Rain - Nenek Tersayang (Episode ke - 10)
Setelah kejadian kebakaran di kantor AM Corporate pekan lalu, keamanan untuk dapat masuk ke dalam kantor terbesar tersebut lebih di perketat lagi, terlebih dengan kejadian sebelumnya saat Rain di rawat ada seseorang yang menyirami tubuhnya dengan air hujan, hal yang bisa membuat alergi Rain kambuh, bahkan bisa merenggut nyawanya tersebut membuat dirinya semakin harus lebih berhati-hati lagi, karena kini sudah mulai banyak orang yang mengetahui alergi langka yang di miliki oleh Rain.
Gadis muda yang menjadi wakil direktur itu terus duduk menunggu jam pemberangkatan pesawat. Tidak lama Azzam datang dari arah belakang.
Setelah mereka memilih makanan, mereka asik berbincang-bincang tentang permasalahan dikantor, pembicaraan semakin lama dan semakin seru, tidak terasa mereka harus segera ke kantor, karena sekretaris Azzam sudah menelepon. Merekapun pergi menuju kantor.
Selama dikantor, mereka disibukkan oleh pekerjaan masing-masing, Dimas dan Hanif langsung mengurus pekerjaan kantor diruangannya, begitupun dengan Rain yang sebelahan ruangan dengan Azzam, sama-sama tidak saling tegur sapa jika sudah berada dikantor, namun tiba-tiba terdengar suara teriak di ruangan Azzam, Rain yang saat itu sedang rehat sebentar menyandar ke meja mendengar suara Azzam langsung menghampiri Azzam tanpa mengetuk pintu.
Tidak lama Hanif dan Dimas datang untuk pamit pulang lebih dulu, begitupun dengan para sekretaris dan karyawan mereka. Tinggalah Azzam dan Rain dikantor tersebut, waktu terus berjalan hingga pukul 9 malam. Dan Rain sudah mulai lelah. ia duduk di kursi Azzam sambil memandang meja yang berantakan tersebut, Rain pun merapikanmeja Azzam agar enak di lihat, karena bagaimanapun Azzam adalah direktur utama yang harus tetap menjaga kerapihan meja kerjanya.
Selesai semua pekerjaan Rain, dan ia membuat teh hangat untuk dirinya dan Azzam jika terbangun nanti. Benar saja aroma teh yang biasa Rain seduh itu membuat Azzam terbangun. Melihat Rain sedang mengaduk teh di gelas membuat Azzam kaget.
Azzam pun mencari ke setiap ruangan namun Rain tak ada disana, selintas Azzam mengingat kejadian yang sama seperti dulu, ketika mati lampu tempat yang Rain tuju adalah kamar rahasia di lantai paling atas karena hanya dari sana cahaya bulan bisa terlihat langsung. Azzampun langsung menuju ke kamar atas dilantai 5 mencari Rain ditengah gelap malam. Dilorong kamar Rain Azzam bertemu dengan tiga orang pembantu, dan dari tiga orang tersebut tak ada yang menemukan Rain.
Azzam sangat khawatir karena Rain adalah orang yang paling tidak bisa ditinggal sendiri, karena memiliki trauma masa kecil yang sudah ditinggal kedua orang tuanya.
Benar saja, ternyata Rain sedang berada di kamar tersebut. kamar yang pintunya serupa dengan dinding, sehingga tiada pembantu satupun yang bisa menemukannya. Terlihat Rain sedang menatap pemandangan luar dari dalam jendela.
Rain dan Azzampun segera menuju ke lokasi tempat pencairan, disana sangat berantakan, banyak korban dimana-mana, belum ada kabar dari nenek, namun yang jelas di dalam pesawat sudah tidak ada lagi orang, Azzam terus mencari begitupun dengan Rain.
Waktu terus berlalu, hari semakin siang, namun banyaknya penumpang menyulitkan pencarian, terlebih lagi banyak korban yang hancur bentuk tubuhnya sehingga tidak bisa diidentifikasi, Azzam dan Rain terus ikhtiar hingga waktu petang, namun mereka mulai berhenti mencari dan duduk di kursi bandara.
