sudah diam saja." Jawab Azzam.
"Mau ngapain bro? Tanya Hanif.
"Aku lupa beli sesuatu Nif." Jawab Azzam. 
Supir pun berhenti ke supermarket yang di maksudkan Azzam, namun karena parkiran supermarket sangat kecil, sehingga Bis hanya bisa berhenti di pinggir jalan dan Azzam turun di tengah derasnya hujan.
Saat itu Rain sangat cemas.
"Mba, kalau boleh saya tahu, Mas Azzam mau kemana ya?" Tanya Rony sekretaris Azzam.
"Dia bilang dia mau beli sesuatu." Jawab Rain merasa cemas. 
Rony pun menunggu di pintu bis, khawatir Azzam membutuhkan sesuatu. Tidak lama, Azzam kembali menggunakan payung dengan membawa kantong kresek berisi beberapa barang. Baju  Azzam nampak basah kuyup. Sekretaris Rony mulai khawatir Azzam akan sakit.
"Awas, awas, awas. Ron, kok kamu malah menghalangi aku masuk bis sih." Ucap Azzam.
"Bukan begitu Mas, saya khawatir, mas mau di buatkan teh hangat dan di ambilkan baju ganti?" Tanya Rony.
"Tenang Ron, aku bawa ini." Ucap Azzam mengeluarkan baju dan teh hangat yang ia beli di supermarket tersebut.
"Kalau ada apa-apa panggil saja mas." Ucap Rony sambil duduk kembali ke kursinya tepat di belakang kursi Azzam. 
Azzam pun langsung mengganti kaos yang basahnya dan segera duduk kembali ke kursinya.
Saat itu Rain hanya bisa merenung.
"Kok diam aja? Nih." Ucap Azzam sambil memberikan teh hangat.
"Buat aku mana? Tanya Hanif.
"Ssst, berisik. susah bawanya kalau banyak-banyak." Ucap Azzam. 
Hanif pun kembali menyender ke kursinya dan menghadap ke depan. Sedang Dimas masih asik tidur.
"Kamu beli ini aja? terus hujan-hujanan gitu? kan ada pantry di bis bagian belakang?" Tanya Rain.
"Hmm, tapi di belakang ngga ada ini kan.?" Jawab Azzam sambil mengeluarkan jas hujan full body."Loh kok? Hmm..." Rain memegang jas hujan yang Azzam bawa.
"Aku juga beli ini, supaya tetep safety." Azzam sambil mengeluarkan payung yg tadi sebelumnya di pakai.
"Hmm, terimakasih ya." Ucap Rain merasa tersentuh atas perhatian Azzam.
"Udah deh, kaya aku baru pertama kali aja baik kaya gini. Haccchim!" Azzam mulai bersin.
"Kayanya kamu kena flu, nih minum obat ini, jangan dulu minum teh ya." Ucap Rain memberikan obat flu.
"Ini kan bikin ngantuk Nay, eh Rain." Jawab Azzam.
"Udah deh diam, Mas Rony, tolong ambilkan air putih hangat ya." Ucap Rain kepada Rony yang duduk di belakang Azzam.
"Iya mba." Jawab Rony sambil berdiri dan kebelakang mengambil air minum untuk Azzam.
"Kamu ini, ngga bisa suruh Rony seenaknya, kan kamu punya sekretaris sendiri." Ucap Azzam kesal.
"Itu minum, bukan untuk aku, tapi untuk kamu.!" Jawab Rain. 
Tidak lama yang datang adalah Sica, Sica datang membawa air hangat untuk Azzam. Sica adalah karyawan cantik manis dengan rambut hitam panjang sepunggung, dia diam-diam sering memperhatikan Azzam dan memiliki rasa suka pada Azzam.
"Ini Zam." Ucap Sica.
"Loh kok kamu yang bawa Ca? Mana Rony?" Tanya Rain.
"Thanks ya Ca." Ucap Azzam. 
Sica pun tersenyum pada Azzma, dan kembali ke kursinya tanpa menjawab pertanyaan Rain, kursi Sica hanya berbeda 4 kursi di belakang Azzam.
"Kenapa jadi dia yang bawa, Rony kemana." Gumam Rain.
"Ya udah sama aja, mau Rony atau kamu sekalipun aku kan harus minum air hangat." Jawab Azzam sambil minum obat.
"Hmmm, iya sih." Ucap Rain sambil kembali duduk di kursiny amenatap ke jalanan yang tertutup derasnya hujan. 
