Rain - Sadarlah, Aku menunggu (Episode ke-8)

Mentari hangat menyapa kicau
Embun indah menghias daun
Suara angin menembus sukma
Adakah hati yang sepi
Kiranya membuka tuk bisa singgah
Adakah pujaan menaruh hati
Kiranya memberi balasan secercah


Tuk tuk tuk. Suara mengetk terdengar dari luar pintu kamar Azzam.

"Siapa?" Tanya Azzam.
"Aku, Rain." Jawab Rain.
"Ya, masuk." Ucap Azzam. 
Rain pun masuk ke kamar membawakan bubur untuk sarapan Azzam bersama dua pelayan di rumahnya.
"Mereka bawa apa?" Tanya Azzam menunjuk kepada 2 pelayan wanita di belakang Rain.
"Mereka membantuku bawa minum, dan air dalam bejana untuk menyeka badan kamu, kamu kan belum mandi." Jawab Rain.
"Memang dari 10 pelayan lelaki tidak ada yang bisa menyeka badanku? Kenapa harus perembuan?" Tanya Azzam sambil melotot.
"Zam, mereka berdua ini dulunya perawat, nenek kok yang menyuruh mereka, bukan mau aku." Ucap Rain.
"Tidak mau Ren.." Ucap Azzam.
"Ya sudah kalau gitu, bi menyeka nya lain kali saja, biar Azzam saya kasih sarapan dulu. Terimakasih ya bi." Ucap Rain sambil menyuruh mereka kembali ke pekerjaannya.
"Ya nona, kalau begitu kami pamit, mari tuan." Ucap salah satu pelayan tersebut. 
Kedua pelayan tersebut pun keluar dari kamar Azzam.
"Nah gitu dong, sarapan apa hari ini, apa masih sama dengan kemarin?" Tanya Azzam.
"Beda kok, kan kamu gak suka bubur buatan pelayan kemarin, ini aku sendiri yang buat." Ucap Rain.
"Ah, bubur lagi." Gumam Azzam.
"Ya sudah nih makan buburnya." Suruh Rain.
"Loh kok, kemarin saja aku di suapin sama pelayan, kenapa sekarang ngga?" Tanya Azzam.
"Duh Azzam, masa aku harus panggil pelayan lagi, ya sudha aku telepon saja dari telepon kamarmu ya?" Ucap Rain.
"Aku ingin di suapin kamu." Ucap Azzam.
"Hmm?" Wajah Rain memerah.
"Boleh kan? Kan aku lagi sakit, kaki aku saja tidak bisa berjalan." Ucap Azzam.
"Iya, yasudah sini aku yang suapin, sebagai saudara yang baik, meskipun bukan kandung, aku masih tau diri, mau gimanapun kamu tetap direktur dan aku wakil direktur, jadi apa saja yang kamu minta pasti aku usahain, kamu ingat ga awal kita ketemu?" Tanya Rain sambil memberi sesendok bubur pada Azzam.
"Iya aku ingat, saat aku main bola dan kena sama kamu kan, terus aku langsung kenal kamu karena kamu pakai gantungan gelang yang sama dengan gantungan kalung yang aku pakai." Jawab Azzam sambil mengunyah.
"Iya, saat itu aku senang banget, karena aku yang ngga punya siapa-siapa ini bisa ketemu kamu, ibarat ketemu saudara jauh gitu. Meskipun aku akhirnya tau bahwa almarhumah ibuku dan almarhumah ibumu ternyata bersahabat." Ucap Rain sambil memberikan sesendok bubur lagi pada Azzam.
"Iya, ngga menyangka bisa kenal dengan gadis pemarah seperti kamu." Ucap Azzam sambil mengunyah dan mengambil segelas air di meja samping kasurnya.
"Menyebalkan, nih." Ucap Rain sambil menyodorkan bubur ke arah mulut Azzam.
"Tidak sangka bubur buatan wakil direktur enak juga." Ucap Azzam sambil tersenyum.
"Terimakasih, kamu harus cepat sehat Zam, semua karyawan  merindukan kamu." Ucap Rain sambil menatap Azzam. 
Tanpa mereka sadari ternyata nenek sudah berdiri di dekat pintu kamar Azzam.
"Gimana Zam keadaan kamu? Udah siap ke kantor kapan?" Tanya Nenek.
"Hei nek, sekarang sudah agak mendingan, mungkin lusa bisa lepas penyanggah kaki ini." Ucap Azzam.