Selama dirumah sakit, Rain terus memanggil nenek meskipun dia tidak sadarkan diri, tensi darah Rain terus menurun, terlihat sangat lelah dan lemah. Saat itu Azzam hanya menunggu Rain, dan terus meminta kabar dari pihak yang menjaga nenek.
Akhirnya, sekretaris Azzam, Rony, sudah menyiapkan penerbangan untuk membawa nenek, karena pesawat pribadinya hanya cukup untuk membawa satu pasien, sehingga hanya nenek yang bisa dibawa ke rumah sakit AM Hospital, sedangkan Rain masih tinggal di rumah sakit dan belum sadarkan diri.
Nenek langsung ditangani oleh dokter unggul disana, sedangkan Rain tidak diperbolehkan pulang sebelum ia sadar.
Azzampun tertidur di sofa, hingga tidak sadar kalau dokter dan perawat masuk kamar Rain untuk melihat kondisi Rain, dan Rain masih belum sadarkan diri, sudah hampir 10 jam, pertanda sudah datang mentari.
Sudah jam 10 pagi, Azzampun terbangun dan melihat Rain sudah duduk dirancangnya, Azzam segera menghampiri Rain.
Sesampainya disana, Azzam dan Rain langsung memutuskan menuju ke AM Hospital, untuk segera melihat keadaan nenek. Setibanya disana, Rain langsung menuju kamar nenek, dan nenek terlihat sangat lemah namun sudah melewatkan masa kritisnya dan telah sadarkan diri.
"Gimana Ren sudah di bawa semua perlengkapannya?" Tanya Azzam.Tidak lama nenek datang.
"Oh iya sudah, kamu kesini sama siapa? Dimas dan Hanif mana?" Tanya Rain.
"Mereka sebentar lagi sampai kok. Nenek mana?" Tanya Azzam.
"Nenek sedang ke toilet dulu. Hmm, yah... Rumah akan sepi jika tidak ada nenek." Ucap Rain.
"Sabar, nenek kesana juga kan untuk berobat, malah aku sedih kalau di antara kita tidak bisa menemani nenek hanya karena urusan kantor." Ucap Azzam.
"Bukan itu saja Zam, nenek juga kan memang tidak mau di temani oleh kita, tapi aku menyimpan curiga Zam, apa nenek sakit parah jadi ngga mau kita khawatir?" Tanya Rain.
"Kamu khawatir sama nenek?" Tanya Azzam.
"Iya, sangat." Jawab Rain.
"Ya sudah, lusa kita berangkat, masih ada waktu besok kita mengurus urusan kantor." Ucap Azzam.
"Sungguh Zam?" Tanya Rain dengan wajah senyum.
"Iya, beneran, aku serius, karena aku juga mulai khawatir, sepertinya nenek menyembunyikan sesuatu." Ucap Azzam.
"Ya sudah nanti siang aku mau menemui dokter yang biasa nenek datangi, meskipun dokter mungkin akan menyembunyikannya, tapi pasti akan ada clue." Ucap Rain.
"Nay, Zam, maaf lama menunggu, nenek ini tadi ngeringin dulu baju, karena keran air nya tadi bocor dan kena baju nenek." Ucap Nenek.Perlahan nenek melambaikan tangan, dan mulai masuk ke tempat pemeriksaan tiket. Rain, Azzam, Dimas dan Hanif pun segera keluar dari bandara.
"Tidak kok nek, nek sepertinya nenek harus berangkat sekarang, tadi sudah ada pemberitahuannya, kalau pesawat ke New York sudah siap." Ucap Azzam.
"Ya sudah nenek pergi, nenek titip semuanya yang ada disini kepada kalian berdua ya." Ucap Nenek.
Tidak lama Dimas dan Hanif datang dengan tergesa-gesa.
"Nek, maaf kami datang terlambat." Ucap Dimas.
"Tidak apa, nenek pamit ya, nenek titip pada kalian berempat." Ucap nenek.
"Serahkan pada kami nek." Jawab Hanif.
