Terlambat (Memoriam Imam Mustaqim)
Cerita nyata ini, hanya untuk kamu yang sedang berbahagia, tidak di khususkan untuk kamu yang sedang bersedih dan terluka, cerita ini akan menceritakan kisah di balik seorang teman dekat. Akan aku bagikan kepada kalian, sebagai bentuk kenangan untuk seseorang yang mempunyai sikap hangat yaitu, Imam Mustaqim.
Bukan suatu kebetulan Tuhan mempertemukan aku, dengan sosok teman dekat yang sangat baik hati, melainkan karena Tuhan ingin mengajarkan kepadaku tentang keindahan rencana-Nya.
Saat itu tahun 2010, aku duduk di bangku SMA kelas 1, dan dia berbeda satu angkatan di atasku. Ya, dia adalah Imam Mustaqim. Kami berbeda sekolah, tapi masih satu wilayah, aku sekolah di sekolah negeri, dia di sekolah kejuruan swasta.
Aku memanggilnya dengan sebutan kakak, karena dia beda satu angkatan di atasku, aku dan kak Imam dipertemukan di acara Organisasi Pramuka. Saat itu satuan pramuka satu kecamatan berkumpul untuk mengadakan perjalanan tiga hari dua malam, ke Puncak Jayagiri Lembang, sekolahku dan sekolah kak Imam ikut serta dalam acara tersebut.
Dua hari sebelum acara dilaksanakan..
Semua anggota pramuka berkumpul di sanggar, untuk pengarahan dari pelatih mengenai kegiatan dua hari yang akan datang.
"Gimana persiapannya sudah lengkap?" Tanya Kak Yudi pelatih pramuka.Tidak lama Rezsa datang mendekati sanggar pramuka.
"Sudah kak, perlengkapan kelompok seperti alat masak, tenda dan lain-lain sudah siap semua." Jawab Putri.
"Kalau yang ikut jadinya siapa aja Put?" tanya Kak Yudi.
"Ya paling yang disini aja kak, saya, Made, Rohayati, Rezsa, Ferdy yang ikut." Jawab Putri.
"Loh, si Vivi gak akan ikut?" Tanya Kak Yudi.
"Kan Vivi baru sembuh kak, jadi belum tahu dia ikut atau ngga. Makanya ini perlengkapan kelompok ngga di titip ke Vivi, karena takut dia ngga jadi ikut." Jawab Putri.
"Oh iya, dia tuh seminggu kemarin gak masuk ya, okey kalau gitu, terus Made kamu udah bawa apa aja?" Tanya Kak Yudi.
"Semua perlengkapan sudah aku bawa kok kak, dari mulai alat dapur dan makanan, ada di ransel punya aku." Jawab Made.
"Fer, kamu kan laki-laki satu-satunya, harus bisa jaga temen-temen kamu ya, soalnya kakak ga akan bisa ikut kesana." Ucap Kak Yudi..
"Loh, naha kang?" Tanya Ferdy satu-satunya anggota pramuka lelaki dengan gaya bahasa sunda.
"Naha, naha, kan kamu teh laki-laki ya harus jaga teman perempuan, kan kalian semua juga sudah SMA, sudah menjadi pramuka Penegak, sudah bukan waktunya lagi pelatih yang turun tangan 100%, aturan kegiatannya juga tidak memperbolehkan ada pelatih." Jawab Kak Yudi.
"Oh nya kak, siap." Jawab Ferdy menggunakan bahasa sunda yang artinya bersedia.
"Kalau Rezsa, kemana Roha?" Tanya Kak Yudi kepada Rohayati.
"Rezsa ke rumah nya kak, untuk ambil jas hujan, karena Rezsa ketinggalan jas hujan." Jawab Rohayati.
"Assalamu'alaikum." Ucap Rezsa.Satu hari sebelum pelaksanaan...
"Wa'alaikum salam." Jawab Orang-orang yang berada di sanggar.
"Tah, ieu Rezsa Kang." Ucap Ferdy dengan nada sundanya yang berarti 'Nah ini Rezsa kang'.
"Hapal saya ge." Jawab Kak Yudi dengan wajah kesal karna tingkah konyol Ferdy.
"Kenapa Kang?" Tanya Rezsa yang sedang menjinjing jas hujan di tangannya.
"Ai si Vivi gimana jadi ikut?" Tanya Kak Yudi.
"Ngga tahu kak, Rezsa nanya juga vivi masih ragu untuk ikut, mungkin besok keputusannya kak." Jawab Rezsa sambi menyimpan jas hujan ke ranselnya.
"Ya sudah kalau gitu kalian sekarang siap-siap pulang, jaga kesehatan, besok pulang sekolah kumpul lagi ya." Ucap Kak Yudi.
"Siap kang." Jawab semua anggota pramuka.
Semua telah berkumpul, guru pembina pramuka sudah memberikan arahan terkait besok, tampak Made, Putri, Rezsa, Rohayati, Ferdy, dan 4 orang kakak kelas perempuan berada disana mendengarkan arahan. Kak Yudi pun mendampingi guru pembina yang sedang memberikan arahan, setelah guru pembina meninggalkan sanggar, Kak Yudi menghampiri anggota pramuka.
Tidak lama, ada yang mengetuk pintu, ya Vivi datang.
Hari yang dinantikan datang, perjalanan tiga hari dua malam siap di mulai. Semua peserta sudah berkumpul di sekolah Padjajaran, banyak yang saling tidak mengenal, terutama anak kelas satu, karena mereka masih anggota baru.
Terlihat Made, Putri, Vivi, Rohayati, Rezsa, Ferdy berkumpul dengan anggota yang lain, terlihat beberapa anggota pramuka lainnya sudah saling mengenal, karena kami adalah sekolah yang sebelumnya tidak begitu aktif, maka terasa sangat canggung ketika melihat teman-teman pramuka selain di sekolah kami.
Tidak lama ada yang menghampiri kami.
Tiba-tiba teman-teman Kak Cecep menghampiri kak Cecep.
Kak Cecep dan Kak Vergapun menuju kumpulan panitia.
Setengah jam pun berlalu seluruh peserta di himbau untuk bersiap-siap karena hiking siap di mulai. Semua peserta sudah membawa perlengkapannya, dan berbaris, apel pemberangkatan pun telah dilaksanakan dan semua peserta mulai berjalan.
Terlihat sekitar dua ratus atau lebih peserta yang mengikuti acara tersebut, mereka semua berjalan mulai jam 2 siang, saat matahari sangat menyengat wajah, wajah semangat seluruh peserta masih terpancar karena ini masih hari pertama, lagu-lagu penyemangat di nyanyikan agar semua lebih semangat lagi, sekali-kali mereka beristirahat untuk minum, dan berjalan lagi, karena jumlah peserta yang berjalan lumayan banyak, maka ketika menyebrang jalan pun membuat sedikit kemacetan, panas matahari sudah menjadi sahabat sepertinya saat itu tidak ada yang takut kulitnya menjadi hitam.
Made, Putri, Vivi, Rezsa, Rohayati dan Ferdy, sesekali saling menukarkan tas, karena agar saling merasakan mana tas yang ringan dan yang berat agar sama rata. Mereka berjalan bersama-sama tidak meninggalkan satu sama lain.
Sampailah semua rombongan di gerbang Puncak Ciumbuleuit yang dikenal Punclut. Jalanan yang amat sangat menanjak tersebut, akan lebih menguras tenaga peserta yang membawa beban berat di pundaknya, meskipun panitia menyiapkan mobil untuk kesehatan, tapi saat itu tidak ada satupun yang terlihat naik ke dalam mobil tersebut, sebagai tanda bahwa semua peserta sehat-sehat.