"Nay belum berangkat ke kantor?" Tanya Nenek.
"Belum nek, sebentar lagi, tadi Azzam minta di suapi bubur." Ucap Rain.
"Oh sudah habis? Ya sudah Nay, lebih baik tak usah ke kantor dulu, jaga Azzam, nenek saja yang ke kantor dan meminta sekretaris kalian untuk menghandle." Ucap Nenek.
"Memang tidak apa-apa nek?" Tanya Rain.
"Kalian berdua kan cucu angkat nenek, sudah nenek anggap sebagai cucu sendiri, sudah pada dewasa begini masa tidak mengerti saja, nenek masih mampu menangani perusahaan nenek sendiri." Ucap Nenek.
"Terimakasih ya nek." Ucap Azzam.
"Kalau begitu, nenek berangkat, Nay titip Azzam ya, sesekali kalian jalan-jalan saja keluar, tapi hati-hati ramalan cuaca bilang hari ini akan turun hujan." Ucap Nenek.
"Iya nek." Ucap Rain dan Azzam sambil tersenyum. 
Nenek pun keluar kamar Azzzam dan segera pergi ke kantor.
"Ya sudah aku bawa dulu piring kotor nya ya ke dapur." Ucap Rain.
"Tidak usah, via telepon rumah saja." Ucap Azzam sambil mengangkat telepon.
"Ah Azzam." Ucap Rain.
"Hallo, bi, tolong bawakan piring dan gelas dari kamarku ya." Ucap Azzam, kemudian menutup teleponnya.
"Sudah?" Tanya Rain.
"Sudah lah Ren..." Ucap Azzam.
"Hmm, ya sudah kalau gitu aku mau ke kamar dulu, ganti dengan pakaian di rumah, pakaian kantor terlalu rapi disini, hehe" Ucap Rain.
"Ren, ganti dengan pakaian untuk main saja, aku ingin keluar bersama kamu." Ucap Azzam.
"Azzam kan belum mandi." Ucap Rain.
"Tenang, nanti aku akan minta tolong pelayan menyeka badanku." Ucap Azzam.
"Okey, kalau begitu aku ke kamar dulu." Ucap Rain sambil tersenyum. 
Rain pun ke kamarnya, dan Azzam segera memanggil pelayan lelaki untuk menyeka badannya dengan lap basah, sebagai pengganti Azzam tidak mandi karena masih menggunakan penyangga kaki.
Tidak lama Ran segera keluar drai kamarnya dan menuju ke kamar Azzam, pelayan lelaki sudah keluar drai kamar Azzam.
"Gimana sudah ?" Tanya Rain.
"Sudah non Rain, silahkan masuk." Jawab Pelayan tersebut.
"Okay, terimakasih ya." Jawab Rain. 
Pelayan tersebut segera kembali ke ruangannya. Rain pun masuk ke dalam kamar Azzam, terlihat Azzam sudah rapi duduk di kursi rodanya.
"Ready?" Tanya Rain.
"Why not?" Jawab Azzam sambil menggerakan kursi roda menggunakan tangannya sendiri.
"Supir udah siap di depan, tinggal tuan muda yang menentukan kemana kita pergi." Ucap Rain smabil mendorong kursi roda yang di duduki Azzam.
"Kemana ya, aku ingin ke lembah hijau, bagaimana?" Tanya Azzam.
"Why Not? hihi" Jawab Rain sambil tersenyum. 
Merekapun segera masuk ke dalam mobil dengan penuh hati-hati, Rain sata itu duduk di belakang menemani Azzam yang duduk di kursi roda. Mereka pun menuju Lembah Hijau, pemandangan yang memanjakan mata akan membuat rasa lelah aktivitas hilang.
Perjalanan menuju Lembah Hijau sekitar 4 jam, saat itu waktu menunjukkan pukul 9, maka di perkirakan mereka sampai pukul 1 siang.
"Sampaaaaiiii" Teriak Rain, sambil melirik ke arah Azzam yang tertidur.
Rupanya lelaki berwajah tampan ini sangat menarik hati Rain untuk terus memandangnya. Saat Rain terus memandang Azzam, Azzam pun terbangun karena suara mesin mobil yang sudah berhenti.
"Ngapain liat-liat? Pasti mau ambil foto aku kan? Tenang saja, saat aku tidur, aku tetap tampan kok." Ucap Azzam sambil merapikan rambutnya. 