"Ya sudah, Naya, nenek pergi ya." Ucap nenek sambil memeluk tubuh Rain.
"Iya nek. Hati-hati ya nek, semoga cepat sembuh, jika nenek memikirkan Naya, Naya pasti akan datang ." Ucap Rain sambil meneteskan air mata.
"Ya sudah, Assalamualaikum." nenek pun pergi.
"Kalian pulang? Gak akan makan dulu nih kita?" Tanya Dimas.Mereka berempat pun pergi mencari tempat makan. Dan sampai direstoran yang mereka inginkan. Disana mereka memilih tempat duduk khusus VIP karena restoran yang ia kunjungi juga sudah mengetahui 4 orang tamu besar pimpinan AM Corporate tersebut.
"Iya nih, makan dulu, lapar nih." Ucap Hanif.
"Gimana Ren, mau makan?" Tanya Azzam.
"Boleh deh kalau gitu, aku juga lapar." Jawab Rain.
Setelah mereka memilih makanan, mereka asik berbincang-bincang tentang permasalahan dikantor, pembicaraan semakin lama dan semakin seru, tidak terasa mereka harus segera ke kantor, karena sekretaris Azzam sudah menelepon. Merekapun pergi menuju kantor.
Selama dikantor, mereka disibukkan oleh pekerjaan masing-masing, Dimas dan Hanif langsung mengurus pekerjaan kantor diruangannya, begitupun dengan Rain yang sebelahan ruangan dengan Azzam, sama-sama tidak saling tegur sapa jika sudah berada dikantor, namun tiba-tiba terdengar suara teriak di ruangan Azzam, Rain yang saat itu sedang rehat sebentar menyandar ke meja mendengar suara Azzam langsung menghampiri Azzam tanpa mengetuk pintu.
"Zam, ada apa?" Tanya Rain sambil menegok ke dalam ruangan tapi tak terlihat tubuh Azzam.Rainpun segera menyelesaikan pekerjaannya di ruangannya. Waktu terus berjalan, setelah selesai sholat Isya Rain baru selesai mengerjakan tugasnya. Dan Rain menuju ke ruangan Azzam. Terlihat Azzam sedang tertidur di sofa ruangannya. Melihat Azzam tertidur, Rain langsung inisiatif memisahkan dokumen yang terkena tumpahan kopi tersebut, ia pilih satu-satu dokumen sambil memberi tanda dokumen mana yang sudah tidak bisa terpakai lagi.
"Hmmm, anu.. datanya kena tumpahan kopi." Ucap Azzam dari balik meja kerjanya.
"Data apa?" Kata Rain sambil berjalan menuju ke arah meja.
"Ini, data yang kamu sudah siapkan untuk rapat besok." Ucap Azzam sambil menunjukkan data penting yang sangat banyak.
"Astaga. Zam, aku kira ada apa." Ucap Rain sambil memperbaiki kerudungnya.
"Loh, ngga marah Ren?"Tanya Azzam sambil merasa bersalah.
"Ya mau gimana lagi, nanti paling kita pilih data apa yang masih bisa kita pakai, kalau yang sudah tidak bisa terpakai kita buang terus kita print lagi datanya." Ucap Rain.
"Hmm, maaf ya kamu jadi harus kerja dua kali." Ucap Azzam.
"Ngga apa kok, lagian tadi kan aku save, jadi tinggal print datanya, sekarang aku beresin dulu kerjaan aku ya." Ucap Rain sambil kembali ke ruangannya.
Tidak lama Hanif dan Dimas datang untuk pamit pulang lebih dulu, begitupun dengan para sekretaris dan karyawan mereka. Tinggalah Azzam dan Rain dikantor tersebut, waktu terus berjalan hingga pukul 9 malam. Dan Rain sudah mulai lelah. ia duduk di kursi Azzam sambil memandang meja yang berantakan tersebut, Rain pun merapikanmeja Azzam agar enak di lihat, karena bagaimanapun Azzam adalah direktur utama yang harus tetap menjaga kerapihan meja kerjanya.