Tiba-tiba kondektur berdiri dan mengambil pengeras suara.
"Perhatian semuanya, sebentar lagi kita sampai, harap bawa apa saja yang kalian perlukan, untuk tas ukuran besar lebih baik di tinggalkan saja di dalam bis, karena kita akan segera menaiki kapal." Teriak Kondektur. 
Semua karyawan pun segera menyiapkan perlengkapannya. Begitupun dengan Rain, yang langsung menggunakan jas hujannya. Seluruh karyawan tidak heran, karena telah mengetahui jika Rain mengidap alergi air hujan.
Bis pun berhenti, dan satu persatu keluar, selirih karyawan keluar lebih dulu, kemudian di susul dengan Dimas dan Hanif, Rony, dan Sinta kemudian baru lah Rain dan Azzam.
Saat itu semua bis sudah tiba lebih dulu, sehingga hanya bis yang di tumpangi Rain dan Azzam lah yang baru sampai.
Rain dan Azzam berjalan perlahan menuju kapal, semua karyawan sudah menaiki kapal, hanya tinggal Azzam dan Rain yang belum menaikinya karena mereka harus berjalan perlahan.
Azzam yang memayungi Rain dari belakang, rela tubuhnya basah untuk menutupi Rain, meskipun Rain sudah menggunakan jas hujan.
Sedangkan sekretaris mereka berdua di perintahkan untuk mengkondisikan agar kapal jangan dulu berlayar sebelum mereka tiba.
Semua orang sudah menanti di dalam kapal, tapi Rain dan Azzam belum juga ada. Saat itu hujan semakin deras, semuanya khawatir akan keadaan mereka terutama Rain.
Nenek angkat Azzam dan Rain pun ikut mengkhawatirkan, melihat cucu yang mereka sayangi belum juga tiba, membuat nenek tidak mau menunggu di dalam, ia di dampingi oleh sekretarisnya menunggu Azzam dan Rain di kapal bagian luar.
Tidak lama terlihat Azzam dan Rain dari kejauhan, mereka sedang menaiki tangga pelabuhan untuk segera memasuki wilayah kapal, perlahan mereka berjalan.
Nenek mulai merasa tenang setelah melihat mereka muncul.
"Kamu ngga kenapa-kenapa kan Rain?" Tanya Azzam sambil sibuk memayungi Rain.
"Aku yang harusnya bertanya, kamu ngga kenapa-kenapa? Maafkan aku yang selalu merepotkan." Ucap Rain.
"Ini belum seberapa, makanya panggil aku 'kakak' hehehe" Ucap Azzam tertawa.
"Tidak mau." Ucap Rain, karena dia tidka mau memanggil Azzam dengan sebutan kakak.
"Ya sudah, eh tuh kapalnya yang itu, sepertinya nenek menunggu kita, apa kita terlalu lama ya berjalan?" Tanya Azzam.
"Iya itu nenek, sepertinya kita emang terlalu lama, maafkan ya." Ucap Rain sambil melambaikan tangan kepada nenek.
"Maafkan, maafkan terus. Sudah perhatikan tuh langkahnya, jangan sampai ada air hujan yang masuk ke sepatu, kan sudah pake kresek juga." Ucap Azzam.
"Iya, iya." Jawab Rain sambil memperhatikan langkahnya.
Tapi, rupanya air hujan sudah menyerap ke dalam sepatu Rain, karena kresek yang ia gunakan sudah mulai sobek, hanya Rain menyembunyikannya kepada Azzam, karena takut Azzam khawatir.
Sedangkan Azzam sangat tahu, jika Rain mulai kambuh alerginya, suhu tubuhnya akan berubah panas, akan muncul bercak merah dan gatal, bibirnya akan berubah ungu. Jika hal tersebut terjadi, Rain tidak bisa beraktivitas karena tubuhnya akan mengalami lemas yang berkelebihan selama 24 jam.
Akhirnya merekapun perlahan menaiki kapal, semua orang merasa tenang ketika mengetahui Rain dan Azzam sudah berada di dalam kapal.
Azzam langsung mendekat pada Hanif dan Dimas.