"Oh ya?" Jawab Rain sinis sambil membetulkan jilbabnya. 
Merekapun turun dari mobil. 
"Pak supir, nanti bapa jika sudah berhasil cari tempat parkir yang nyaman, bisa langsung susul kita ya pak." Ucap Azzam. 
"Iya tuan, non kunci rumahnya jangan lupa di bawa." Ucap Supir. 
"Iya siap pak, sudah aku bawa kok. Nanti bapa bisa langsung menyusul ya pak. jangan lupa tolong bawakan alat panggang juga, aku bantu dorong kursi roda Azzam soalnya." Ucap Rain. 
"Iya non." Jawab supir. 
"Yuk?" Ajak Azzam. 
"Mari pak." Ucap Rain. 
 Azzam dan Rain pun pergi menuju Lembah Hijau, disana terdapat satu rumah penginapan milik nenek, karena wilayah tersebut telah di beli oleh perusahaan yang di pimpin oleh Azzam. 
Rain pun terus mendorong kursi roda yang id duduki Azzam, mereka berdua bercerita, mengingat kenangan semasa kecil dulu. 
"Rain, kamu pasti tidak ingat, karena dulu kamu masih bayi, kita sekeluarga pernah pergi kesini, pelayan lelaki semua memancing dan kita hanya bisa diam di dalam rumah, sudah lama sekali tidak kesini, tapi jangan khawatir, rumah ini tetap terawat karena di jaga oleh 4 orang pelayan nenek, dua laki-laki dan 2 wanita. " Ucap Azzam. 
"Aku tidak sama sekali mengingatnya, mungkin kita bisa melepas canda tawa disini." Ucap Rain. 
"Kamu bawa kamera?" Tanya Azzam. 
"Always, ada di tas aku." Ucap Rain. 
"Keluarin dong, aku mau foto-foto sambil kamu sibuk dorong aku." Ucap Azzam. 
"Iya iya, tunggu... Nih." ucap Rain sambil memberikan kamera pada Azzam. 
"Okay.. Nanti sebelum ke pondok, kita ke sisi lembah dulu ya, kita foto-foto disana." Ucap Azzam. 
"Iya Zam.." Ucap Rain sambil terus mendorong kursi roda milik Azzam.
Merekapun terus berjalan menyusuri sisi lembah yang indah, bukit-bukit dan pepohonan menyegarkan mata, udara bersih menyegarkan dada. 
"Ren, ren,.. disini berhenti, kita foto berdua di balakang pemandangan lembahnya terlihat jelas." Ucap Azzam. 
"Iya okey.." Ucap Rain sambil memutar kursi roda Azzam. 
"Okey Rain, satu..dua.. cheeese.... satu... dua.. cheese...." Ucap Azzam. 
"Zam, ini sepertinya mau hujan besar, kita langsung ke pondok saja yuk? sudah sore juga sudah jam 4 nih." Ucap Rain. 
"Oh iya, ayo cepat bawa aku ke pondok, aku juga ngga  mau  kesusahan karena kamu alergi air hujan." Ucap Azzam. 
"Zzzzzz.." Rain mulai kesal dan mendorong kursi Azzam menuju pondok. 
Merekapun tiba di pondok , ternyata pelayan disana sudah berjaga karena mengetahui bahwa Azzam dan Rain akan kesana, Pak supir juga sudah berada di pondok, sehingga tidak ada lagi yang kehujanan. 
"Rain, aku lapar." Ucap Azzam. 
"Iya, sedang di masakkan kok. Sabar dong." Ucap Rain. 
"Aku lapar." Ucap Azzam memegang perutnya. 
"Gimana kalau kita keliling saja, sepertinya disini banyak yang belum aku tahu." Ucap Rain. 
"Ya sudah, kalau gitu aku berjalan pakai tongkat saja. Tolong ambilkan dong." Ucap Azam. 
"Nih..." Rain memberikan tongkat untuk memudahkan Azzam berjalan. 
"Yuk, kita keliling." Ucap Azzam. 
Merekapun berjalan ke lantai dua. 
"Nih, ini dulu kamar mamah, papah aku, yang disana di ujung jendela, kamar mamah dan papa kamu. Kamar nenek yang di bawah tadi, terus kamar pelayan semuanya di lantai bawah di belakang dekat dapur. Oh iya di atas juga ada balkon, hanya saja karena atapnya pendek, pasti basah terkena hujan, nanti Ren alergi aku kesusahan. Hujannya kan deras." Ucap Azzam.