Selesai semua pekerjaan Rain, dan ia membuat teh hangat untuk dirinya dan Azzam jika terbangun nanti. Benar saja aroma teh yang biasa Rain seduh itu membuat Azzam terbangun. Melihat Rain sedang mengaduk teh di gelas membuat Azzam kaget.
"Ren, ngapain kamu disini?" Tanya Azzam.Setelah siap, merekapun segera pulang menuju rumah, sesampainya di rumah, Azzam langsung menuju kamarnya, begitupun dengan Rain yang harus naik lift dulu menuju kamarnya dilantai 2. Merekapun langsung bersiap tidur. Namun tiba-tiba lampu di rumah padam. Dan ini adalah hal yang paling menakutkan untuk Rain. Rain terdengar teriak histeris. Azzam pun berusaha menghubungi Rain menuju ponselnya, namun Azzam tak dapat tersambung. Semua pembantu dikerahkan untuk mencari Rain dikamar, namun tidak satupun yang melihat Rain.
"Huft... kamu lupa ya kalau kamu tadi merusak data yang sudah aku kasih ke kamu tadi siang." Ucap Rain.
"Astaghfirullah, iya aku lupa. Sorry banget, yuk kita pilih data apa yang masih bisa kita pakai, atau besok aja daripada sekarang pulang? Duh...." Ucap Azzam tergesa-gesa sambil merasakan pusing dikepalanya.
"Zam, tenang dulu, data yang kamu perlukan udah selesai semua aku siapkan, jadi kamu gak perlu khawatir. mending ini, minum teh dulu biar badan kamu agak relaks." Ucap Rain.
"Hmm. Terimakasih ya Ren, kamu selalu bisa diandalkan." Ucap Azzam sambil tersenyum.
"Iyalah, makanya kamu harus sekali-kali traktir adik kamu ini makan malam." Ucap Rain.
"Ah tidak, itu pemborosan! Eh iya sudah ada kabar dari nenek?" Tanya Azzam.
"Hmm, belum Zam, aku juga daritadi ngga enak hati, oh ya, besok aku izin ke kantor telat ya, mau ketemu sama dokternya nenek." Ucap Rain.
"Oh gitu, yasudah aku antar saja ke rumah sakitnya gimana? lagian ke rumah sakit milik kita juga kan, kalau kamu pergi sama aku pasti lebih mudah akses ketemunya. hehe." Ucap Azzam.
"Memang direktur utama saja yang bisa, wakil direktur juga bisa lah." Ucap Rain sambil cemberut.
"Ya sudah besok aku antar, sekarang kamu siap-siap dulu, kita pulang sekarang." Ucap Azzam sambil menghabiskan minumnya.
"Okay." Ucap rain sambil kembali ke ruangannya.
Azzam pun mencari ke setiap ruangan namun Rain tak ada disana, selintas Azzam mengingat kejadian yang sama seperti dulu, ketika mati lampu tempat yang Rain tuju adalah kamar rahasia di lantai paling atas karena hanya dari sana cahaya bulan bisa terlihat langsung. Azzampun langsung menuju ke kamar atas dilantai 5 mencari Rain ditengah gelap malam. Dilorong kamar Rain Azzam bertemu dengan tiga orang pembantu, dan dari tiga orang tersebut tak ada yang menemukan Rain.
Azzam sangat khawatir karena Rain adalah orang yang paling tidak bisa ditinggal sendiri, karena memiliki trauma masa kecil yang sudah ditinggal kedua orang tuanya.
Benar saja, ternyata Rain sedang berada di kamar tersebut. kamar yang pintunya serupa dengan dinding, sehingga tiada pembantu satupun yang bisa menemukannya. Terlihat Rain sedang menatap pemandangan luar dari dalam jendela.
"Kamu tidak lihat jam berapa ini?! Kenapa malah disini!" Ucap Azzam yang muncul tiba-tiba.Mereka berduapun turun ke lantai bawah, tidak lama semua pelayan di rumah itu berkumpul di ruang tengah.
"Sekarang jam 12 malam, aku takut Zam." Ucap Rain sambil menahan air matamya.