"Lama banget sih bro." tanya Dimas.
"Sorry, kan pada tahu sendiri keadannya gimana." Jawab Azzam.
"Harusnya kamu bilang sama kita untuk menemani." Ucap Hanif.
"Rain bakal merasa sangat meropotkan jika tahu kalian ingin membantunya juga." Ucap Azzam sambil menatap Rain.
"Ngga ganti baju Zam?" Tanya Dimas.
"Ganti kok, ya sudah aku ganti dulu." Ucap Azzam pergi menuju kamar mandi. 
Azzam pun kemudian segera mengganti pakaiannya dengan baju dan celana yang sudah dia siapkan dalam tas kecilnya.
Sedangkan Rain belum bisa melepas jas hujannya jika air hujan belum hilang di jas nya. Sekretaris Rain yang bernama Sinta, dan nenek menemani Rain yang tengah duduk di dekat jendela kapal. Rain duduk dekat jendela karena ada kipas angin disana, sengaja agar jas hujan di tubuhnya cepat kering.
Tidak lama Dimas dan Hanif menghampiri Rain, Sinta dan nenek.
"Nih Sin, tolong lap jas hujannya pakai ini." Ucap Dimas sambil mengulurkan sapu tangan miliknya.
"Terimakasih ya Mas." Ucap Rain.
Sinta pun mengambilnya dan segera mengelap air hujan di jas hujan milik Rain dengan hati-hati.
"Gimana, ada yang terasa gatal, atau sebagainya?" Tanya Hanif.
"Hanya kaki saja, tapi nanti baik-baik saja." Ucap Rain.
"Oh okey deh kalau gitu." Ucap Hanif.
"Terimakasih ya nak Dimas dan Hanif. Ya sudah kalian kembali ke kursi saja sana, karena perjalanan kita masih perlu beberapa jam lagi, lumayan karena kapal ini milik perusahaan kita sendiri, dengan fasilitas yang sangat nyaman, kalian bisa tidur dimanapun kalian mau, karena ada kamar dengan kasur di lantai bawah." ucap nenek.
"Nenek ini, seperti kita baru masuk kerja kemarin saja, kita sudah tahu kok nek, ya sudah kami mau istirahat dulu ya, Rain kamu juga istirahat, nenek juga ya." Ucap Hanif.
"Iya, thanks ya." Ucap Rain. 
Hanif dan Dimas pun segera ke lantai bawah untuk segera ke kamar mencari kasur untuk tidur.
Di lain tempat, Azzam sudah memperhatikan Rain dari kejauhan, perlahan Azzam mendekat, dan memberikan sesuatu pada Sinta.
"Sin, ini biar agak cepat." Ucap Azzam memberikan handuk.
"Iya Mas azzam." Jawab Sinta sambil mengambil handuk di tangan Azzam.
"Cepat ambil teh panas Zam."Ucap nenek.
"Iya nanti aku bawa nek. Aku mau istirahat dulu." Ucap Azzam. 
Saat itu Rain hanya terdiam, karena menahan gatal dan perih di kakinya. Azzam yang melihat Rain terdiam merasa  sedikit kesal, karena dia tidak mengucapkan terimakasih.
"Aku ke kamar dulu ya nek." Ucap Azzam sambil berjalan menjauh. 
Tidak lama Sica datang, memanggil Azzam.
"Zam, tunggu, ini nih ambil." Ucap Sica sambil memberikan teh hangat kepada Azzam.
"Oh iya, thanks ya Ca." Jawab Azzam.
"Kamu mau kemana?" Tanya Sica.
"Aku mau ke kamar, aku capek, yang lain juga sudah di kamar, kenapa kamu masih disini?" Tanya Azzam.
"Aku cuma mau ngasih itu saja." Ucap Sica.
"Terimakasih sekali lagi ya, tapi sepertinya ini akan aku kasih pada Rain, karena jika air hangat di dalam kamar juga ada dispenser." Ucap Azzam sambil perlahan mendekati Rain.
"Oh iya iya, gak apa-apa kok." Ucap Sica sambil perlaham berjalan menjauh, dan merasa sedikit kecewa. 
Azzam oun mendekati Rain dan memberikan teh hangat yang Sicaberikan sebelumnya pada Azzam.
"Kenapa kamu kasih ini ke aku?" Tanya Rain.