Perlahan-lahan MAde dan Putri sudah berada jauh di depan, Ferdy apalagi sudah lebih depan dengan teman laki-laki dari sekolah lain, Rezsa dan Rohayati berada jauh di belakang, terlihat Vivi berjalan sendiri, entah apa yang ada di benaknya, Vivi langsung melepas ransel dan membantingkan ranselnya di tengah jalan, dan ia berjalan meninggalkan ransel tersebut.
Beberapa peserta melihat tingkah Vivi yang terlihat buruk saat itu, tapi siapa yang tahu apa yang ada dalam pikiran Vivi, tapi saat itu semua teman Vivi membiarkan ransel tersebut tetap di tengah jalan, begitupun dengan pemiliknya Vivi, dia tidak menengok sama sekali ke belakang.
Setelah jauh Vivi meninggalkan ranselnya, Vivi langsung terduduk istirahat,terlihat wajah lelah pada dirinya, tidak lama Rezsa dan Rohayati datang menghampiri Vivi.
"Vivi fix ngga akan ikut?" Tanya Kak Yudi.
"Ikut kak, dia lagi ke rumah bawa perlengkapannya." Jawab Rezsa.
"Yang bener? ya sudah kita tunggu sampai vivi datang, terus kaka mau kasih arahan sedikit ke kalian." Ucap Kak Yudi.
"Iya siap kak." Jawab semua anggota pramuka.
Tidak lama, ada yang mengetuk pintu, ya Vivi datang.
"Assalamu'alaikum." Ucap Vivi.Semua Anggota Pramuka pun pulang ke rumah nya masing-masing.
"Waalaikum salam." Jawab semua orang yang berada di ruangan.
"Vi, yakin mau ikut?" Tanya Kak Yudi.
"Insyaa Allah yakin kak, ini udah bawa perlengkapannya, sengaja biar besok langsung berangkat." Jawab Vivi.
"Ya sudah, kalau ada Vivi kakak aman besok ngga ada." Ucap Kak Yudi.
"Loh, kenapa gak ikut kak?" Tanya Vivi kaget.
"Ya kan aturannya gak boleh ikut." Jawab Kak Yudi.
"Ih serius? Vivi bilang ke mamah kalau kakak ada, makanya kenapa vivi jadi boleh ikut, asalnya mah gak boleh." Ucap Vivi dengan wajah cemas.
"Ya udah,, paling besok kakak yang telepon langsung ke mamah Vivi." jawab Kak Yudi.
"Okey deh kalau gitu nanti Vivi juga bilang ke mamah." Ucap Vivi.
"Ya sudah sekarang kalian semua istirhat, besok kakak sudah buatkan surat dispensasi, jadi boleh masuk dulu pagi nya atau tidak juga gak apa-apa" Ucap Kak Yudi.
"Aku masuk dulu kak, soalnya ada ujian harian." Ucap Putri.
"Ya sudah, pokoknya besok kita kumpul setelah Jum'atan, jangan lupa semua perlengkapan di bawa, obat-obatan juga, kita bertemu di sekolah Pajajaran karena kalian akan start jalan kaki dari Jalan Padjajaran." Ucap Kak Yudi.
"Okey Siap kak." Jawab semua anak-anak.
"Ya sudah, sekarang kalian pulang." Ucap Kak Yudi.
Hari yang dinantikan datang, perjalanan tiga hari dua malam siap di mulai. Semua peserta sudah berkumpul di sekolah Padjajaran, banyak yang saling tidak mengenal, terutama anak kelas satu, karena mereka masih anggota baru.
Terlihat Made, Putri, Vivi, Rohayati, Rezsa, Ferdy berkumpul dengan anggota yang lain, terlihat beberapa anggota pramuka lainnya sudah saling mengenal, karena kami adalah sekolah yang sebelumnya tidak begitu aktif, maka terasa sangat canggung ketika melihat teman-teman pramuka selain di sekolah kami.
Tidak lama ada yang menghampiri kami.
"Ini anak buahnya Kak Yudi ya?" Tanya Kak Cecep.
"Oh iya kang, kenalin saya Ferdy, saya baru gabung disini jadi sedikit canggung." Ucap Ferdy dengan anda sunda.
"Oh, kalem weh Fer, nanti bisa gabung jeung saya jeung babaturan saya." Ucap Kak Cecep yang menjelaskan bahwa Ferdy tidak boleh canggung karena memiliki teman baru.
"Nuhun kang. Oh nya Kang, kenalkeun ieu teman Ferdy. " Ucap Ferdy memperkenalkan teman-temannya.
Tiba-tiba teman-teman Kak Cecep menghampiri kak Cecep.
Vivi hanya tersenyum mendengarkan obrolan Ferdy dan Kak Verga.
"Cep, naha kenalan teh meuni teu ngajakkan." Ucap teman Kak Cecep yang bertanya mengapa kenalan tidak ajak-ajak.
"Ah, kalian mah ai ningali nu gareulis, langsung kadarieu." Ucap Kak Cecep yang artinya ' kalian itu melihat yang cantik aja baru kesini.
"Sudah ngga apa-apa kang kenalin aja sekalian, biar saling kenal." Ucap Rohayati.
"Okeh, yang ini namanya Verga, Ini namanya Immanuel, itu namanya Imam, nah yang itu namanya Kak Fery." Ucap Kak Cecep.
"Oh gitu kang, tapi kenapa kak Imam sama Kak Fery mah menjauh." Tanya Ferdy penasaran.
"Kita kan ambalan (sebutan sekolah) yang mayoritas laki-laki jadi dijadikan sebagai panitia, makanya kenapa semuanya pada sibuk." Ucap Kak Cecep.
"Ai kak Cecep ngga kerja juga? Euh, numpang nama doang." Tanya Ferdy.
"Si Ferdy mah, saya lagi istirahat ini capek." Ucap Kak Cecep.
"Fer, buruan kenalin siapa aja ini." Ucap Kak Verga.
"Oh lupa, ini Made, ini Putri, ini Rezsa, ini Rohayati, nah itu Vivi." Ucap Ferdy.
"Salam kenal, kalian kalau butuh apa-apa bilang aja sama kita, kakak kelas kalian kan jadi panitia juga jadi belum tahu mereka bisa cover kalian atau sibuk dengan acara." Ucap Kak Verga.
"Okey siiap kak, tenang aja, kita punya Vivi, dia mah pramuka dari SMPnya, SDnya juga ketang, mungkin dari TK juga, apa dari PAUD juga gitu? Hehehe." Ucap Ferdy mencairkan suasana.
"Ah bisa saja kamu Fer, Okey deh nanti bisa koordinasi sama Vivi ya. Nanti kita satu tenda aja Fer, kamu kan sendiri pasti tidak ada teman. " Ucap Kak Verga.
"Si Vivi mah seuri hungkul, okey siap kak sok atuh kak kerja lagi." Ucap Ferdy.
"Okey, Kakak bantu yang lain dulu ya." Ucap Kak Cecep.
Kak Cecep dan Kak Vergapun menuju kumpulan panitia.
Setengah jam pun berlalu seluruh peserta di himbau untuk bersiap-siap karena hiking siap di mulai. Semua peserta sudah membawa perlengkapannya, dan berbaris, apel pemberangkatan pun telah dilaksanakan dan semua peserta mulai berjalan.
Terlihat sekitar dua ratus atau lebih peserta yang mengikuti acara tersebut, mereka semua berjalan mulai jam 2 siang, saat matahari sangat menyengat wajah, wajah semangat seluruh peserta masih terpancar karena ini masih hari pertama, lagu-lagu penyemangat di nyanyikan agar semua lebih semangat lagi, sekali-kali mereka beristirahat untuk minum, dan berjalan lagi, karena jumlah peserta yang berjalan lumayan banyak, maka ketika menyebrang jalan pun membuat sedikit kemacetan, panas matahari sudah menjadi sahabat sepertinya saat itu tidak ada yang takut kulitnya menjadi hitam.