"Sudah tenang saja, kan sudah ada aku. Yuk kita dilantai bawah saja, disini dingin. Nih pakai jaket aku." Ucap Azzam sambil melepas jaketnya.
"Terimakasih, Zam, dulu kita suka main disini kan, karena cuma disini aku bisa merasakan hujan meskipun tidak terkena tubuh aku." Ucap Rain sambil memakai jaket Azzam.
"Iya, ini kamar kan memang sudah aku desain sendiri, atapnya pakai fiber anti pecah, jadi kamu bisa lihat langsung hujan dari sini." Ucap Azzam sambil melihat ke pinggir jendela.
"Iya, aku saja sangat terkejut saat kamu kasih tunjuk ruangan rahasia ini, sampai kamu juga tahu kamar ini adalah tempat yang aku tuju ketika seperti ini." Ucap Rain.
"Aku sudah bilang kan, apa coba yang aku gak tahu dari kamu Rain. yuk ke bawah." Ucap Azzam sambil membuka pintu kamar.
"Iya..." Dan Rain pun ikut keluar kamar.
"Ada apa ini? Kok kumpul semua disini?" Tanya Azzam.Rain dan Azzam pun segera bergegas bersiap-siap ke kamar masing-masing membawa perlengkapan untuk menyusul nenek. Setelah Azzam mendapat kabar dari sekretarisnya tersebut, Azzam langsung berangkat menuju landasan pesawat belakang rumahnya, pilot dan pramugari sudah bersiap di pesawat, terlihat Rony sudah berjaga dan mengkondisikan keadaan Azzam dan Rain sesampainya di New York.
"Mas Azzam, ini ada info pesawat yang dinaiki nenek mengalami kecelakaan aat mendarat, ada beberapa yang meninggal, dan sampai saat ini belum ada informasi yang jelasnya seperti apa untuk data nenek.
"Apa? astaghfirullah, serius ini?" Ucap Rain sambil jatuh terduduk merasa kakinya terasa lemas.
"Iya saya dengar begitu mba." Ucap salah satu pelayan.
"Zam, gimana ini?" Ucap Rain sambil menangis.
"Hmmm, Astaghfirullah, sudah tenang dulu Ren, aku hubungi dulu Rony." Ucap Azzam.
"Cepet Zam." Ucap Rain sambil menangis.
"Hallo, Rony dimana? Ron, tolong atur kerjaan besok di kantor, dan siapkan pesawat ke New York untuk aku dan Ren malam ini." Ucap Azzam sambil menutup teleponnya.
"Gimana Zam?" Tanya Rain.
"Sudah aku kabari, sekarang kamu siapkan apa saja yang dibawa ya, nanti biar pelayan yang menemani ke kamarmu karena masih mati lampu." Ucap Azzam.
"Iya Zam, aku siap-siap dulu, harusnya nenek pakai pesawat pribadi, pasti ngga akan seperti ini." Ucap Rain sambil terlihat pucat.
"Jangan bicara kemana saja, sekarang tugas kamu siap-siap dan jangan berhenti berdoa Ren, aku juga mau siap-siap." Ucap Azzam.
"Aku berangkat ya Ron." Ucap Azzam sambil menepuk pundak Rony.Azzam dan Rain pun langsung menaiki pesawat, dan pesawat segera lepas landas. Perjalanan ke New York membutuhkan waktu 8 jam, selama perjalanan, terlihat Rain sangat murung, rasa khawatir pada nenek membuat Rain terus memeluk foto sang nenek tersebut. Waktu terus berjalan, mereka diperkirakan sampai jam 10 pagi, saat ini masih pukul 4 subuh, dan Rain belum juga bisa tertidur, Azzam yang duduk di depannya hanya bisa melihat dan menenangkan Rain, sewaktu nangisnya semakin keras.
"Iya mas, sesampainya disana nanti akan ada yang mengawal mas Azzam dan mba Rain." Ucap Rony.
"Mas Rony, makasih ya, maaf sekali lagi sudah membuat mas Rony bangun sepagi ini." Ucap Rain.