"Kalau dingin, cepat minum, jika tidak mau tidak usah di minum, aku ngantuk." Ucap Azzam dan segera berjalan menuju tangga ke lantai bawah.
"Azzam, Azzam. Ya sudah Rain kamu minum dulu saja biar hangat, nenek mau menemani dulu para pemegang saham ya, mereka ada di ruang rapat di lantai bawah juga. " Ucap nenek.
"Oh iya nek, terimakasih banyak ya nek, sudah mau menunggu Rain." Ucap Rain.
"Iya nak, Sin, tolong kamu jaga Rain ya, pastikan tidk ada air hujan sedikitpun di tubuhnya." Ucap nenek.
"Iya bu." Jawab Sinta. 
Nenekpun sgera berjalan ke lantai bawah untuk menemui rekan-rekannya.
Disana hanya ada Rain dan Sinta, selebihnya daalah pelayan di kapal yang sedang duduk santai.
"Sin, sudah kering kan? Tidak ada siapa-siapa kan?" Tanya Rain sambil menengok kanan dan kiri.
"Aman mba Rain, ada apa?" Tanya Sinta. 
Rain segera melepas jas hujan yang sudah mulai kering. Bagian tubuh Rain semua kering, hanya rain tidak kuat menahan gatal dan perih di kakinya. Dia segera melepas sepatunya.
"Ya ampun mba, air hujan nya kena kaki?" tanya Sinta.
"Iya Sin, tadi kantong plastiknya sobek, jadi tembus ke dalam sepatu." ucap Rain sambil mengelap kaki yang mulai muncul bercak merah tersebut.
"Mau aku panggilkan nenek?" Tanya Sinta.
"Tidak usah, aku tidak mau merepotkan, hanya saja, kamu perlu membantu aku menjaga situasi, takutnya ada yang datang." Ucap Rain sambil tersenyum dan menahan rasa perih di kakinya.
"Mba apa yang di rasa?" tanya Sinta khawatir.
"Hanya gatal dan perih saja." Jawab Rain.
"Apa mba merasa lemas?" Tanya Sinta.
"Ngga kok, itu kalau air hujannya terkena seluruh tubuh baru aku merasa lemas, ini hanya terasa sangat gatal dan perih." Jawab Rain. 
Tidak lama Rain merasa heran.
"Sebentar deh, kok kamu bisa tahu kalau aku bisa saja merasa lemas jika alergi, ini cuma Azzam dan nenek saja loh yang tahu?." Tanya Rain.
"Oh, anu... Mas Azzam yang mengingatkan tadi sewaktu bis belum datang mba." Ucap Sinta.
"Ohh.. Pantas.." Ucap Rain yang keheranan sambil menggaruk kakinya dan meniupinya.
"Mba, ini bakal hilang sampai kapan?" tanya Sinta.
"24 jam Sin, selama itu aku ngga boleh jalan-jalan dulu, harus istirahat karena tidak boleh terkena debu." Ucap Rain.
"Ya sudah kalau begitu, aku akan mencari kantong plastik pengganti saja ya mba?" Tanya Sinta.
"Tidak usah Sin, tapi aku mau minta tolong, ambilkan kaus kaki tebal dan sendal di kotak yang ada di dekat pantry, semua pelayan tahu kok itu persediaan milik aku, sama tolong ambilkan obat oles nya juga ya." Ucap Rain.
"Oh iya mba, saya juga kan selalu menemani mba, saya pasti tahu dimana kotaknya." Ucap Sinta.
"Terimakasih ya Sin." Jawab Rain.
"Kalau begitu saya ambil dulu ya mba." Ucap Sinta.
"Okey.." Jawab Rain.
Sinta pun pergi mengambil barang yang di pesan oleh Rain.  Kemudian ia kembali dan segera memberikannya kepada Rain, Rain segera mengolesnya dan memakai kaus kaki agar tidak terlihat gatal dan mengganti sepatu basahnya menggunkan sendal.
Rain dan Sinta segera pergi menuju kamar di lantai bawah, dna mereka beristirahat di kamar masing-masing.
Perjalanan yang seharusnya 4 jam pun, menempuh waktu 5 jam, telat satu jam karena adanya badai di lautan. Langit semakin gelap karena menunjukkan pukul 8 malam, pertanda sebentar lagi akan tiba di pulau Bukit Laut tersebut.