Made, Putri, Vivi, Rezsa, Rohayati dan Ferdy, sesekali saling menukarkan tas, karena agar saling merasakan mana tas yang ringan dan yang berat agar sama rata. Mereka berjalan bersama-sama tidak meninggalkan satu sama lain.
"Vi, kamu ngga sakit kan?" Tanya Made.
"Aman, kalian ngga ada yang sakit kan?" Tanya Vivi.
"Kita semua khawatir ke kamu Vi." Ucap Putri.
"Aku malah khawatir sama kamu Put! Hehe." Ucap Vivi.
"Awas pokoknya kalau ada yang capek saling tunggu ya." Ucap Made.
"Okeeey." Jawab empat wanita dan satu laki-laki tersebut.
"Vi, tapi kamu pucat." Ucap Putri.
"Nggak aku kuat kok." Jawab Vivi sambil tersenyum.
Sampailah semua rombongan di gerbang Puncak Ciumbuleuit yang dikenal Punclut. Jalanan yang amat sangat menanjak tersebut, akan lebih menguras tenaga peserta yang membawa beban berat di pundaknya, meskipun panitia menyiapkan mobil untuk kesehatan, tapi saat itu tidak ada satupun yang terlihat naik ke dalam mobil tersebut, sebagai tanda bahwa semua peserta sehat-sehat.
Perlahan-lahan MAde dan Putri sudah berada jauh di depan, Ferdy apalagi sudah lebih depan dengan teman laki-laki dari sekolah lain, Rezsa dan Rohayati berada jauh di belakang, terlihat Vivi berjalan sendiri, entah apa yang ada di benaknya, Vivi langsung melepas ransel dan membantingkan ranselnya di tengah jalan, dan ia berjalan meninggalkan ransel tersebut.
Beberapa peserta melihat tingkah Vivi yang terlihat buruk saat itu, tapi siapa yang tahu apa yang ada dalam pikiran Vivi, tapi saat itu semua teman Vivi membiarkan ransel tersebut tetap di tengah jalan, begitupun dengan pemiliknya Vivi, dia tidak menengok sama sekali ke belakang.
Setelah jauh Vivi meninggalkan ranselnya, Vivi langsung terduduk istirahat,terlihat wajah lelah pada dirinya, tidak lama Rezsa dan Rohayati datang menghampiri Vivi.
"Wah, sudah jam 7 ya, eh Vi, ransel kamu kemana?" Tanya Rezsa.Waktu menunjukkan pukul 9 malam, para peserta semua bermalam di Puncak Ciumbuleuit, dengan mendirikan beberapa tenda, semua peserta sudah menempati tenda yang di siapkan dan bersih-bersih badan.
"Iya Vi ransel kamu kemana?" Tanya Rohayati.
"Aku kesal, perasaan tadi di bawah kita bilang jalan bareng-bareng, mana ujung-ujungnya pada jalan lebih dulu, aku sengaja duduk disin biar nunggu kalian, tapi Made, Putri, Ferdy sudah pada duluan ke atas." Ucap Vivi terlihat kesal.
"Ya ampun Vi, mereka jalan cepat mumpung masih kuat mungkin, kamu juga di tanya ngga di jawab, mana ransel kamu?" Tanya Rezsa.
"Hmmm, ngga tahu, aku sudah sesak napas banget tadi, jadi aku tinggalin aja, yang penting uang aku ada di saku." Ucap Vivi sambil tersenyum seolah tidak ada masalah.
"Di tinggalin di jalan? Bohong! Kita ngga lihat ransel kamu kok tadi di bawah." Ucap Rohayati.
"Masa??? Terus aku ganti baju gimana?" Ucap Vivi dengan nada cemas.
"Kok baru nanya gimananya sekarang ngga pas tadi sebelum di tinggal?" Tanya Rezsa kesal.
"Iya aku salah. Yaudah yuk lanjut jalan sudah makin gelap." Ucap Vivi.
"Si Vivi ya, kita pada cemas ransel kamu, kamu malah cuek." Ucap Rohayati mengejar Vivi yang sudah jalan lebih dulu.
"Tenang aja, berarti kalau ransel aku ngga ada, berarti ada panitia yang baik hati bawain, hehe." Ucap Vivi sambil bercanda.
"Besok kalau gak ada salin, jangan pinjam punya aku!" Ucap Rezsa.
"Pelit." Ucap Vivi terlihat meledek.
Mendekati pukul 10 malam, semua di kumpulkan, tibalah pemilihan Pak lurah dan Bu Lurah, Pak Lurah dan Bu Lurah disini adalah sebagai pemimpin semua peserta, Pak Lurah adalah pemimpin Laki-laki, dan Bu Lurah adalah pemimpin perempuan.
Saat itu, semua panitia bertanya siapa yang mau menjadi Pak Lurah dan Bu Lurah sebelum di tunjuk, tidak ada satupun yang mengangkat tangannya. Pertanyaan tersebut terus di lontarkan, tapi tetap tidak ada yang mengangkat tangan, kemudian Willy mengangkat tangannya dan bersedia untuk menjadi Pak Lurah, tapi dari puluhan peserta perempuan tidak ada yang mengangkat tangannya.
Terlihat seorang wanita menatap tajam kepada Vivi, ya dia Kakak kelas Vivi, pertanda dirinya ingin Vivi mengajukan diri sebagai Bu Lurah, dengan perasaan berat hati Vivi pun mengangkat tangannya, dan semua bertepuk tangan.
Seluruh barisan di bubarkan, kecuali Willy dan Vivi, mereka berdua di beri perintah bahwa selama tiga hari ke depan segala bentuk perintah dan arahan akan di berikan kepada mereka berdua, dan mereka berdua lah yang bertugas untuk menyampaikan kepada setiap peserta baik putra ataupun putri. Setelah arahan kepada mereka berdua selesai, merekapun langsung kembali ke tenda dan beristirahat.
Sebelum Vivi kembali ke tenda, tiba-tiba ada yang memanggil Vivi dari arah belakang, terdengar suara asing, tapi sepertinya tidak mungkin.
Saat Vivi menengok ke arah belakang, datang seorang lelaki dengan ransel merah hitam di tangannya.
Vivi pun kembali ke tenda nya, dan segera beristirahat.
Esok hari nya....
Vivi dan Willy di panggil untuk mempersiapkan olahraga pagi, semua peserta berolahraga dan berlari ringan, setelah selesai berolahraga semua peserta di minta untuk mengambil sarapn yang sudah di siapkan.
Terlihat Made, Putri, Rezsa, Rohayati, Ferdy, dan Vivi duduk bersama, hanya Vivi yang belum mendapatkan sarapan, karena ia mengutamakan se;uruh peserta dahulu yang mendapatkannya, sedang ia belum mendapatkanya.
Merekapun menghabiskan makanannya dan segera menyiapkan perlengkapannya, waktu menunjukkan pukul 9, semua peserta di kumpulkan dan mulai di berangkatkan dan dipastikan tidak ada yang tertinggal.
Made, Rezsa, Putri, Rohayati, Vivi berjalan bersama-sama, sedangkan Ferdy berada di depan bersama peserta laki-laki.
Perjalanan yang amat jauh tanjakan dan turunan semua mereka nikmati, karena masih pagi udara masih bersih dan belum tercemar udara polusi.
Waktu menunjukkan jam 12 siang, mereka beristirahat dan sembahyang, kemudian melanjutkan lagi perjalanan.
Tibalah mereka di pintu gerbang masuk Bumi Perkemahan Hutan Jayagiri, Lembang. Semua peserta di minta untuk beristirahat karena perjalanan ke depannya akan lebih menantang lagi yaitu berjalan di bukit Jayagiri.