"Boleh kah aku lihat balkonnya?" Tanya Rain. 
"Boleh, asal jangan kena hujannya." Jawab Azzam sambil berjalan menuju balkon.
"Siap." Jawab Rain. 
Merekapun berjalan menuju balkon. 
"Andai saja dulu aku seusiamu, mungkin masih ada sepotong kenangan, tapi aku tidak ingat sama sekali karena di besarkan di panti." Ucap Rain.
"Jangan menyalahkan siapapun, dan apapun, yang jelas disini kamu aman bersamaku." Ucap Azzam sambil berjalan di atas balkon memainkan air hujan dengan menengadahkan tangannya di bawah tetesa hujan.
"Aman? Bukannya kemarin aku yang jaga kamu!" Ucap rain meledek dari dalam ruangan.
"Itu karena aku sedang lemah, dan kamu tidak boleh merasa senang ketika menang melawan yang lemah, itu tidak adil!" Ucap Azzam sambil tersenyum dan terus memainkan hujan di tangannya.
"Kamu itu, akan ku makan kalau kau masuk kesini!" Ucap Rain dengan nada kesal mau menutup pintu balkon.
"Memang kalau aku masuk, bagian mana yang akan kamu makan lebih dulu?" Jawab Azzam meledek.
"Semuanya aku makan langsung!" Ucap Rain dengan kesal.
"Kenapa tidak kaki aku saja lebih dulu, agar aku tidak bisa kabur, atau mata? atau tangan?! hehe" Ucap Azzam meledek.
"Kamu itu menyebalkan, hati-hati Zam, disitu lantainya liii....." Ucap Rain terhenti. 
Sebelum Rain memberitahunya Azzam malah terpeleset lebih dulu, penyanggah kaki milik Azzam retak. Tongkatnya patah, dan baju Azzam basah, hujan terus mengguyur ke arah balkon yang terbuka tersebut. 
"Diam disitu Ren!!! Jangan kesini!" Ucap Azzam memperingati Rain agar tidak membantu Azzam karena sedang hujan. 
"Zam.......ta..tangan  kamu berdarah. Itu penyanggah kaki kamu retak." Ucap Rain khawatir. 
"Diam Ren! Diam disitu, aku bisa berdiri." Azzam mencoba berdiri, tapi tongkat miliknya sudah patah, lantai yang licin membuat Azzam kesulitan berdiri.
"Zam.. tolong pak supiirrr,,,pelayaan....!!" Teriak Rain sambil menangis memeluk lutut. 
Tapi karena deras hujan membuat suaranya tak terdengar ke bawah. 
"Jangan pegang tongkat itu lagi Zam, itu patah jadi tajam, tanganmu terus berdarah." Ucap Rain sambil menangis. 
"Tetap diam disitu Ren." Ucap Azzam sambil mencoba berdiri, namun dia tetap gagal, karena tongkat yang ia gunakan hanya satu dan kaki nya amat terasa sakit sehingga sulit berdiri. 
"Tolong Pak Supiir, pelayaaaaan,, tolooong ke atasssss, Azzam kesakitan, Rain gamau lihat Azzam kesakitan....." Teriak Rain sambil menangis karena tidak bisa melakukan sesuatu. 
"Rain ngga apa-apa kok, aku juga lagi mencoba berdiri" Ucap Azzam sambil memandang Rain di bawah guyuran hujan menahan sakit kaki nya karena penyanggahnya retak. 
"Aku ngga bisa kaya gini Zam. Aku ngga bisa diem aja liat kamu kaya gini." Ucap Rain. 
Tanpa sadar, Rain melangkahkan kakinya menuju  balkon, hujan terus mengguyur tak ada ampun, Rain pun membantu Azzam untuk berdiri, menghiraukan bahwa Rain bisa mati kesakitan karena alergi air hujan. 
"Sial!!" Ucap Azzam dalam hati sambil meneteskan air mata.
Perlahan, Rain bisa membantu Azzam berdiri, dan membantu Azzam berjalan masuk ke dalam. Azzam pun sangat menyesal karena dirinya menyusahkan Rain. Tidak lama, supir dan empat pelayan yang tinggal disana datang dan membantu mereka berdua. 
Saat itu Azzam dan Rain sudah di dalam rumah, tapi siapa sangka bahwa alergi Rain datang dengan cepat, seluruh tubuhnya memerah, sangat terasa panas dan menyakitkan. 