Semua karyawan di bangunkan begitupun dengan jajaran direksi dan komisaris yang sudah berada di lantai atas, dan siap keluar.
Meskipun langit terlihat mendung, tapi hujan sudah berhenti, pertanda bahwa Rain tidak perlu lagi memakai jas hujan.

Saat itu, Tiga direksi pria, Azzam, Hanif dan Dimas duduk bersama para komisaris dan pemegang saham lainnya  yang berjumlah 25 orang termasuk nenek di dalamnya. Sedangkan Rain duduk bersama Sinta di dekat jendela sambil mendengarkan lagu yang di bawakan oleh  musisi kapal.

Akhirnya kapal mereka tiba di pulau yang ia miliki tersebut, dengan lahan berhektar-hektar luasnya di kelola oleh anak perusahaan milik mereka sendiri.
Satu persatu dari mereka turun perlahan dan segera menaiki Bis kembali untuk menuju hotel, hotel tersebut dinamakan Rainy hotel, karena memang kepemilikannya atas nama Rainy Anaya Mentari, Rain.

Hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk tiba di hotel, setibanya di hotel, seluruh karyawan di manjakan dengan pemandangan hotel yang sangat indah, hotel termewah seribu kamar di negara tersebut bisa di nikmati cuma-cuma oleh seluruh karyawan. Hotel yang memiliki fasilitas kolam renang air hangat di lantai atas, dengan pemandangan pantai sangat memanjakan mata, belum lagi makanan yang terkenal sangat enak disana.

Pulau ini biasa di kunjungi oleh wisatawan asing, dan lokal. Namun hanya wisatawan yang memiliki uang lebih yang bisa datang kesini.

Sebenarnya mereka bisa saja menggunakan pesawat kesini, karena di pulau yang indah tersebut memiliki landasan udara sendiri, hanya saja karena beberapa komisaris ingin menikmati perjalanan yang lama, maka di tempuhlah jalur darat dan laut.

Semua karyawan di minta untuk menikmati makan malam terlebih dahulu, setelahnya langsung istirahat ke kamar masing-masing.
Hanya saja, Meskipun Azzam bersama dua sahabatnya, Azzam tetap mencari Rain yang tidak muncul di restoran hotel. Melihat Sinta sedang berjalan, Azzam langsung mendekatinya dan memanggilnya tanpa sepengetahuan dua sahabatnya.
"Sin, sin.." Panggil Azzam.
"Iya kenapa ya mas?" Tanya Sinta.
"Rain kemana? dia tidak makan?" tanya Azzam.
"Tidak mas, mba Rain ingin makan di kamar, katanya kelelahan." Jawab Sinta.
"Oh... memang kamar Rain dimana?" Tanya Azzam.
"Loh memang mas ngga tahu? Seluruh komisari dan pemegang shaam lainnya berada di lantai 15, seluruh karyawan berada di lantai 13 dan 14. Jadi..." Sebelum Sinta menlanjutkan, Azzam langsung memotong pembicaraan Sinta.
"Rain satu lantai dengan direksi di lantai 16 ya? okedeh kalau begitu, terimakasih ya." Ucap Azzam.
"kalau begotu saya permisi mas, oh ya, mba Rain di kamar 1620 mas, saya permisi." Ucap Sinta lalu pergi. 
Azzam pun kembali ke meja makan bergabung bersama temannya tersebut, dalam benaknya ia khawatir keadaan Rain, namun karena Sinta tidak berbicara apapun, Azzam menganngap kalau Rain benar-benar lelah.

Waktu menunjukkan pukul 11 malam, mereka semua kembali ke kamar masing-masing, diluar mulai hujan deras. Di dalam kamar , Azzampun seorang diri  memikirkan Rain yang tidak ada kabar sama sekali, setelah turun dari bis, Rain langsung menghilang. Antara ingin meneleponnya dan tidak Azzam tidak dapat melakukan sesuatu saat itu, karena takut mengganggu Rain istirahat.

Ternyata di kamar yang berbeda-beda pula, Hanif dan Dimas merasakan hal yang sama, khawatir kepada Rain yang tidak muncul sejak tiba di hotel. Hanif dan Dimas sama-sama menyukai dan mengagumi Rain, sehingga pada malam itu, di tiga kamar berbeda, penghuninya memikirkan Rain seorang.

Waktu terus berjalan, saat semua sudah tertidur lelap pukul 3 malam, rain sedang berjuang menahan rasa gatal dan perih di kaki nya seorang diri , tanpa ada satupun yang mengetahuinya, termasuk Sinta, ia mengunci kamar nya agar tidak ada satupun yang dapat masuk ke kamarnya.

Ia menangis dan merasa sangat kesakitan, ia benci mengapa harus hujan yang membuatnya seperti itu, hujan yang menjadi berkah untuk semua makhluk, hujan yang indah di pandang mata, hujan yang membawa pelangi sesudahnya, kini benar-benar tidak bisa membuat Rain merasa nyaman.

Alergi yang di derita Rain sepertinya tidak akan hilang dalam sehari, perlahan mulai menjalar ke kaki bagian lututnya. Teriakan sakitnya tak terdengar tertutup derasnya hujan, Rain yang merasa tidak kuat menahan sakit dan gatal, lama kelamaan tidak sadarkan diri, dan hilang di tengah hujan.


Comments

Popular Posts