Semua peserta berisitrahat begitupun Mereka berlima. Dan duduk di depan gerbang Hutan Jayagiri. Dan salah satu panitia menghampiri Vivi.
Tidak lama, Kak Cecep dan teman-temannya menghampiri mereka berlima.
Waktu beristirahat sudah habis, dan mereka semua bersiap melanjutkan perjalanan. Satu persatu peserta memasuki Hutan Jayagiri begitupun Made dan Putri seperti biasa mereka maju lebih dulu menyusul Ferdy, sedangkan Rohayati, Rezsa, dan Vivi berada di belakang, sesekali semua peserta berjalan dan beristirahat. Begitupun dengan Vivi, meskipun dia sudah tidak asing dengan dunia perkemahan, tapi menjadi hal yang berat ketika ia baru sembuh dari sakitnya mengikuti kegiatan yang menguras tenaga ini. Vivi Rezsa, dan Rohayati pun beristirat sejenak.
Terlihat Vivi memegang tangan kanannya sesekali ia cuci dan meringis.
Akhirnya Vivi dan Imam sampai di tempat perkemahan.
Waktu terus berjalan hingga menunjukkan waktu malam, saat itu kabut tebal hingga tiada satupun yang beran keluar tenda, tempat tidur panitia terlihat enak di rumah gubuk tua milik warung nenek tua penjaga Hutan Jayagiri.
Hingga akhirnya mereka beristirahat dan tidur di tengah dinginnya gerimis di atas bukit Jayagiri.
Esok harinya...
Vivi dan teman-teman berswafoto untuk mengabadikan momen indah bersama teman-teman baru, tapi tidak nampak Imam disana. Entah apa yang membuat Imam jadi terlihat sedikit menghindar, dan hanya berfoto degan teman-teman lelakinya.
Setelah mereka sarapan, seperti biasa di adakan games yang membuat semua lebih kompak, tapi di ujung acara, salah satu dari anggota pramuka hilang, semua panitia menyalahkan ketua pelaksana acara hingga ketua pelaksana menangis dan hampir pingsan, saat di periksa satu persatu siapa yang hilang, ternyata, Putri.
Rezsa, Rohayati, Made, Vivi dan Ferdy terlihat cemas, mengapa bisa Putri menghilang padahal tadi dia berada bersama-sama mereka.
Semua peserta saling mencari, sebagian terlihat ada yang menangis, karena Panitia bicara bahwa di hutan tersebut masih banyak hewan liar. Semua mencari Putri, panitia pun ikut mencari.
Selama satu jam mencari, akhirnya Panitia menemukan Putri, Putri berada di tempat yang sangat jauh di atas, ternyata Putri memang sengaja disembunyikan panitia di atas puncak, katanya sengaja ingin membuat momen yang tidak bisa di lupakan oleh semua peserta.
Setelah Putri kembali bersama teman-temannya, apel penutup pun segera di laksanakan, dan acara di nyatakan selesai.
Setelah apel penutup tersebut dilaksanakan, semua peserta mengemas barangnya untuk pulang, sambil mengemas barangnya, Vivi tidak melihat sosok Imam yang biasanya membantu Vivi.
Hingga Vivi turun ke bawah sampai ke gerbang Jayagiri, Vivi tidak berhasil bertemu, tidak ada satu foto pun kenangan yang bisa di ambil oleh Vivi dan Imam saat itu.
Saat itu Vivi hanya sedikit cemas, apakah ada perkataan Vivi yang membuatnya jadi berubah? Tapi sepertinya tidak menurut Vivi.
Hingga akhirnya semua peserta berpisah dan kembali ke rumahnya masing-masing.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, aktivitas Vivi seperti biasanya, hingga akhirnya Vivi mendapat pesan singkat di Handpphone nya.
'Assalamu'alaikum De, gimana kabarnya sehat?'
Tanpa berpikir panjang Vivi sudah yakin bahwa itu adalah Imam, Vivi langsung membalas pesan dari Imam, ternyata betul saja bahwa yang mengirim pesan tersebut adalah Imam.
Hingga akhirnya Vivi dan Imam hanya menegur sapa via pesan singkat. Hingga pada ujungnya Imam meminta Vivi untuk menjadi pacarnya.
Tapi begitulah Vivi, seorang perempuan yang tidak begitu peka, dia tidak menjawab pesan Imam, dan bahkan mengalihkan ke pembahasan lain.
Setiap kali Imam menanyakan hal yang sama, apakah Vivi mau menjadi pacarnya, Vivi tetap mengalihkan pembahasannya dan menjawab, 'Vivi lebih suka menganggap kakak sebagai kakak Vivi, tidak lebih' . Tapi Imam tetap tidak menyerah. Ia memberikan perhatian yang lebih, tapi Vivi tetap tidak mau. Hingga beberapa bulan selanjutnya tidak ada kabar dari Imam.
Hari terus berganti, hingga di akhir tahun 2011..
Imam mengirim pesan dengan nomor yang berbeda, ia memberi kabar bahwa dirinya akan pergi.
'Assalamu'alaikum De, kakak pamit izin pergi, kakak mau keluar kota, menyusul seseorang yang menunggu kakak, yang katanya sayang sama kakak, doakan ya de semoga lancar, karena kakak sekarang juga mulai menyukainya, jadi ade ngga akan ke ganggu lagi.'
Entah apa yang harus Vivi balas, rasa tenang dan rasa sedikit kehilangan muncul begitu saja. Hingga Vivi pun membalas dan terus mendoakan untuk tujuannya tersebut.
Hari terus berganti, hingga Vivi tidak mendapatkan kabar dari seorang Imam Mustaqim.
Akhirnya Vivi lulus SMA, dan masuk ke dunia perkuliahan. Saat itu tahun 2012, tidak ada yang aneh dan berjalan seperti biasanya.
24 November 2012, 15:16..
Hingga suatu sore Imam mengirim suatu pesan di dindidng facebook miliki Vivi, bahwa ia memperhatikan Vivi selama ini.
Dan saat itu, Vivi sudah sangat jarang membuka Facebook, entah kebetulan atau apa Vivi membuka facebooknya dan baru membalasnya pada jam 18:47, balasan bercanda Vivi tidak menganggap bahwa Imam berbicara serius, namun setelah Vivi membalas Chat di beranda facebook Imam, Imam tidak membalas lagi, tidak memberikan like sepeti biasanya pada postingan Vivi.
26 Desember 2012, jam 16.05..
Vivi mendapat pesan singkat dari temannya yang bernama Restu, bahwa ada teman Restu yang meninggal dunia. Entah karena sedang kuliah Vivi tidak fokus untuk membaca pesan tersebut.
Hingga saat pulang kuliah, Vivi membuka pesan singkatnya lagi dari Restu, sedikit tidak sadar awalnya bahwa teman yang meninggal dunia tersebut adalah Imam Mustaqim.
Vivi langsung mengabari temannya yang bernama Restu, dan langsung menghubungi Kak Verga, setelah di pastikan, ternyata benar bahwa orang yang meninggal tersebut adalah Kak Imam yang Vivi kenal.
Seolah tidak ada firasat apapun, rasa sakit, rasa sesak, rasa bersalah semua menjadi satu, seolah di timpa musibah besar, dan sangat besar, bahwa seseorang yang meninggal adalah orang yang pernah di buat kecewa oleh Vivi.
Entah harus berteriak atau menangis lepas, Vivi berjalan kaki pulang menuju rumah, menangis dan menahan sesak di dadanya.
Pada saat itu Restu dan Verga tidak bisa mengantar Vivi ke rumah Imam, esok harinya Vivi baru bisa datang ke rumahnya.