"Sudah tugas saya mba, silahkan berangkat mba." Ucap Rony.
"Ren, ingat mungki kamu sangat sedih karena nenek belum ditemukan, akupun sama, sekrang tugas kita hanya berdoa, jangan bersedih berlarut-larut, dan kamu harus bisa menerima kabar apapun, meskipun itu adalah kabar terburuk, kamu harus sudah siap." Ucap Azzam.Namun Rain tidak merespon, tangisnya malah semakin jadi.
"Sebentar lagi subuh, kamu lebih baik tayamum, dan bersiap sholat, rapikan kerudungmu, pakai mukenamu. Dan berdoa, karena sesungguhnya hanya Allah yang bisa menyelamatkan nenek." Ucap Azzam.Pesawat terus melaju, waktu terus berjalan, pencarian nenek sudah menjadi trending topik di semua stasiun televisi, beberapa menit lagi akan sampai Rain dan Azzam, harus segera bersiap-siap turun dari pesawat, ratusan wartawan sudah menunggu mereka, namun rupanya Azzam sudah bisa mensiasati hal tersebut dengan pengawalan yang super ketat.
"Iya Zam. Aku cuma ga kebayang, nenek gimana, apakah sakit atau ngga, nenek kan pergi niatnya untuk sehat Zam, bukan untuk nambah menderita, harusnya aku ikut antar nenek." Ucap Rain sambil merapikan kerudungnya.
"Iya aku paham, tapi jika kamu bicara seperti itu, sama saja kamu tidak terima ujian yang Allah beri. Ayo kita harus bersabar, dan tawakal Ren, sekarang tugas kita cuma bisa berdoa." Ucap Azzam.
"Iya Zam..." Jawab Rain dengan suara pasrah.
Rain dan Azzampun segera menuju ke lokasi tempat pencairan, disana sangat berantakan, banyak korban dimana-mana, belum ada kabar dari nenek, namun yang jelas di dalam pesawat sudah tidak ada lagi orang, Azzam terus mencari begitupun dengan Rain.
Waktu terus berlalu, hari semakin siang, namun banyaknya penumpang menyulitkan pencarian, terlebih lagi banyak korban yang hancur bentuk tubuhnya sehingga tidak bisa diidentifikasi, Azzam dan Rain terus ikhtiar hingga waktu petang, namun mereka mulai berhenti mencari dan duduk di kursi bandara.
"Rain, sudah mulai gerimis, kamu kan alergi hujan, biar aku saja yang melanjutkan mencari." Ucap Azzam sambil memberikan jaket yang ia pakai pada Rain.Azzampun berdiri dan jongkok di depan Rain sambil menatapnya.
"Terimakasih, tapi gerimisnya masih kecil kok" Ucap Rain sambil pakai jaket Azzam.
"Apa alergi kamu bisa membedakan air hujan? Kan ngga. Sudah deh nurut sama aku." Ucap Azzam sambil duduk mengepal tangannya.
"Tapi nenek gimana?" Tanya Rain sambil menangis dan menunduk.
"Ren, apa ucapanku masih belum bisa kamu lakukan? Coba pasrah sama Allah, kita kan sudah berusaha. Tinggal Allah yang tentuin jalan ceritanya." Ucap Azzam.Namun Rain hanya menunduk dan terdiam karena tidak tahu lagi apa yang akan dia lakukan. Tiba-tiba polisi New York beserta seseorang perwakilan perusahaan AM Corporate di New York menghampiri mereka. Azzam langsung berdiri dan berbicara mengambil jarak agak jauh dengan Rain, Rain hanya melihat mereka berbicara serius, tidak lama polisi tersebut dan perwakilan perusahaan AM Corporate di New York kembali ke lapangan, dan Azzam menghampiri Rain.
"Kenapa Zam? Ada apa? Gimana?" Tanya Rain penasaran.Merekapun berjalan menuju ruangan yang berisi korban-korban kecelakaan. LAngkah mereka terhenti dan, melihat orang yang paling ia sayang tersebut sedang tertidur dengan luka dibagian kakinya. Tidak lama dokter yang merawat nenek datang.