Rain tertidur di lantai, Azzam di sisinya. Azzam segera mengelap wajah Rain yang terkena hujan dengan kain yang berada di kursi dalam rumah. 
"Tuan, maafkan kami datang terlambat, itu tangan tuan berdarah, penyanggah kaki tuan juga retak." Ucap Pelayan.
"Panggilkan dokter Rain sekarang!! Rain perlu pertolongan.!" Ucap Azzam sambil teriak dan melihat Rain sudah tidak lagi membuka matanya.
"Iya tuan." Ucap Supir.
"Saya ambilkan pakaian ganti dan air hangat untuk tuan dan nona." Ucap pelayan yang melihat keadaan mereka kesakitan.
"Saya perlu obat Rain dan pakaian Rain, bawakan tas Rain kesini sekarang!" Teriak Azzam.
"Iya tuan." Jawab Pelayan. 
Pelayan yang tinggal disana sepertinya belum mengenal bahwa Rain adalah cucu angkat dari nenek terkaya bosnya tersebut. Mengingat bahwa pelayan yang tinggal di pondok tidak pernah tahu kabar di kota. Sehingga yang mereka takutkan malah keselamatan tuan Azzam saja. 
"Rain, sadarlah, jangan biarkan sakit ini menguasai kamu." Ucap Azzam sambil mengelap wajah gadis berjilbab tersebut. 
Perlahan Rain membuka matanya. 
"Azzam, syukurlah Azzam tidak kenapa-kenapa." Ucap Rain sambil menutup matanya kembali.
"Rain!! Sadarlah Rain!!" Ucap Azzam.
Tapi Rain tetap menutup matanya, tubuhnya mulai melepuh, tidak lama pelayan datang membawakan obat milik Rain, dan Azzam membantu mengoleskan obat oles tersebut ke tubuh Rain yang  mulai melepuh. 
"Pelayan, karena kamu perempuan, tolong bantu Rain ganti pakaian, bagaiamanapun caranya Rain harus ganti pakaian, tidak ada lagi air hujan di badannya, kalau bisa di lap air hangat dan handuk kering. Bantu dia masuk ke kamar milik mamah dan papah nya. Nanti saya menyusul." Ucap Azzam sambil terus mengoles obat pada Rain.
"Iya tuan, kami akan bopong nona Rain dulu kalau begitu." Ucap pelayan tersebut.
Setelah Rain berhasil di bawa ke kamar, pakaian Rain segera di ganti oleh 2 orang pelayan wanita. Sedangkan Azzam masuk ke kamar milik mamah papa nya untuk berganti pakaian. Satu orang pelayan lelaki membersihkan lantai dari basah hujan dan darah. Satu nya lagi mengobati tangan Azzam yang terkena tusuk tongkat yang patah saat terjatuh. Tidak lama supir datang menghampiri Azzam.
"Bagaimana, dokter sudah datang?" Tanya Azzam pada supir tersebut.
"Sudah, semua alat kesehatan yang di bawa di dalam mobil sudah di pasang, dokter juga sudah memeriksa nona Rain. Maafkan kami semua tuan, karena kami lalai, dan tidak memperhatikan keselamatan tuan dan nona." Ucap supir tersebut.
"Yang saat ini aku khawatirkan adalah Rain, dia alergi air hujan. Pelayan, sudah cukup mengobati tanganku, aku ingin segera melihat Rain. Terimakasih banyak sebelumnya. Kamu boleh keluar, tolong siapkan air hangat." Ucap Azzam.
"Baik tuan." Jawab pelayan tersebut dan keluar kamar.
"Tuan bisa berjalan sendiri?" Tanya Supir.
"Tolong ambilkan kursi roda di bawah ya." Ucap Azzam.
"Baik tuan." Jawab supir tersebut. 
Kursi roda sudah di atas, Azzam segera menduduki kursi tersebut dan segera menengok Rain di dalam kamar. Saat melihat Rain ke dalam kamar, terlihat sama percis dengan keadaan Rain saat di rawat tempo hari setelah kegiatan kantor. Amat sakit dan sedihnya Azzam karena tidak bisa menjaga Rain dengan sebaik-baiknya. 
"Rain... sadarlah, aku disini menunggu........" Teriak Azzam dalam hatinya sambil meneteskan air mata. 






Comments

Popular Posts