Vivi datang di temani Restu, Verga dan temannya. Masuk ke dalam rumahnya, mendengar cerita dari ibunya, air mata tidak berhenti keluar dari wajah sang ibu, berulang kali sang ibu memuji anaknya tersebut, Imam adalah sosok yang baik, bahkan sangat baik, saat sakit ia tidak pernah mengeluh, ia terus berdoa.
Tiba-tiba ibunya Imam mengeluarkan selembar foto wanita di dompet milik Imam, saat Vivi lihat itu adalah foto wanita yang Imam sukai, yang Imam dulunya pernah pamit untuk memutuskan mengejar cinta yang sebenarnya.
Mungkin itu adalah petunjuk dan bentuk kasih sayang Tuhan agar Vivi tidak terus merasa bersalah kepada Imam. Tuhan ingin memberi tahu bahwa Imam telah meninggal dengan perasaan yang tenang, dengan keadaan dimana Imam sudah memiliki seseorang yang bisa menemani dia ketika sakit.
Setelah berkunjung ke makam Imam, Vivi dan Verga segera pamit pulang.
Sepanjang jalan, Vivi hanya terdiam, penuh rasa sesal karena belum bisa meminta maaf dan membuatnya menunggu lama dulu, sesekali merasa bodoh mengapa seorang Vivi sampai tidak tahu penyakit apa yang di deritanya selama 2 tahun terakhir.
Vivi yakin Imam tidak memberi kabar padanya mungkin, agar Vivi tidak perlu tahu atau bahkan khawatir kepadanya, tapi mungkin Imam lupa setelah kepergiannya, ada salah satu orang yang amat sangat menyesal belum sempat memberikan permintaan maaf kepadanya.
2018..
Teruntuk kakak ku Imam Mustaqim..
Cerita ini adalah bentuk rasa rindu..
Tiada maksud mengingat kenangan..
Tiada maksud memancing keributan..
Cerita ini adalah bentuk permintaan maaf..
Yang bisa di utarakan selain doa..
Entah kapan kita bisa bertemu..
Tapi aku yakin Tuhan sudah menyiapkan tempat yang sangat indah.
Cerita ini muncul agar tiada lagi Vivi, Vivi lainnya yang menunda permintaan maafnya.
Tiada lagi Vivi, Vivi lainnya yang tidak mengindahkan perasaannya.
Tiada lagi Vivi, Vivi lainnya yang tidak menghaluskan sikapnya.
Cerita ini adalah pengingat..
Agar selalu berdoa untuk sosok yang hangat..
Kami semua disini rindu tingkah lucumu..
Kami semua disini rindu tingkah dewasamu..
Kami semua disini akan terus melanjutkan hidup, sesuai pesanmu..
"Jika ada yang lemah, harus di kuatkan, jika ada yang sakit harus di bantu agar sembuh, jika ada yang sedih harus di hibur agar tertawa."
Tertanda, adik yang menyesal karena tidak bisa meminta maaf kepadamu..
Elvita Puspitasari (Vivi)
Saat itu, semua panitia bertanya siapa yang mau menjadi Pak Lurah dan Bu Lurah sebelum di tunjuk, tidak ada satupun yang mengangkat tangannya. Pertanyaan tersebut terus di lontarkan, tapi tetap tidak ada yang mengangkat tangan, kemudian Willy mengangkat tangannya dan bersedia untuk menjadi Pak Lurah, tapi dari puluhan peserta perempuan tidak ada yang mengangkat tangannya.
Terlihat seorang wanita menatap tajam kepada Vivi, ya dia Kakak kelas Vivi, pertanda dirinya ingin Vivi mengajukan diri sebagai Bu Lurah, dengan perasaan berat hati Vivi pun mengangkat tangannya, dan semua bertepuk tangan.
Seluruh barisan di bubarkan, kecuali Willy dan Vivi, mereka berdua di beri perintah bahwa selama tiga hari ke depan segala bentuk perintah dan arahan akan di berikan kepada mereka berdua, dan mereka berdua lah yang bertugas untuk menyampaikan kepada setiap peserta baik putra ataupun putri. Setelah arahan kepada mereka berdua selesai, merekapun langsung kembali ke tenda dan beristirahat.
Sebelum Vivi kembali ke tenda, tiba-tiba ada yang memanggil Vivi dari arah belakang, terdengar suara asing, tapi sepertinya tidak mungkin.
Saat Vivi menengok ke arah belakang, datang seorang lelaki dengan ransel merah hitam di tangannya.
"Vi, ini punya kamu kan?" Tanya Kak Imam.
"Oh, iya ini punya Vivi." Ucap Vivi sambil mengambil ranselnya.
"Kenapa tadi di tinggal di jalan?" Tanya Kak Imam.
"Ngga, ngga kenapa-kenapa tadi emang sempat sesak napas, jadi sengaja di tinggal, tapi terimakasih banyak, Vivi jadi bisa ganti pakaian, hehe." Ucap Vivi sambil tersenyum.
"Oh ya, sama-sama ya sudah istirahat, besok kalau ada apa-apa kasih tahu kakak aja." Ucap Kak Imam.
"Oh Iya kak. Ya sudah Vivi kembali ke tenda ya kak" Ucap Vivi sambil menunjuk ke arah tenda.
"Okey." Ucap Kak Imam.
Vivi pun kembali ke tenda nya, dan segera beristirahat.
Esok hari nya....
Vivi dan Willy di panggil untuk mempersiapkan olahraga pagi, semua peserta berolahraga dan berlari ringan, setelah selesai berolahraga semua peserta di minta untuk mengambil sarapn yang sudah di siapkan.
Terlihat Made, Putri, Rezsa, Rohayati, Ferdy, dan Vivi duduk bersama, hanya Vivi yang belum mendapatkan sarapan, karena ia mengutamakan se;uruh peserta dahulu yang mendapatkannya, sedang ia belum mendapatkanya.
"Kamu ngga lapar Vi?" Tanya Made.Tidak lama, ada yang menghampiri mereka, ya laki-laki semalam yang memberikan ransel kepada Vivi.
"Tenang aja, aku udah sarapan kok tadi." Ucap Vivi.
"Kapan aku tidak lihat." Ucap Putri.
"Tenang aja, nih Vi, aku bagi dua." Ucap Rezsa.
"Nah kan, aku sama Rezsa berdua jadi tenang aja." Ucap Vivi.
"Vi, nih makan sarapan punya kakak." Ucap Kak Imam sambil pergi berlalu.Rezsa, Made, Putri, Rohayati, Vivi dan Ferdy saling menatap kebingungan.
"Sejak kapan atuh Vi, kamu teh sama Kak Imam?" Tanya Ferdy sambil meledek.
"Kamu kenal sama kak Imam Vi?" Tanya Rohayati.
"Iya lah kenal, orang Kak Imam yang ambil ransel Vivi yang di jatohin kemarin." Ucap Rezsa.
"Loh, emang ransel Vivi kemarin di tinggal?" Tanya Made.
"Iya, kamu sih de, put, pada jalan cepet banget. Aku kesal dan banting ransel aku." Ucap Vivi.
"Ya sudah sarapan gih habisin, sebentar lagi kita siap lanjut perjalanan ke Lembang." Ucap Vivi.
Merekapun menghabiskan makanannya dan segera menyiapkan perlengkapannya, waktu menunjukkan pukul 9, semua peserta di kumpulkan dan mulai di berangkatkan dan dipastikan tidak ada yang tertinggal.
Made, Rezsa, Putri, Rohayati, Vivi berjalan bersama-sama, sedangkan Ferdy berada di depan bersama peserta laki-laki.
Perjalanan yang amat jauh tanjakan dan turunan semua mereka nikmati, karena masih pagi udara masih bersih dan belum tercemar udara polusi.
Waktu menunjukkan jam 12 siang, mereka beristirahat dan sembahyang, kemudian melanjutkan lagi perjalanan.