"Kamu tenang dulu, yang sabar dan yang kuat, kamu ikut aku sekarang, mereka sudah menemukan nenek." Ucap Azzam sambil berjalan menuju tempat yang telah diberitahukan sebelumnya padanya.
"Gimana keadaan nenek Zam?" Tanya Rain memaksa.
"Mereka bilang nenek kritis." Jawab Azzam.
"Astaghfirullah..." Ucap Rain sambil menangis.
"Kamu sabar, yang kuat, kamu ngga sendiri, kamu ada aku disini." Ucap Azzam sambil berjalan.
"Selamat malam betul dengan kerabat nyonya Anaya Mahardhika Ratu?"Namun tiba-tiba alat rumah sakit yang menempel pada tubuh nenek berbunyi, dan perawat datang menghampiri dokter.
"Iya betul, kami cucu angkatnya, saya Azzam Mahardhika, dan ini Rainy Anaya Mentari." Ucap Azzam sambil merangkul pundak Rain yang sedang menangis melihat neneknya.
"Mari bicara diluar, saya Frans, dokter disini, tuan adalah direktur di AM Corporate bukan? saya sudah banyak mendengar suksesnya anda di segala jenis bisnis usaha. Begini, kaki nyonya terjepit kursi pesawat sehingga ada kemungkinkan tidak bisa berjalan karena trauma di kakinya begitu parah, dan kini masih koma belum sadarkan diri sejak kejadian kecelakaan, dan saya sulit melakukan pemeriksaan karena keadaan beliau yang begitu lemah, apakah sebelumnya nyonya mempunyai riwayat penyakit di kepalanya? karena kemarin sempat mimisan saat tidak sadarkan diri." Ucap dokter.
"Saya tidak tahu dokter, tapi yang jelas nenek memang kesini untuk berobat, dan tidak membicarakannya dengan kami." Ucap Azzam.
"Astaghfirullah, dok, apa kami bisa membawa nenek kembali agar bisa ditangani oleh dokter di rumah sakit kami?" Ucap Rain.
"Bisa nona, tapi tidak untuk hari ini, karena data korban disini adalah bukti dar kecelakaan, dan harus benar-benar tercatat apakah menjadi korban selamat atau tidak." Ucap dokter.
"Untuk hal itu biarkan kami yang urus dok, nanti biar kami yang bertanggungjawab." Ucap Azzam.
"Kalau begitu, boleh asal perlengkapan dan peralatan rumah sakit dibawa kesini, sehingga saya bisa memastikan Nyonya Mahardhika baik-baik saja." Ucap dokter.
"Dok, pasien nyonya Anaya mengalami penurunan detak jantung, harus segera ditangani." Ucap Perawat.Dokterpun pergi ke dalam untuk segera menangani nenek, dan Azzam mencoba menenangkan Rain. Terlihat Rain sangat pucat dan tidak lama jatuh pingsan. Azzampun segera menggendong Rain, dan membawa Rain ke rumah sakit terdekat.
"Nenek?" Tanya Rain sambil menatap Azzam.
"Iya betul, saya harus ke dalam, kalian silahkan persiapkan apa yang kalian harus persiapkan." Ucap dokter.
"Iya dok." Jawab Azzam.
Selama dirumah sakit, Rain terus memanggil nenek meskipun dia tidak sadarkan diri, tensi darah Rain terus menurun, terlihat sangat lelah dan lemah. Saat itu Azzam hanya menunggu Rain, dan terus meminta kabar dari pihak yang menjaga nenek.
Akhirnya, sekretaris Azzam, Rony, sudah menyiapkan penerbangan untuk membawa nenek, karena pesawat pribadinya hanya cukup untuk membawa satu pasien, sehingga hanya nenek yang bisa dibawa ke rumah sakit AM Hospital, sedangkan Rain masih tinggal di rumah sakit dan belum sadarkan diri.
Nenek langsung ditangani oleh dokter unggul disana, sedangkan Rain tidak diperbolehkan pulang sebelum ia sadar.