Tibalah mereka di pintu gerbang masuk Bumi Perkemahan Hutan Jayagiri, Lembang. Semua peserta di minta untuk beristirahat karena perjalanan ke depannya akan lebih menantang lagi yaitu berjalan di bukit Jayagiri.
Semua peserta berisitrahat begitupun Mereka berlima. Dan duduk di depan gerbang Hutan Jayagiri. Dan salah satu panitia menghampiri Vivi.
"Vi, nanti tolong pastikan semua peserta naik terlebih dahulu ya!" Ucap Panitia.
"Oh iya sap kak." Jawab Vivi.
"Okey." Ucap Panitia tersebut.
Tidak lama, Kak Cecep dan teman-temannya menghampiri mereka berlima.
"Hey anak kecil, lagi pada ngapain?" Tanya Kak Immanuel dengan gaya cuek nya.Terlihat Kak Imam dan Kak Fery asyik mengobrol berdua dan mengikuti Kak Cecep, Kak Verga dan Kak Immanuel kemanapun berjalan.
"Ya istirahat lah." Jawab Rohayati.
"Ada yang sakit?" Tanya Kak Verga.
"Tidak ada." Ucap Rezsa.
"Okey deh, kalau gitu kita lanjut cek yang lain." Ucap Kak Cecep.
"Okey kak." Ucap mereka berlima.
Waktu beristirahat sudah habis, dan mereka semua bersiap melanjutkan perjalanan. Satu persatu peserta memasuki Hutan Jayagiri begitupun Made dan Putri seperti biasa mereka maju lebih dulu menyusul Ferdy, sedangkan Rohayati, Rezsa, dan Vivi berada di belakang, sesekali semua peserta berjalan dan beristirahat. Begitupun dengan Vivi, meskipun dia sudah tidak asing dengan dunia perkemahan, tapi menjadi hal yang berat ketika ia baru sembuh dari sakitnya mengikuti kegiatan yang menguras tenaga ini. Vivi Rezsa, dan Rohayati pun beristirat sejenak.
"Gimana Vi, masih sanggup?" Tanya Rezsa.Rezsa dan Rohayati sudah berjalan lebih dulu, ketika Vivi hendak mengambil ranselnya, tiba-tiba saja Kak Imam datang dari arah belakang dan mengambil ransel milik Vivi.
"Masih kok Sa, tapi aku mau lepas ini dulu. Pegal soalnya." Ucap Vivi sambil melepaskan ranselnya.
"Sa, mau gantian bawa jinjingannya? Itu kan tenda pasti berat." Tanya Rohayati.
"Ngga usah nanti aja kalau aku sudah tidak kuat ya Ha, hihi." Jawab Rezsa.
"Okey." Ucap Rohayati.
"Ya sudah kita minum dulu." Ucap Vivi.
"Cepet banget ya Made sama Putri." Ucap Roha.
"Iya mungkin biar mereka cepet sampe." Ucap Vivi.
"Ya sudah yuk kita lanjut lagi, sepertinya peserta perempuan terakhir cuma kita." Ucap Rezsa.
"Iya lah Sa, kan Vivi Bu Lurah dia harus patiin semua peserta udah ke atas semua." Ucap Rohayati.
"Ya sudah yuk kita lanjut." Ucap Vivi sambil bersiap mengambil ranselnya.
"Loh kak, berat. Kakak aja itu udah bawa ransel yang besarnya dua kali ransel Vivi." Ucap Vivi dengan nada kaget.Tidak lama kemudian lelaki yang membawa dua ransel besar tersebut berjalan sambil menarik ranting yang pegang Vivi, secara bersamaan Vivi yang sudah tidak membawa ranselpun tertarik badannya dan ikut berjalan.
"Tenang aja Vi, Imam sudah biasa kaya gitu." Ucap Kak Verga yang muncul dari arah belakang.
"Loh kok kakak ada di belakang?" Tanya Vivi.
"Di bawah ada peserta yang kecapean jadi kita semua di bawah dulu tadi. Gimana sih kok Bu Lurah ngga tahu." Ucap Ka Verga.
"Maaf, Vivi gak tahu kak, tadi jalan sama teman-teman soalnya." Ucap Vivi dengan wajah bersalah.
"Udah selesai ngobrolnya Ver?" Tanya Kak Imam.
"enggeus." Jawab Kak Verga dengan bahasa Sunda yang artinya sudah.
"Okeh, yuk De." Ucap Kak Imam memanggil Vivi dengan sebutan ade dan memberikan sebatang ranting ukuran 20 sentimeter.
"Ini ranting buat apa kak? Semua orang kayanya kakak panggil ade ya?" Tanya Vivi.
"Iya lah, kalau dia lebih muda dari kakak, kakak panggil dia ade. Ayo pegang yang kuat rantingnya." Ucap Kak Imam.
"Loh Kak Verga, ini buat apa kak Imam nyuruh Vivi pegang ranting?" Tanya Vivi pnasaran.
"Pegang aja yang kuat, nurut Vi!" Ucap Kak Verga sambil tersenyum memendam sesuatu.
"Iya yaudah." Jawab Vivi sambil meraih ranting tersebut.
"Oh jadi ranting ini tuh buat narik tangan Vivi." Ucap Vivi sambil tersenyum.Kemudian, Imam menarik ranting dan mempercepat langkahnya, secara spontan Vivi pun mengikuti apa yang tadi di sarankan Imam, memegang ranting yang kuat, dan menginjak ke tanah yang tidak lici, ternyata saran dari Imam tersebut sangat berpengaruh. Terlihat langkah mereka berdua berhasil menyusul Rezsa dan Rohayati yang sudah berjalan jauh di depannya.
"Iya de, gimana lebih ringankan langkahnya?" Tanya Kak Imam.
"Biasa saja, hehe." Ucap Vivi sambil tertawa.
"Iya lah kan belum, pegang yang kuat, kuatin kakinya, injak rumputnya jangan tanah yang licinnya." Ucap Kak Imam.
"Oh okey." jawab Vivi sambil melirik ke arah kak Verga yang berada di belakangnya.
"Vi, kok kamu cepat banget sudah sampai sini lagi?" Tanya Rezsa.Imam pun terus menarik dan memegang erat ranting yang di pegang Vivi, satu persatu orang mereka lewati, ada yang menyindir dengan ucapan 'cie' ada juga yang menyindir dengan menyebut 'curang di bawain ranselnya', tapi apapun itu sepertinya tidak berpengaruh untuk mereka berdua.
"Aku di suruh pegang ranting ini." Ucap Vivi sambil berjalan melewati Rezsa dan Rohayati.
"Enak banget Vi ranselnya di bawain." Ucap Roha sambil berteriak.
"Ngga tahu aku juga, Kak Imam yang ambil, aku duluan ya!!" Ucap Vivi.
"Iyya Kita duluan ya." Ucap Kak Imam.
"Kak, boleh gak berhenti dulu?" Tanya Vivi.Akhirnya mereka berdua beristirhat, dengan suasana kabut yang perlahan membasahi tubuh mereka layaknyya gerimis membuat suasana semakin tidak bersahabat.
"Kenapa de cape? Tanya Kak Imam.
"Iya." Ucap Vivi.
"Sebentar lagi padahal." Ucap Kak Imam.
"Cape kak." Ucap Vivi.
"Okey, di depan, di pohon itu kita berhenti." Ucap Kak Imam sambil menunjuk satu pohon.
Terlihat Vivi memegang tangan kanannya sesekali ia cuci dan meringis.
"Kenapa de?" Tanya Kak Imam.Satu persatu peserta melewati Vivi dan Imam.
"Tidak, hanya lecet, sepertinya terlalu kencang tadi." Ucap Vivi smbil memperlihatkan tangan kanannya yang terluka karena memegang ranting tadi.
"Ya ampun, sorry, habis tangannya terlalu halus kali jadi ranting gitu doang lecet. Nih untung kakak bawa plester." Ucap Kak Imam sambil memakai kan plester di telapak tangan Vivi.
"Cuma prlu ade tahu, jika suatu saat nanti kakak ngga ada, dan ada yang kondisinya seperti ade tadi, ade harus lakuin apa yang kakak lakuin, kasih semangat dia lewat ranting, pilih rantingnya yang kuat, jangan yang rapuh, jadi pas nariknya enak." Pesan Kak Imam.
"Semoga aja ngga ada kak." Jawab Vivi sambil tersenyum.
"Nih udah plester nya." Ucap Kak Imam.
"Terimakasih kak. Kak kenapa kakak begitu baik sama Vivi?" Tanya Vivi.
"Nanti kakak jawab pas kita sudah sampai ya?" Jawab Imam.
"Oh, okey deh" Jawab Vivi.
"Tuh kan kita jadi ke susul lagi sama yang lain." Ucap Imam.Imam dan Vivi melanjutkan perjalanan, semua peserta melihat Vivi dan Imam berpegangan tangan menuju lokasi perkemahan, satu persatu peserta di lalui, Vivi yang saat itu hanya merasakan degup jantungnya lebih cepat, entah apa yang ia rasakan sebenarnya, mengapa ada seseorang yang begitu kerasnya seperti Imam.
"Ya sudah ayo lanjut lagi kak." Jawab Vivi.
"Sebentar, nih de ambil, kamu makan dikit-dikit sampai ke puncak." Ucap Kak Imam.
"Kak. ini kan coklat, Vivi gak suka coklat kak." Ucap Vivi.
"Coklat ini beda, dari kakak, jadi Vivi harus suka." Ucap Kak Imam smabil tersenyum.
"Ih, apa bedanya, yaudah hayu lanjut, nih pegang." Ucap Vivi sambil mengambil ranting.
"Ya kali, tangan ade udah berdarah gitu tetap pegang ranting. Yuk! cepet sebelum si Verga nyusul!" Ucap Kak Imam mengulurkan tangannya.
"Apa maksudnya ?" Tanya Vivi keheranan.
"Tuh si Rezsa udah ada, yuk kita lanjut.!" Ucap Kak Imam sambil memegang tangan Vivi dan segera menariknya.
"Kalau pegangan tangan seperti ini gak akan berdarah lagi kan?" Tanya Kak Imam sambil tertawa menyebalkan.Tidak terasa, 4 jam perjalanan, waktu menunjukkan pukul 4 sore, dan semua peserta sudah sampai di lokasi berkemah.
"Iya ngga berdarah kok, tapi sampai di atas semua orang bakal ngira kita pacaran!" Ucap Vivi dengan sedikit nada tinggi.
"Ya bagus lah, jadi nanti gak ada yang deketin De Vivi, haha." Ucap Kak Imam sambil tertawa menakuti Vivi.
"Parah lah, jahat banget mikirnya." Ucap Vivi dengan sedikit marah.
"Haha bercanda de." Ucap Kak Imam.
"Masih lama kak?" Ucap Vivi yang sudah terlihat sangat lelah.
"Hmm, sebentar lagi. Capek? Masa istirahat lagi, kapan nyampenya kalau gitu." Ucap Kak Imam.
"Ih, biasa aja kali." Ucap Vivi.
"Kak, itu lokasi kemahnya?" Ucap Vivi sambil menunjuk perkumpulan orang-orang.
"Iya De." Jawab Kak Imam.
"Okey, kalau gitu kita jangan pegangan tangan lagi, nanti malah rame yang di atas kalau lihat kita pegangan tangan." Ucap Vivi.
"Tenang aja." Ucap Kak Imam sambil terus menarik Vivi karena jalur menuju lokasi terus menanjak.
"Dih Kakak mah." Ucap Vivi sambil wajah takut.
"Haha, kalau Vivi lagi ngambek itu kelihatan cantik." Ucap Kak Imam.
"Mana ada, itu mah buat jadi hiburan doang kayaknya." Jawab Vivi dengan nada kesal.
Akhirnya Vivi dan Imam sampai di tempat perkemahan.
"Dimana tendanya de?" Tanya Kak Imam.Imam dan Vivi pun langsung menghampiri Made, Putri dan Ferdy yang sudah sampai lebih dahulu.
"Hmmmm, oh itu itu kak!" Ucap Vivi sambil melihat teman-temannya berkumpul.
"Jika ada yang lemah, harus di kuatkan, jika ada yang sakit, harus di bantu agar sembuh, jika ada yang sedih harus di hibur agar tertawa, dan itu kakak lagi upayakan untuk Vivi, selalu ada dan jagain Vivi, karena Kakak tahu kalau Vivi baru saja sembuh dari sakit." Ucap Kak Imam sambil berjalan tidak menatap Vivi sekalipun.Vivi hanya menatap perlahan dan kembali memusatkan pandangannya kepada teman-temannya.
"Tugas kakak selesai, kakak mau langsung balik lagi ke bawah ya bantu yang lain." Ucap Kak Imam sambil menyimpan ransel milik Vivi.Imam pun langsung kembali menyusul temannya yang masih jauh di bawah.
"Iya kak, Terimakasih banyak kak." Ucap vivi.
"Tas kamu di bawain kak Imam Vi?" Tanya Putri.Tidak lama merekapun mendirikan tenda, Rezsa dan Rohayati pun sampai dan langsung membantu menyiapkan makanan.
"Iya Put, jadi aku dar bawah gak bawa ransel." Ucap Vivi sambil tersenyum.
"Ih si vivi dari kemarin beruntung terus." Ucap Made.
"Iya si Vivi mah abong awewe." Ucap Ferdy dengan bahasa Sunda yang artinya 'mentang-mentang Vivi perempuan bisa minta tolong ke siapapun.
"Makanya kamu jadi cewek dulu Fer." Ucap Made sambil tertawa.
Waktu terus berjalan hingga menunjukkan waktu malam, saat itu kabut tebal hingga tiada satupun yang beran keluar tenda, tempat tidur panitia terlihat enak di rumah gubuk tua milik warung nenek tua penjaga Hutan Jayagiri.
Hingga akhirnya mereka beristirahat dan tidur di tengah dinginnya gerimis di atas bukit Jayagiri.
Esok harinya...
Vivi dan teman-teman berswafoto untuk mengabadikan momen indah bersama teman-teman baru, tapi tidak nampak Imam disana. Entah apa yang membuat Imam jadi terlihat sedikit menghindar, dan hanya berfoto degan teman-teman lelakinya.
Setelah mereka sarapan, seperti biasa di adakan games yang membuat semua lebih kompak, tapi di ujung acara, salah satu dari anggota pramuka hilang, semua panitia menyalahkan ketua pelaksana acara hingga ketua pelaksana menangis dan hampir pingsan, saat di periksa satu persatu siapa yang hilang, ternyata, Putri.
Rezsa, Rohayati, Made, Vivi dan Ferdy terlihat cemas, mengapa bisa Putri menghilang padahal tadi dia berada bersama-sama mereka.
Semua peserta saling mencari, sebagian terlihat ada yang menangis, karena Panitia bicara bahwa di hutan tersebut masih banyak hewan liar. Semua mencari Putri, panitia pun ikut mencari.
Selama satu jam mencari, akhirnya Panitia menemukan Putri, Putri berada di tempat yang sangat jauh di atas, ternyata Putri memang sengaja disembunyikan panitia di atas puncak, katanya sengaja ingin membuat momen yang tidak bisa di lupakan oleh semua peserta.
Setelah Putri kembali bersama teman-temannya, apel penutup pun segera di laksanakan, dan acara di nyatakan selesai.