Azzampun tertidur di sofa, hingga tidak sadar kalau dokter dan perawat masuk kamar Rain untuk melihat kondisi Rain, dan Rain masih belum sadarkan diri, sudah hampir 10 jam, pertanda sudah datang mentari.
Sudah jam 10 pagi, Azzampun terbangun dan melihat Rain sudah duduk dirancangnya, Azzam segera menghampiri Rain.
"Gimana Ren? Sudah agak enakan? Jangan dulu banyak gerak." Ucap Azzam.Setelah Azzam menemui dokter dan mendapat persetujuan Rain sudah bisa pulang, Azzampun langsung memberitahukan pada Rain, untuk besiap-siap, dan segera kembali untuk melihat keadaan nenek.
"Aku ingin minum Zam." Ucap Rain.
"Ini aku ambilkan." Ucap Azzam.
"Terimakasih, Zam nenek gimana? Aku mimpi nenek menyuruh aku pulang, padahal nenek beranjak pergi." Ucap Rain.
"Nenek sedang ditangani di AM Hospital, sekarang kita tinggal menuju kesana untuk melihat keadaan nenek." Ucap Azzam.
"Sekarang aja Zam." Minta Rain.
"Tidak, kamu belum cukup stabil, kemarin malam saja aku sangat berat menggendong kamu, masih sakit pinggangku, aku tidak mau terulang lagi." Ucap Azzam.
"Maaf, aku berat ya Zam? Maafkan aku." Ucapnya sambil merasa bersalah.
"Hehe, ngga kok, kamu itu kurus tau, aku cuma bercanda, hehe." Ucap Azzam sambil mengelus kepala berjilbab tersebut.
"Zam, tolong tanyakan pada dokter, aku ingin pulang Zam, aku ingin lihat nenek, perasaan aku tidak tenang Zam." Ucap Rain.
"Sabar, iya nanti aku panggilkan dokter ya, sekarang kamu sarapan dulu, nih dah ada." Ucap Azzam sambil memberikan makanan sarapan yang sudah disiapkan.
"Ngga mau, tidak enak." Ucap Rain.
"Ren, biar tidak enak kamu harus makan, kalau tidak makan,aku tidak akan panggil dokter." Ucap Azzam.
"Iya baiklah, aku akan makan." Ucap Rain dengan berat hati.
Sesampainya disana, Azzam dan Rain langsung memutuskan menuju ke AM Hospital, untuk segera melihat keadaan nenek. Setibanya disana, Rain langsung menuju kamar nenek, dan nenek terlihat sangat lemah namun sudah melewatkan masa kritisnya dan telah sadarkan diri.
"Neneeeeeeek." Ucap Rain saat masuk ke dalam kamar, dan melihat nenek baru selesai minum dibantu oleh perawat.Setelah kejadian tersebut, Rain dan Azzam bergantian merawat nenek di rumah sakit, hingga nenek sembuh.
"Anayaaa.. sini sayang, nenek rindu, katanya Anay kemarin pingsan ya." Ucap nenek dengan suara lemah.
"Tidak, Anaya hanya tidur, nenek yang tidak sadarkan diri." Ucap Rain sambil memeluk nenek.
"Ngga Anay.. nenek baik-baik saja kok." Ucap Nenek.
"Nenek, bagaimana keadaan nenek hari ini?" Tanya Azzam.
"Sudah agak membaik, besok rencana nenek mau berangkat lagi untuk berobat." Ucap nenek.
"Ah aku tidak setuju." Ucap Azzam.
"Aku juga tidak setuju nek." Ucap Rain.
"Ah kalian ini, memang kalian orang tua nenek, jadi nenek harus pergi sesuai izin kalian?" Tanya nenek sambil bercanda.
"Nek. Kami hanya khawatir." Ucap Azzam.
"Iyaa, nenek ini bagaimana sih. Kami itu khawatir." Ucap Rain.
"Iya, nenek hanya bercanda kok." Ucap nenek sambil memeluk Azzam dan Rain.
Comments
Post a Comment