Setelah apel penutup tersebut dilaksanakan, semua peserta mengemas barangnya untuk pulang, sambil mengemas barangnya, Vivi tidak melihat sosok Imam yang biasanya membantu Vivi.
Hingga Vivi turun ke bawah sampai ke gerbang Jayagiri, Vivi tidak berhasil bertemu, tidak ada satu foto pun kenangan yang bisa di ambil oleh Vivi dan Imam saat itu.
Saat itu Vivi hanya sedikit cemas, apakah ada perkataan Vivi yang membuatnya jadi berubah? Tapi sepertinya tidak menurut Vivi.
Hingga akhirnya semua peserta berpisah dan kembali ke rumahnya masing-masing.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, aktivitas Vivi seperti biasanya, hingga akhirnya Vivi mendapat pesan singkat di Handpphone nya.
'Assalamu'alaikum De, gimana kabarnya sehat?'
Tanpa berpikir panjang Vivi sudah yakin bahwa itu adalah Imam, Vivi langsung membalas pesan dari Imam, ternyata betul saja bahwa yang mengirim pesan tersebut adalah Imam.
Hingga akhirnya Vivi dan Imam hanya menegur sapa via pesan singkat. Hingga pada ujungnya Imam meminta Vivi untuk menjadi pacarnya.
Tapi begitulah Vivi, seorang perempuan yang tidak begitu peka, dia tidak menjawab pesan Imam, dan bahkan mengalihkan ke pembahasan lain.
Setiap kali Imam menanyakan hal yang sama, apakah Vivi mau menjadi pacarnya, Vivi tetap mengalihkan pembahasannya dan menjawab, 'Vivi lebih suka menganggap kakak sebagai kakak Vivi, tidak lebih' . Tapi Imam tetap tidak menyerah. Ia memberikan perhatian yang lebih, tapi Vivi tetap tidak mau. Hingga beberapa bulan selanjutnya tidak ada kabar dari Imam.
Hari terus berganti, hingga di akhir tahun 2011..
Imam mengirim pesan dengan nomor yang berbeda, ia memberi kabar bahwa dirinya akan pergi.
'Assalamu'alaikum De, kakak pamit izin pergi, kakak mau keluar kota, menyusul seseorang yang menunggu kakak, yang katanya sayang sama kakak, doakan ya de semoga lancar, karena kakak sekarang juga mulai menyukainya, jadi ade ngga akan ke ganggu lagi.'
Entah apa yang harus Vivi balas, rasa tenang dan rasa sedikit kehilangan muncul begitu saja. Hingga Vivi pun membalas dan terus mendoakan untuk tujuannya tersebut.
Hari terus berganti, hingga Vivi tidak mendapatkan kabar dari seorang Imam Mustaqim.
Akhirnya Vivi lulus SMA, dan masuk ke dunia perkuliahan. Saat itu tahun 2012, tidak ada yang aneh dan berjalan seperti biasanya.
24 November 2012, 15:16..
Hingga suatu sore Imam mengirim suatu pesan di dindidng facebook miliki Vivi, bahwa ia memperhatikan Vivi selama ini.
Dan saat itu, Vivi sudah sangat jarang membuka Facebook, entah kebetulan atau apa Vivi membuka facebooknya dan baru membalasnya pada jam 18:47, balasan bercanda Vivi tidak menganggap bahwa Imam berbicara serius, namun setelah Vivi membalas Chat di beranda facebook Imam, Imam tidak membalas lagi, tidak memberikan like sepeti biasanya pada postingan Vivi.
26 Desember 2012, jam 16.05..
Vivi mendapat pesan singkat dari temannya yang bernama Restu, bahwa ada teman Restu yang meninggal dunia. Entah karena sedang kuliah Vivi tidak fokus untuk membaca pesan tersebut.
Hingga saat pulang kuliah, Vivi membuka pesan singkatnya lagi dari Restu, sedikit tidak sadar awalnya bahwa teman yang meninggal dunia tersebut adalah Imam Mustaqim.
Vivi langsung mengabari temannya yang bernama Restu, dan langsung menghubungi Kak Verga, setelah di pastikan, ternyata benar bahwa orang yang meninggal tersebut adalah Kak Imam yang Vivi kenal.
Seolah tidak ada firasat apapun, rasa sakit, rasa sesak, rasa bersalah semua menjadi satu, seolah di timpa musibah besar, dan sangat besar, bahwa seseorang yang meninggal adalah orang yang pernah di buat kecewa oleh Vivi.
Entah harus berteriak atau menangis lepas, Vivi berjalan kaki pulang menuju rumah, menangis dan menahan sesak di dadanya.
Pada saat itu Restu dan Verga tidak bisa mengantar Vivi ke rumah Imam, esok harinya Vivi baru bisa datang ke rumahnya.
Vivi datang di temani Restu, Verga dan temannya. Masuk ke dalam rumahnya, mendengar cerita dari ibunya, air mata tidak berhenti keluar dari wajah sang ibu, berulang kali sang ibu memuji anaknya tersebut, Imam adalah sosok yang baik, bahkan sangat baik, saat sakit ia tidak pernah mengeluh, ia terus berdoa.
Tiba-tiba ibunya Imam mengeluarkan selembar foto wanita di dompet milik Imam, saat Vivi lihat itu adalah foto wanita yang Imam sukai, yang Imam dulunya pernah pamit untuk memutuskan mengejar cinta yang sebenarnya.
Mungkin itu adalah petunjuk dan bentuk kasih sayang Tuhan agar Vivi tidak terus merasa bersalah kepada Imam. Tuhan ingin memberi tahu bahwa Imam telah meninggal dengan perasaan yang tenang, dengan keadaan dimana Imam sudah memiliki seseorang yang bisa menemani dia ketika sakit.
Setelah berkunjung ke makam Imam, Vivi dan Verga segera pamit pulang.
Sepanjang jalan, Vivi hanya terdiam, penuh rasa sesal karena belum bisa meminta maaf dan membuatnya menunggu lama dulu, sesekali merasa bodoh mengapa seorang Vivi sampai tidak tahu penyakit apa yang di deritanya selama 2 tahun terakhir.
Vivi yakin Imam tidak memberi kabar padanya mungkin, agar Vivi tidak perlu tahu atau bahkan khawatir kepadanya, tapi mungkin Imam lupa setelah kepergiannya, ada salah satu orang yang amat sangat menyesal belum sempat memberikan permintaan maaf kepadanya.
2018..
Teruntuk kakak ku Imam Mustaqim..
Cerita ini adalah bentuk rasa rindu..
Tiada maksud mengingat kenangan..
Tiada maksud memancing keributan..
Cerita ini adalah bentuk permintaan maaf..
Yang bisa di utarakan selain doa..
Entah kapan kita bisa bertemu..
Tapi aku yakin Tuhan sudah menyiapkan tempat yang sangat indah.
Cerita ini muncul agar tiada lagi Vivi, Vivi lainnya yang menunda permintaan maafnya.
Tiada lagi Vivi, Vivi lainnya yang tidak mengindahkan perasaannya.
Tiada lagi Vivi, Vivi lainnya yang tidak menghaluskan sikapnya.
Cerita ini adalah pengingat..
Agar selalu berdoa untuk sosok yang hangat..
Kami semua disini rindu tingkah lucumu..
Kami semua disini rindu tingkah dewasamu..
Kami semua disini akan terus melanjutkan hidup, sesuai pesanmu..
"Jika ada yang lemah, harus di kuatkan, jika ada yang sakit harus di bantu agar sembuh, jika ada yang sedih harus di hibur agar tertawa."
Tertanda, adik yang menyesal karena tidak bisa meminta maaf kepadamu..
Elvita Puspitasari (Vivi)

Comments
Post a Comment